Pembangunan, Lapangan Kerja, dan Kestabilan Harga
Di tengah upaya transformasi ekonomi dan manufaktur, kita juga memiliki dua sektor yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yaitu pariwisata dan ekonomi kreatif, yang melibatkan UMKM jumlah besar.
Landasan penting strategi pembangunan ekonomi hendaknya banyak berasal dari aspirasi masyarakat (bottom-up) terhadap berbagai tantangan ekonomi.
Dari serenceng tantangan ekonomi yang dirasakan, ada dua yang paling sering menjadi aspirasi masyarakat. Pertama, kesempatan lapangan kerja (jobs). Kedua, harga kebutuhan yang terjangkau (keterjangkauan harga/price affordability).
Kedua aspirasi ini konsisten muncul di riset internal kami, yang diadakan secara reguler sejak tujuh tahun lalu, dan selalu menjadi preferensi utama masyarakat. Kedua hal ini adalah dua mandat kesejahteraan yang kami anggap mampu meningkatkan harkat masyarakat menjadi semakin berdaya.
Jika mampu mewujudkan kedua sasaran itu, sebenarnya kita telah mampu mewujudkan sebagian besar dari prasyarat bagi terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran. Rakyat akan merasa sejahtera manakala negara mampu menyediakan lapangan pekerjaan sehingga rakyat memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang sesuai.
Begitu juga rakyat akan merasa makmur manakala penghasilan yang diperolehnya bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya karena harga dari kebutuhan hidup (living cost) terjangkau dan terjaga kestabilannya. Ini wujud dari konsep negara kesejahteraan (welfare state), di mana masyarakat menjadi poros utama pembangunan.
Dari serenceng tantangan ekonomi yang dirasakan, ada dua yang paling sering menjadi aspirasi masyarakat.
Solusi, pilar, sektor
Apa solusi dua isu utama lapangan kerja dan harga? Ada setidaknya dua solusi utama. Pertama, meningkatkan efisiensi ekonomi dan produktivitas. Ini kunci untuk menjawab isu pekerjaan dan harga. Ketika efisiensi ekonomi ditingkatkan, bisnis dan industri bisa beroperasi dengan biaya yang lebih rendah sehingga mereka lebih mampu mempertahankan dan meningkatkan lapangan kerja.
Dengan biaya produksi yang lebih efisien, perusahaan juga dapat menjaga harga produk tetap terjangkau bagi konsumen. Ini menjawab dua isu secara bersamaan: lebih banyak pekerjaan diciptakan dan harga tetap terkendali.
Kedua, mendorong inovasi yang berkelanjutan. Inovasi menjadi katalis untuk menghadirkan harga yang terjangkau secara alami. Inovasi dalam produksi dapat mengarah pada skala produksi yang lebih ekonomis yang pada praktiknya sejalan dengan prinsip negara kesejahteraan, di mana kebutuhan dasar bisa diakses seluruh lapisan masyarakat.
Sebagai fondasi, setidaknya dibutuhkan dua pilar transformasi struktural untuk merealisasikan pertumbuhan ekonomi sesuai potensi dan inklusif terhadap dua isu utama tadi.
Pilar pertama, percepatan pembangunan dan optimalisasi pemanfaatan infrastruktur. Fokus pembangunan infrastruktur antara lain (i) infrastruktur dasar (jalan, air bersih, dan sanitasi); (ii) infrastruktur pendukung kemudahan berusaha dan transformasi ekonomi, seperti teknologi informasi dan komunikasi, energi, konektivitas, dan pangan; (iii) infrastruktur yang berorientasi hijau sebagai bagian dari mitigasi perubahan iklim; dan (iv) infrastruktur pendukung hilirisasi sumber daya alam (SDA).
Pilar kedua, melanjutkan transformasi struktural sektor manufaktur yang terintegrasi dengan sektor lain. Struktur industri kita saat ini tidak cukup kuat lagi untuk menopang pertumbuhan ekonomi. Transformasi struktural tersebut setidaknya harus dilakukan melalui dua pendekatan.
Pertama, peningkatan pertumbuhan akumulasi kapital dan produktivitas agar sektor manufaktur bisa meningkatkan kapasitasnya dan berdaya saing. Pertambahan akumulasi kapital itu dicapai melalui peningkatan investasi, baik berupa mesin, bangunan pabrik, maupun investasi yang bersifat intangible, seperti riset dan pelatihan sumber daya manusia (SDM).
Dua pilar ini, selain menopang dua isu besar di atas, juga berfungsi untuk mencapai target pembangunan jangka menengah dan panjang dalam rangka Indonesia Emas 2045 dan naik kelas menjadi negara maju dan berpendapatan tinggi (high middle income). Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan (sustainably) dan merata (equitably). Dibutuhkan kapasitas dan kualitas SDM yang mampu menghasilkan produktivitas lebih tinggi, sehat, dan sejahtera.
Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan ( sustainably) dan merata ( equitably).
Dua pilar itu tentunya membutuhkan selubung institusional yang lekat dan kuat dalam bentuk reformasi dan penguatan kelembagaan serta simplifikasi regulasi. Penguatan kelembagaan difokuskan pada aspek kebijakan. Sinergi antarfaktor pemerintah dan nonpemerintah ditingkatkan dan efisiensi birokrasi diperbaiki.
