Di tengah perkembangan teknologi yang sangat cepat, penggunaan mata uang digital menjadi tuntutan zaman. BI sebaiknya mendesain identitas rupiah digital yang modern, aman, dan stabil.
Oleh
TRIA CAHYA PUSPITA
·3 menit baca
Keinginan masyarakat menggunakan kripto sebagai alat pembayaran di Indonesia menjadi suatu tantangan bagi Bank Indonesia selaku otoritas moneter dan sistem pembayaran. Hasil investigasi Kompas beberapa waktu lalu menunjukkan warga negara asing di Bali telah menggunakan kripto sebagai alat pembayaran. Padahal, kripto tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia. Namun, mata uang digital menjadi suatu keniscayaan di era yang semakin terdigitalisasi.
Pro dan kontra kripto sebagai mata uang digital masih terus bergulir di Indonesia. Kripto tetap menjadi aset yang diminati baik dengan tujuan sebagai aset maupun sebagai alat pembayaran. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi BI yang memiliki mandat menjaga kedaulatan mata uang yang sah di Indonesia.
Nilai transaksi kripto terus menurun dari Rp 859 triliun pada 2021 menjadi Rp 303 triliun pada 2022 di Indonesia. Penurunan tersebut terus berlanjut pada semester I-2023, yaitu hingga 68,65 persen dibandingkan semester I-2022. Beberapa pakar menilai kripto sedang memasuki siklus empat tahunan crypto winter, yaitu kondisi nilai kripto menurun drastis di bawah nilai umumnya.
Meski demikian, minat masyarakat memegang kripto tetap meningkat. Kenaikan nilainya yang tinggi dalam waktu singkat sangat menarik dan menjadi magnet sekaligus candu. Berdasarkan data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), terdapat penambahan pelanggan aset kripto di Indonesia sebanyak 141.800 pelanggan pada Juni 2023 dan jumlah pelanggan aset kripto terdaftar sebanyak 17,54 juta pelanggan.
Padahal, fluktuasi nilai dan ketidakpastiannya yang tinggi menjadi risiko yang sangat besar. Hal ini menjadi salah satu faktor kripto tidak dapat menjadi mata uang. Fluktuasi nilai kripto yang cepat berubah signifikan dapat berdampak pada stabilitas sistem keuangan di masa depan sehingga pengakuan kripto di Indonesia masih sebatas komoditas yang dapat diperdagangkan di bursa dan bukan sebagai alat pembayaran.
Pengawasan kripto
The Fed selaku bank sentral Amerika mulai melakukan pengetatan pengawasan terhadap keterlibatan perbankan dengan perusahaan kripto melalui program pengawasan aktivitas pada 8 Agustus 2023. Sementara di Inggris, National Crime Agency (NCA) merekrut penyidik untuk bekerja pada kasus terkait kripto. Langkah kedua lembaga tersebut sebagai tindak lanjut berbagai kasus penipuan terkait kripto.
Di Indonesia, pemerintah mengalihkan pengawasan kripto yang semula oleh Bappebti menjadi oleh Otoritas Jasa Keuangan melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Pengawasan kripto harus telah berpindah ke OJK terhitung dua tahun sejak pemberlakuannya pada 12 Januari 2023 atau paling lambat Januari 2025.
Sudah waktunya Indonesia memiliki mata uang digital di era digitalisasi yang semakin berkembang pesat dan menjadi bagian dalam setiap sendi kehidupan.
Pemerintah berencana mengeluarkan rancangan peraturan pemerintah pada masa transisi pengawasan kripto dalam waktu enam bulan. Namun, hingga kini rancangan PP tersebut belum juga terbit. Pengawasan kripto memang memerlukan kehati-hatian sehingga dari segi hukum dapat mengakomodasi perkembangan teknologi yang bergerak dengan kecepatan luar biasa.
Menjadi tuntutan
Sudah waktunya Indonesia memiliki mata uang digital di era digitalisasi yang semakin berkembang pesat dan menjadi bagian dalam setiap sendi kehidupan. Perkembangan teknologi yang sangat cepat menuntut masyarakat terus berinovasi. Penggunaan mata uang digital sudah menjadi tuntutan zaman.
Indonesia tidak dapat lagi menahan kehadirannya sebab Indonesia membutuhkan mata uang digital menuju digitalisasi ekonomi. Di sisi lain, BI bersama pemerintah masih harus terus bebenah untuk mempersiapkan infrastruktur ekonomi digital terutama terkait pembayaran digital.
Merujuk Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, setiap orang memiliki kewajiban bertransaksi menggunakan rupiah, baik tunai maupun nontunai, di wilayah NKRI. Sayangnya, pada UU tersebut baru menyebutkan macam rupiah terdiri dari rupiah kertas dan rupiah logam. Belum terdapat klausul yang menyatakan macam rupiah dalam bentuk digital.
Rencana BI untuk menerbitkan rupiah digital memerlukan penguatan dalam aspek hukum perundang-undangan. Akan lebih baik apabila dalam UU menyebutkan pula macam rupiah dalam bentuk digital agar penerbitan rupiah digital kuat secara hukum di Indonesia. BI memperkirakan rencana penerbitan rupiah digital memerlukan waktu hingga tiga tahun ke depan. Dalam masa tersebut, pemerintah sebaiknya telah menyempurnakan UU Mata Uang sebagai dasar penerbitan rupiah digital.
Rupiah digital
Bank Indonesia telah mengeluarkan white paper proyek Garuda yang memberikan gambaran rencana pengembangan rupiah digital atau central bank digital currency (CBDC) pada 30 November 2022. BI berencana akan menerbitkan rupiah digital dalam dua jenis, yaitu rupiah digital wholesale dan rupiah digital ritel.
Saat ini BI sedang menganalisis rupiah digital agar dapat menjalankan fungsinya sebagai a) alat pembayaran digital yang sah di Indonesia, b) instrumen inti dalam menjalankan mandatnya di era digital, c) sarana untuk mendukung inklusi keuangan dan inovasi serta mendorong efisiensi secara end to end.
Tantangan terbesarnya, yaitu dunia internasional dapat mengakui rupiah digital sebagai mata uang digital yang kredibel dan tepercaya. BI sebaiknya dapat mendesain identitas rupiah digital yang modern, aman, dan stabil agar saat kehadirannya stabilitas moneter dan sistem pembayaran tetap terjaga. Dengan demikian, BI dapat terus melaksanakan mandat menjaga kedaulatan rupiah sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI, tanah air Indonesia.