Bagi generasi era tahun 1970-1980-an, kata litsus (penelitian khusus) bagai momok bagi masa depan pekerjaan dan profesi.
Pasca-pemberontakan G30S/PKI tahun 1965, pemerintah Orde Baru melakukan pembersihan di semua jajaran aparatur negara dan TNI-Polri, untuk mencegah potensi intrusi atau infiltrasi paham dan ideologi komunis. Pembersihan dilakukan melalui semacam skrining atau litsus terhadap semua pegawai pemerintah/aparatur negara.
Hari Senin, 14 Agustus 2023, masyarakat dikejutkan dengan ditangkapnya seorang terduga teroris oleh Densus 88 di Bekasi, Jawa Barat. Terduga, pegawai di salah satu BUMN. Dari hasil penangkapan, yang bersangkutan menyimpan 18 pucuk senjata api dan bendera NIIS (ISIS) di tempat tinggalnya.
Sudah lama beredar informasi di masyarakat, dan juga dari catatan Badan Nasional Pemberantasan Terorisme (BNPT), bahwa sebagian BUMN telah disusupi radikalisme. Beberapa oknum pegawai BUMN terbukti penganut paham radikal.
Tak hanya BUMN, beberapa kampus perguruan tinggi negeri juga terindikasi telah tersusupi paham yang sama.
Negara cq pemerintah tak boleh tinggal diam dan harus bergerak cepat karena sudah banyak bukti paham radikal telah menyusup di instansi-instansi pemerintah/negara.
Anasir-anasir radikalisme sudah nyata dan ada di sekitar kita, bukan sekadar isu, rumor, atau isapan jempol. Upaya preventif, persuasif, bahkan represif perlu segera dilakukan agar paham radikal tak menyusup semakin dalam di berbagai institusi pemerintah/negara.
Salah satu cara yang bisa dilakukan mungkin dengan kembali melakukan skrining terhadap jajaran aparatur pemerintah/negara. Namun, skrining harus terukur, obyektif, tanpa prasangka, dan dengan acuan yang jelas.
Kita tak boleh kembali ke alam Orde Baru, yang banyak mengedepankan cara-cara represif dalam menyikapi suatu persoalan besar bangsa. Aspek persuasi dan pembinaan menjadi lebih penting untuk mengajak semua kalangan masyarakat kembali kepada jati diri bangsa, dengan mengamalkan ideologi Pancasila.
Kita tak ingin negeri ini seperti Suriah, Irak, atau Afghanistan yang terkoyak-koyak karena ideologi radikal. Rakyat butuh kedamaian, untuk bisa hidup berdampingan secara rukun dan harmonis, toleran, dan saling menghargai, apa pun agama, kepercayaan, ras, suku, dan golongannya.
Budi Sartono Soetiardjo
Graha Bukit Raya, Bandung Barat