Hal ini penting untuk memberikan kepastian regulasi dan perbaikan layanan yang melandasi aktivitas ekonomi agar beroperasi secara efektif dan efisien, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, inklusif, dan berkelanjutan.
Hingga saat ini, penetapan beberapa undang-undang (UU) terbaru mengakomodasi agenda penyederhanaan regulasi. UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang selanjutnya berubah menjadi UU Nomor 6 Tahun 2023 diharapkan mampu menyerap tenaga kerja Indonesia seluas-luasnya di tengah persaingan yang semakin kompetitif dan tuntutan globalisasi ekonomi.
UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan diharapkan bisa meningkatkan pertumbuhan, mengoptimalkan penerimaan negara, juga mewujudkan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum.
Di tengah upaya transformasi ekonomi dan manufaktur, kita juga memiliki dua sektor ekonomi yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi yang tinggi, serta membuka kesempatan kerja yang lebih luas.
Sektor itu meliputi pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf) serta sektor ekonomi kreatif yang pada umumnya melibatkan pelaku UMKM dalam jumlah yang besar. Sektor pariwisata bisa menjadi sumber pertumbuhan baru yang bisa memberikan dampak pengganda (multiplier effect) yang lebih besar melalui berkembangnya usaha di sekitar pariwisata, terutama bagi pelaku UMKM.
Tahun 2022, sektor parekraf menorehkan catatan kinerja positif. Nilai kontribusi PDB pariwisata sebesar 4,1 persen, dan ekspor produk ekonomi kreatif diperkirakan menembus 26,46 miliar dollar AS atau Rp 397,98 triliun.
Tahun ini, nilai tambah ekonomi kreatif ditargetkan mencapai Rp 1.297 triliun. Target kinerja tersebut diharapkan memberikan dampak yang besar dengan keberadaan lapangan kerja sebesar 22,4 juta di sektor pariwisata dan 22,29 juta di sektor ekonomi kreatif.
Penguatan ekonomi kreatif dan pariwisata dalam rangka menopang pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja ini didekati melalui dua jalur sekaligus, yaitu sisi permintaan (demand side) dan sisi penawaran (supply side).
Nilai kontribusi PDB pariwisata sebesar 4,1 persen, dan ekspor produk ekonomi kreatif diperkirakan menembus 26,46 miliar dollar AS atau Rp 397,98 triliun.
Pendekatan sisi permintaan dilakukan melalui upaya seperti peningkatan korporatisasi, peningkatan kapasitas, dan literasi keuangan. Peningkatan kapasitas, antara lain, dilakukan melalui program go digital, go export, serta pemberian bantuan teknis kepada UMKM ekonomi kreatif dan pendukung pariwisata. Pendekatan dari sisi penawaran, antara lain, dilakukan melalui kemudahan pendanaan (perbankan dan nonperbankan), termasuk insentif fiskal, baik berupa insentif pajak, subsidi bunga, maupun penjaminan kredit.
Potensi Indonesia memiliki jumlah wirausaha yang ideal cukup terbuka. Menurut riset dari IDN Research Institute tahun 2019, Indonesia memiliki jumlah warga milenial dengan minat untuk berwirausaha relatif besar, yaitu 69,1 persen. Kunci pengembangan kewirausahaan adalah pengelolaan talenta secara lebih baik melalui pendidikan, pembinaan, akses berusaha, pendanaan, dan pemasaran.
Oleh sebab itu, konsep pemberdayaan kewirausahaan perlu diintegrasikan dengan konsep pembangunan SDM. Pendidikan dan pelatihan tenaga kerja diubah menjadi pendidikan dan pelatihan vokasi berbasis pekerjaan. Dalam tataran mikro, penguatan kewirausahaan dapat dimulai dari sektor industri, diikuti sektor jasa, perdagangan, dan pertanian, melalui kerja sama pemerintah, BUMN, dan swasta.
Baca juga : Mayoritas Kekayaan Intelektual Sektor Ekonomi Kreatif Belum Terlindungi
Fundamental-struktural
Uraian di atas menjelaskan, upaya penciptaan lapangan kerja yang seluas-luasnya dan pengendalian harga bukanlah persoalan dan aspek teknis semata. Untuk mewujudkannya diperlukan langkah yang bersifat fundamental dan transformasi dan reformasi struktural.
Pada tataran mikro, tentunya aspek teknis akan berjalan mengikuti langkah yang telah diambil di tataran makro dan kebijakan. Dengan kata lain, upaya perwujudan kedua sasaran tersebut akan menjadi pembuka bagi upaya peningkatan dan perbaikan perekonomian secara komprehensif dan holistik.
Jika langkah transformasi itu dilakukan dengan berlandaskan pada fondasi transformasi yang saat ini telah terbangun, kita optimistis akan mampu meraih pertumbuhan ekonomi sesuai dengan potensinya, yang akan mampu membuka lapangan kerja seluas-luasnya, sekaligus tercipta kestabilan dan keterjangkauan harga bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sandiaga Salahuddin Uno,Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia