Pemerintah sudah mempunyai banyak kebijakan untuk menangani polusi udara di Jabodetabek. Namun, solusi yang diambil belum menyentuh solusi terpenting, yaitu standar emisi gas buang kendaraan.
Oleh
R CHOERNIADI TOMO
·3 menit baca
Perubahan rupanya terjadi begitu cepat di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Sekitar tahun 1998, Indonesia masih tercatat sebagai salah satu negara yang bersih. Namun, tahun 2016, Indonesia berubah menjadi salah satu negara dari 20 negara yang paling tinggi tingkat polusinya. Belakangan, Jakarta dan Bodetabek beranjak cepat menjadi kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.
Penulis tidak heran saat Kompas (11/8/2023) mengabarkan Jakarta dan Bodetabek menorehkan sejarah menjadi kota paling berpolusi di dunia. Bahkan, pemberitaan serupa dijadikan topik utama pada Kompas tanggal 12, 13, dan 15 Agustus untuk menunjukkan seriusnya problem lingkungan ini.
Namun, dalam beberapa hari terakhir, diskursus ini kembali adem. Alih-alih kaget, penulis justru penasaran apa yang berkecamuk di kepala pimpinan kita selama ini? Selama beberapa dekade dunia demikian peduli dengan polusi dari kendaraan bermotor, tetapi dua dekade lebih respons kita begitu minimal.
Jakarta dan Bodetabek berkembang pesat sebagai resor bisnis, pemerintahan, industri, dan kegiatan sosial ekonomi lain. Setiap hari terjual banyak kendaraan bermotor baru untuk mengakomodasi kegiatan luar ruang warganya yang belum terfasilitasi sarana transportasi publik yang nyaman.
Sedemikian berkuasanya kendaraan pribadi di Jakarta. Tidak heran jika Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menyebut penyebab utama pencemaran udara di Jabodetabek yakni banyaknya jumlah kendaraan. Berdasarkan data Korps Lalu Lintas Polri, hingga 14 Agustus 2023 terdapat 22,97 juta unit kendaraan di wilayah Polda Metro Jaya. Sepeda motor yang jumlahnya mencapai 18,28 juta unit merupakan mayoritas (79,85 persen). Selanjutnya 3,8 juta unit merupakan mobil pribadi, minibus sebanyak 795.100 unit, kendaraan khusus 60.100 unit, dan bus mencapai 37.560 unit (Tempo).
Solusi-solusi yang akan dikerjakan, seperti uji emisi, penerapan hibrida jam kerja, penggunaan kendaraan umum, pengawasan industri dan pembangkit listrik, sampai mitigasi perubahan iklim, memang bagus. Namun, perlu diingat hal itu belum menyentuh solusi terpenting, yaitu standar emisi gas buang kendaraan. Pokok ini yang sebenarnya menjadi biang kerok buruknya kualitas udara di Jakarta dan Bodetabek.
Dunia sudah memiliki kebijakan penanganan polusi udara yang efektif. Kota-kota besar seperti New York, Paris, Tokyo, atau London juga disesaki dengan kendaraan bermotor, tetapi kualitas udaranya tetap bersih. Penerapan kebijakan standar Euro 4 atau Euro 5 yang tinggi berhasil menjaga udara di kota-kota besar itu tetap bersih.
Kota-kota besar seperti New York, Paris, Tokyo, atau London juga disesaki dengan kendaraan bermotor, tetapi kualitas udaranya tetap bersih.
Indonesia telah terlelap demikian lama dengan standar emisi yang ketinggalan. Sebagai gambaran, sepeda motor di Indonesia yang diproduksi pada 2005-2012, standar mesinnya baru Euro 2, sedangkan yang diproduksi mulai 2013 lebih bersih walaupun sedikit, yaitu memenuhi standar Euro 3. Lalu, mobil bensin yang diproduksi pada 2009-2017 memenuhi standar emisi yang kuno, yaitu Euro 2. Produksi mulai 2018 sudah memenuhi Euro 4, sudah terlambat. Selanjutnya kendaraan diesel produksi pada 2009-2021 memenuhi standar Euro 2, dan mulai 2022 mesinnya sudah berstandar Euro 4, lebih terlambat.
Sebelum tahun-tahun di atas, semua jenis kendaraan tersebut baru memenuhi standar Euro I alias emisinya tidak diatur, padahal populasinya masih besar. Negara tetangga, Thailand, sejak 2018 sepeda motor mereka sudah comply dengan standar Euro 4. Bahkan, pada 2023 sudah Euro 5. Lalu, untuk mobil bensin dan diesel sejak 2012 mereka menerapkan standar Euro 4 dan sudah beranjak ke Euro 5 tahun ini.
Memahami makna standar mesin ini memungkinkan kita segara maklum mengapa kualitas udara di Jakarta dan Bodetabek demikian berbahaya. Kita buat asumsi sederhana, katakanlah di Jakarta mayoritas sepeda motor berstandar Euro 3, mobil bensin dan mobil diesel memenuhi standar Euro 2.
Jika semua sepeda motor di Jakarta sudah sesuai Euro 4, polusi di Jakarta dari sepeda motor akan turun sebesar paling tidak 52 persen. Lalu, polusi dari mobil bensin dan mobil diesel akan turun sebesar minimal 62 persen saat semua mobil bensin dan mobil diesel tadi berstandar Euro 4. Artinya, semua jumlah sepeda motor, mobil bensin, dan mobil diesel bisa dianggap turun menjadi kurang dari setengahnya.
Kembali meminjam data Korps Lalu Lintas Polri, berarti emisi Jakarta setara dengan 9,4 juta unit kendaraan di wilayah Polda Metro Jaya. Jika rerata pertumbuhan kendaraan di Jakarta sebesar 5 persen—apalagi jika lebih besar—jumlah 9,4 juta unit kendaraan ini kira-kira terjadi 18 tahun yang lalu saat udara di Jakarta boleh dibilang masih bersih.
Pemerintah pusat sudah mempunyai banyak kebijakan untuk menangani polusi udara di Jakarta dan Bodetabek. Namun, ada hal terkait yang kurang diperhatikan. Berdasarkan standar emisi gas buang, misalnya Euro, terbukti bahwa regulasi emisi lebih ketat yang terlambat implementasinya mengakibatkan kualitas udara di Jakarta dan Bodetabek stabil buruk.
Saatnya diperlukan penerapan standar emisi yang lebih ketat terutama untuk sepeda motor serta pembatasan usia untuk mobil bensin dan mobil diesel, minimal di Jakarta. Kebijakan ini akan lebih efektif jika permintaan bahan bakar minyak yang terus tumbuh juga dibarengi dengan penggunaan BBM berstandar Euro 4 atau 5.