Islam-Pancasila, NU, dan Diplomasi Kekuasaan Lunak
Pertumbuhan Indonesia yang terus menanjak dalam kekuatan militer dan ekonomi, baik secara regional maupun internasional, memungkinkan diplomasi kekuasaan lunak Islam-Pancasila lebih efektif.
Oleh
AHMAD SUAEDY
·3 menit baca
”Every Christmas since then, members of the country’s largest Muslim group, Nahdlatul Ulama (NU), have gathered outside churches in Indonesia to ensure that Christians can worship in safety. Now the powerful Islamic organization has a more ambitious goal: to spread its moderate views across the Muslim world.” (The Economist, 16/8/2023)
Kutipan di atas adalah esai yang dimuat di majalah ekonomi ternama internasional The Economist, yang terbit bersamaan dengan hari pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo, 16 Agustus 2023. Sebuah esai yang menggambarkan suatu kelompok Islam terbesar di dunia yang sudah 22 tahun melakukan penjagaan terhadap gereja-gereja di seluruh Indonesia dari serangan teror setiap peringatan Hari Lahir Sang Kristus atau hari raya Natal.
Kelompok itu tidak lain adalah NU. Kini, demikian esai itu menggambarkan, kelompok Islam yang menawarkan toleransi dan moderasi serta perlindungan terhadap minoritas itu tidak lagi hanya memperhatikan masalah-masalah di dalam negeri, tetapi sedang berancang-ancang untuk melakukan ekspor pemahaman tersebut.
Sementara itu, seorang wartawan senior Amerika Serikat yang tinggal di Singapura, James Dorsey, setelah mengikuti penyelenggaraan ASEAN Intercultural and Interreligious Dialog Conference (ASEAN IIDC) pada 7 Agustus 2023 dengan tuan rumah NU, merilis podcast pada channel Youtube miliknya The Turbulent World James Dorsey.net dengan judul yang provokatif ”Indonesia pushes a civilizational approach to countering polarization”.
Kontra-polarisasi itu lagi-lagi bukan hanya di dalam negeri Indonesia, melainkan ke negara-negara ASEAN dan juga negara lainnya.
Islam-Pancasila
Dua tahun terakhir NU memang menyelenggarakan tiga forum internasional dan regional, yaitu R20 bersamaan dengan G20 tahun 2022, Muktamar Fiqh Peradaban dan ASEAN IIDC pada 2023. R20 melibatkan kalangan multiagama dari berbagai belahan dunia, sedangkan ASEAN IIDC melibatkan kalangan agama-agama dari ASEAN plus. Sementara Muktamar Fiqh Peradaban melibatkan kelompok-kelompok Islam dari berbagai negara di dunia, tidak hanya dunia Islam.
Ketiganya melibatkan kalangan agama-agama dan Islam tidak hanya dari negara-negara mayoritas Muslim, tetapi juga dari negara-negara besar dan maju, seperti Eropa, Amerika Serikat, Amerika Selatan, Australia, India, China, dan Rusia yang minoritas Muslim. Berbeda dengan forum internasional agama pada umumnya, forum-forum yang diselenggarakan NU adalah dengan melibatkan para pemimpin agama yang mewakili jutaan, puluhan juta, dan bahkan ratusan juta umat pengikutnya. Dengan demikian, aspirasi yang dikemukakan dan keputusan yang diambil akan diikuti oleh kalangan akar rumput.
Paham yang dikembangkan oleh NU, dengan demikian, barangkali lebih dari sekadar moderat dan toleran, melainkan suatu konsep kewarganegaraan yang tuntas dengan kesetaraan holistik.
Dalam forum-forum tersebut, mereka didorong untuk melakukan refleksi peran agama selama ini yang diakui atau tidak terlibat dalam mempertebal polarisasi politik dan penggunaan identitas agama dalam politik dan bahkan senjata untuk berkonflik. Dari situ mereka diajak bersepakat untuk mengakui adanya tantangan di dalam agama-agama itu sendiri untuk melakukan transformasi dengan menempatkan kemanusiaan dan kesetaraan manusia sebagai dasar bagi beragama.
Dengan demikian, agama akan mengambil kendali bagi perubahan dunia ke depan dengan mengikis politik identitas yang menciptakan polarisasi, ketegangan, dan kekerasan. Dengan kata lain, agama memberikan solusi bagi problem dunia dan bukan sebaliknya.
Dari sisi NU, salah satu yang terpenting yang selalu disampaikan oleh Gus Yahya sebagai Ketua Umum PBNU adalah adanya eksistensi Pancasila yang secara nyata memberikan kontribusi bagi kedamaian dan harmoni Indonesia. Mayoritas Islam Indonesia atau setidaknya NU menerima dan memperjuangkan realisasi nilai-nilai Pancasila dalam status syar’i, kewajiban agama.
Secara substansi, sila-sila dan unsur-unsur di dalam Pancasila sejalan belaka dengan misi dari Islam itu sendiri: Islam-Pancasila. Selain keimanan kepada Allah SWT dan ketaatan beragama, berkewajiban menjunjung tinggi kemanusiaan, persatuan dan keutuhan negara, serta musyawarah atau demokrasi, juga harus mewujudkan keadilan sosial. Dalam menjunjung tinggi kesetaraan warga negara, NU bahkan telah memfatwakan tidak ada lagi kategori kafir dalam Islam.
Paham yang dikembangkan oleh NU, dengan demikian, barangkali lebih dari sekadar moderat dan toleran, melainkan suatu konsep kewarganegaraan yang tuntas dengan kesetaraan holistik. Problem berikutnya adalah mewujudkan keadilan sosial bagi setiap warga negara, tidak hanya di Indonesia, tetapi keadilan global.
Kekuasaan lunak
Ekspor paham yang demikian mungkin bisa disebut diplomasi kekuasaan lunak (soft power diplomacy). Dalam diplomasi publik kekuasaan lunak, negara tidak bisa lagi memonopoli pengaruh dan kekuasaan, tetapi harus bekerja sama dengan masyarakat sipil. Namun, secara teoretis, suatu diplomasi kekuasaan lunak bisa efektif selalu mensyaratkan sebuah negara yang memiliki kemampuan kekuasaan keras (hard power), seperti kekuatan militer dan ekonomi yang memadai.
Pertumbuhan Indonesia yang terus menanjak dalam kekuatan militer dan ekonomi di bawah Presiden Jokowi, baik secara regional maupun internasional memungkinkan diplomasi kekuasaan lunak Islam-Pancasila lebih efektif.
Bagi pemerintah, diplomasi publik kekuasaan lunak dengan Islam toleran atau moderat melalui NU dan Muhammadiyah, misalnya, tidaklah baru, setidaknya sejak peristiwa 11/9 2011 dan bom Bali 2002. Namun, kini tantangannya tidak hanya terorisme, tetapi juga polarisasi yang menyentuh akar rumput dan laten, terutama melalui media sosial.
Jika di masa lalu kita menjadi sasaran Islam Wahabi dari Timur Tengah dan Syiah dari Iran serta sekularisme dari Barat, kini kita bisa melakukan hal yang sama dengan Islam-Pancasila untuk tujuan menciptakan perdamaian dan harmoni dunia serta keadilan global.