Senjata nuklir sangat spesial. Negara mana pun yang memilikinya akan unggul dalam dua dimensi: pertahanan dan kekuatan menyerang.
Oleh
Redaksi
·1 menit baca
Pada Rabu (16/8/2023), Kompas menurunkan berita ”Iran Kini Bisa Buat Belasan Bom Nuklir” yang mengutip penilaian Kementerian Pertahanan Amerika Serikat bahwa Iran telah dapat membuat satu bom nuklir dalam 12 hari. Pada masa sebelumnya, Iran memerlukan paling cepat setahun untuk hanya memproduksi bahan baku. Setelah itu, Iran memerlukan beberapa bulan untuk memproduksi bom nuklir.
Perkiraan bahwa Iran mampu dalam waktu cepat untuk membuat senjata nuklir memunculkan lagi pertanyaan mendasar: mengapa bom atom begitu spesial? Mengapa sejumlah negara, termasuk Iran, menempatkan isu senjata nuklir sebagai komponen penting dalam kebijakan luar negeri?
Senjata nuklir memang istimewa. Negara mana pun yang memiliki senjata itu tak hanya memiliki keunggulan maksimal dari sisi pertahanan (security), tetapi juga kemampuan menyerang (offensive). Dengan kata lain, senjata nuklir merupakan alat untuk menyerang sekaligus bertahan yang sangat dahsyat. Tak ada jenis senjata lain yang bisa menandinginya.
Pertanyaannya sekarang, mengapa Iran tidak sesegera mungkin mewujudkan bom nuklir dan memanfaatkannya sebagai alat diplomasi? Faktor apa yang mencegahnya?
Ada analisis yang menyebutkan, Iran tidak mewujudkan senjata nuklir meski sudah memiliki bahan baku dan teknologi untuk memproduksinya karena ideologi negara tersebut tak mengizinkannya membuat senjata pemusnah massal. Namun, hal itu tak berarti Iran tidak boleh memiliki bahan baku, teknologi, serta pemrosesan untuk mewujudkan senjata nuklir (Yousuf & Hussain, 2022).
Dengan kata lain, kesiapan Iran dalam hal teknologi dan bahan baku senjata nuklir tidak bertentangan dengan ideologi negara itu yang melarang kepemilikan senjata pemusnah massal. Silakan menguasai teknologi dan menyimpan bahan baku senjata nuklir, tetapi jangan mewujudkannya.
Pada 2015, kesediaan Teheran untuk mengurangi kapasitasnya dalam membuat senjata nuklir menyebabkan perjanjian nuklir Iran tercapai. Amerika Serikat pun setuju mencabut sanksi. Namun, beberapa tahun kemudian, AS di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump keluar dari perjanjian nuklir Iran. Setelah itu, seorang petinggi Garda Revolusi Iran tewas akibat diserang. Teheran merespons semua itu dengan menyatakan bahwa Iran sudah tak akan lagi mematuhi ketentuan dalam perjanjian nuklir.
Sekarang Iran dinilai sudah memiliki kemampuan memadai untuk memproduksi bom atom. Kondisi ini telah cukup untuk menjadi faktor krusial dalam diplomasi Iran dengan negara besar dan kekuatan-kekuatan di kawasan Timur Tengah, seperti Israel. Tampak jelas, sekalipun belum mewujud nyata, ”potensi senjata nuklir” telah mampu memberi efek gentar yang besar.