”Influencer” Bakal Tumbang oleh ”Virtual Influencer”
Mengapa pebisnis mulai menggunakan pemengaruh virtual? Mereka memiliki karakter yang humanistik sehingga juga bisa membentuk hubungan dengan audiens target seperti pemengaruh konvensional.
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·4 menit baca
ILHAM KHOIRI
Andreas Maryoto
Namanya Lentari van Loraine. Ia biasa dipanggil Riri memiliki akun bernama @lentaripagi. Ia ”berdarah” campuran Indonesia-Belanda. Umurnya sepertinya masih belasan. Wajahnya manis, molek, berkulit putih, dan berambut tidak terlalu panjang. Lelaki yang memandangnya pasti akan terpukau. Tidak mengherankan, setiap kali ia mengunggah konten di akun Instagram-nya, banyak cowok yang berkomentar, bahkan hampir 300.
Anda mungkin akan jatuh cinta begitu melihatnya. Sayang sekali dia sosok virtual dan berada di dunia maya. Di dalam akun Instagram-nya, ia menyebut sebagai ”The First Virtual Idol from Indonesia”. Ia dibangun dan dikembangkan oleh Imagine8 Studio. Dalam dunia bisnis, Riri ini lebih akrab disebut sebagai virtual influencer (pemengaruh virtual). Pemengaruh yang mulai akrab dan digunakan dalam dunia pemasaran. Riri sudah mendapat klien dan mempromosikan beberapa produk.
Di pasar global ada banyak pemengaruh virtual yang sangat terkenal, seperti Lu Do Magalu (6 juta pengikut di Instagram), Lil Miquela (3 juta pengikut Instagram), dan Guggimon (1,5 juta pengikut Instagram). Mereka telah bekerja dengan banyak merek terkenal. Balmain, Balenciaga, Prada, Nike, Calvin Klein, dan banyak merek lain telah memanfaatkan pemengaruh virtual. Keterbatasan geografi dan keharusan hadir secara fisik yang menjadi ciri pemengaruh konvensional berhasil diatasi oleh pemengaruh virtual. Mereka bisa hadir di mana-mana, kapan saja, dengan kondisi yang diinginkan oleh merek.
HANDOUT/SIA BANGKOK/AFP
Gambar selebaran yang dirilis pada 28 Oktober 2021 oleh agensi pemengaruh (influencer) SIA Bangkok ini menunjukkan pemengaruh digitalThailand, Ailynn. Fenomena global karakter fiksi mengaburkan batas antara dunia maya dan dunia nyata seiring dengan terbentuknya pijakan di pasar pemengaruh bernilai miliaran dollar ASyang menguntungkan, dengan tren semakin banyaknya pemengaruh virtual ”made in Thailand” yang menjanjikan untuk tetap muda dan awet muda selamanya.
Sekian lama kita berpikir bahwa robot bakal mengambil alih dunia hanyalah sebuah ketakutan dalam film fiksi ilmiah. Robot juga dibayangkan berupa perangkat mesin yang terlihat nyata secara fisikal. Kini hal tersebut telah berubah. Kenyataan berupa robot yang hadir di dunia maya telah muncul, yang mungkin terjadi berkat perkembangan radikal dalam sains, teknik, dan kecerdasan buatan.
Meskipun manusia mungkin masih perlu waktu bertahun-tahun lagi untuk berjalan di antara robot di jalan, bertemu dengan mereka di fasilitas olahraga, atau makan di samping mereka di restoran, ternyata media sosial telah lebih dulu menjadi salah satu tempat interaksi manusia dengan robot (human 2 robot/H2R) berkembang dengan pesat. Riri termasuk dalam kelompok ini. Ia menjadi sosok di media sosial dan berinteraksi dengan manusia, seperti mengobrol dan berbalas komentar.
Kita mengetahui, jutaan orang di seluruh dunia menggunakan Instagram. Di tempat ini rupanya orang telah mengikuti dan berinteraksi dengan gelombang baru di dunia daring, yaitu dengan pemengaruh virtual. Laman Influencer Matchmaker menyebutkan, berdasarkan definisinya, pemengaruh virtual adalah sosok yang dibangun dengan teknologi komputer yang menghasilkan sosok imajiner atau computer generated imagery (CGI). Ia adalah sosok fiksi yang dihasilkan komputer dan memiliki karakteristik, fitur, dan ”kepribadian” riil seperti manusia.
Laman ini menyebutkan, mereka telah menjadi kekuatan nyata yang harus diperhitungkan dalam industri pemasaran. Mereka telah hadir berdampingan dengan pemengaruh yang selama ini telah ada sehingga para pebisnis pun mulai menggunakannya. Dengan semakin banyak dari mereka muncul di Instagram setiap minggu dan semakin banyak merek yang mengantre untuk terlibat dengan sarana pemasaran futuristik ini, pemengaruh konvensional bakal terancam. Pemengaruh yang selama ini berjaya kini mulai terdisrupsi. Tidak salah kalau mereka disebut sebagai pemengaruh konvensional.
Analis bernama Alison Bringé di laman Forbes melihat secara mendalam perubahan yang tengah terjadi. Mereka yang disebut pemengaruh merupakan leluhur yang telah ada dalam berbagai bentuk selama beberapa dekade. Selama bertahun-tahun, pemengaruh itu telah menggunakan status dan kekuasaan otoritas mereka untuk memengaruhi tren dan keputusan pembelian audiens mereka. Saat ini, kita melihat tren baru yang muncul di antaranya, yaitu muncul pemengaruh virtual. Apa sebenarnya kekuatan dari pemengaruh baru ini? Alison menjelaskan, kekuatan sebenarnya dari pemengaruh baru itu bakal mendorong penjualan dan membangkitkan kesadaran baru.
Lanskap digital yang berkembang pesat terus-menerus mengubah profesi pemengaruh tradisional. Pergeseran digitalisasi baru-baru ini memberikan peluang bagi jenis pemengaruh baru ini. Karakter secara sengaja dibuat agar terlihat seperti manusia sehingga para pengikut dapat terhubung dengan mereka dan menciptakan ikatan kepercayaan yang memiliki kekuatan untuk memengaruhi keputusan pembelian mereka.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemengaruh virtual menjadi lebih umum dalam waktu singkat. Menurut survei tentang mereka pada tahun 2022 yang dilakukan oleh Influencer Marketing Factory, 58 persen responden mengikuti setidaknya satu pemengaruh virtual dan 35 persen konsumen mengatakan mereka telah membeli produk yang dipromosikan oleh pemengaruh virtual.
Dalam tulisan Alison juga disebutkan, mereka yang berusia 18-44 tahun kemungkinan besar pernah membeli produk yang dipromosikan oleh pemengaruh virtual. Ada banyak komponen yang dapat berkontribusi terhadap peningkatan popularitas pemengaruh virtual, tetapi satu hal yang perlu diperhatikan adalah aksesibilitas.
AFP/LILLIAN SUWANRUMPHA
Foto yang diambil pada 15 Oktober 2021 ini menampilkan artis Thailand, Adisak Beam Jirasakkasem, memotret model stand-in untuk pemengaruh virtualnya yang baru diluncurkan Bangkok Naughty Boo untuk sebuah kampanye mode di pusat perbelanjaan Siam Center, Bangkok.
Tujuan inti dari seorang pemengaruh adalah untuk menjangkau sebanyak mungkin orang. Internet memberikan kesempatan kepada pemengaruh untuk melakukannya dengan memproduksi konten dengan cara yang baru dan menarik. Oleh karena itu, masalah ini tetap menjadi tantangan bagi pengembang pemengaruh virtual.
Mengapa pebisnis mulai menggunakan pemengaruh virtual? Pemengaruh virtual memiliki karakter atau kepribadian yang humanistik sehingga mereka juga bisa membentuk hubungan dengan audiens target seperti pemengaruh konvensional. Menurut The Economic Times, mereka membantu jenama menghindari kontroversi, memiliki fleksibilitas, dan hemat biaya untuk usaha kecil. Namun, mereka tetap memiliki kekurangan sentuhan dan emosi manusia dan mungkin memiliki keterbatasan kreatif karena teknologi.
Di sisi lain, persoalan etika mungkin bakal mengemuka, seperti soal asal-usul bahan baku video atau foto yang digunakan untuk memproduksi sosok atau gambar latar belakang sosok saat tampil di media sosial. Orang mungkin akan mempermasalahkan hak cipta terhadap bahan-bahan yang digunakan. Di sisi lain, pengakuan dari pengembang untuk menyatakan karyanya sebagai sosok virtual sejak awal menjadi penting agar audiens dan pemilik jenama tidak tertipu.
Dunia virtual masih tetap memberi peluang bagi orang untuk menyembunyikan sesuatu. Di balik kreativitas juga masih mungkin tersisa peluang kejahatan yang memancing orang mengeksploitasinya untuk kepentingan tertentu. Kehadiran pemengaruh virtual memungkinkan pula orang menggunakan mereka untuk kepentingan jahat.