Membangun Sinergi Kesehatan Publik
Kesehatan merupakan satu kesatuan sistem hidup masyarakat. Oleh karena itu, kompleksitas tantangan kesehatan di Indonesia memerlukan integrasi dan kolaborasi antarpemangku kepentingan secara sinergis untuk memecahkannya.
Sejak proklamasi kemerdekaan berkumandang, negara Indonesia memiliki mandat besar untuk memberikan jaminan atas pemenuhan hidup yang layak bagi bangsa.
Salah satunya adalah di sektor kesehatan. Dalam setiap momen historis, sektor kesehatan Indonesia masih memiliki masalah dan tantangan yang terus bergerak, seiring perkembangan peradaban. Persoalan-persoalan baru ekosistem kesehatan akan selalu muncul dan memengaruhi seluruh kelindan dimensi hidup bangsa.
Masalah tengkes (stunting), gizi buruk, kematian ibu dan anak, tingginya prevalensi penyakit tidak menular, hingga masalah pemerataan infrastruktur, sumber daya, dan pembiayaan kesehatan yang memengaruhi pelayanan masih mewarnai negeri ini.
Data BPJS tahun 2022 menunjukkan jumlah belanja Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terbanyak adalah untuk penyakit jantung, kanker, dan stroke, yang merupakan penyakit kronis sekaligus mencerminkan kualitas sistem kesehatan ataupun perhatian negara terhadap kesehatan.
Artinya, potret nyata tersebut menunjukkan bahwa negara ini masih memiliki pekerjaan besar untuk menyelesaikan masalah kesehatan.
Dalam setiap momen historis, sektor kesehatan Indonesia masih memiliki masalah dan tantangan yang terus bergerak, seiring perkembangan peradaban.
Tantangan kesehatan
Sebagai negeri dengan kepulauan terbanyak keenam dunia, Indonesia memiliki kurang lebih 18.000 pulau dengan berbagai karakteristiknya.
Di satu sisi, keistimewaan ini melahirkan keberagaman dan keanekaragaman hayati luar biasa, tetapi di sisi lain memiliki kompleksitas masalah yang memengaruhi ekosistem kesehatan bangsa.
Kementerian Kesehatan pada awal 2023 melaporkan bahwa angka kematian ibu di Indonesia berada dalam kisaran 305 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih jauh dari target tahun 2024, yakni 183 per 100.000 kelahiran hidup.
Masalah sosio-kultural, sulitnya akses pelayanan kesehatan wilayah, ketimpangan fasilitas pelayanan kesehatan, rendahnya kesadaran masyarakat, dan kurangnya tenaga dokter disebut-sebut sebagai pemicu masalah tersebut.
Data Kementerian Kesehatan tahun 2023 mencatat bahwa terdapat 5 persen puskesmas belum memiliki dokter, 50 persen belum lengkap memiliki sembilan jenis tenaga kesehatan termasuk dokter, dan 42 persen RSUD kabupaten/kota belum dilengkapi dengan tujuh jenis dokter spesialis.
Data ini seakan menggenapi pernyataan Konsil Kedokteran Indonesia tahun 2022 yang menyebutkan bahwa jumlah dokter spesialis di Indonesia sekitar 54.100 dari 47 kelompok spesialisasi. Meskipun, jika dilihat dari sisi produksi, Indonesia sejatinya memiliki jumlah lulusan per tahun sekitar 12.000 dokter dari 92 fakultas kedokteran negeri ataupun swasta.
Pemenuhan kebutuhan tersebut sekilas terasa janggal karena dari sisi produksi terus berjalan, tetapi problem kekurangan dokter di puskesmas masih tetap terjadi seperti puluhan tahun yang lalu.
DPR RI secara resmi telah mengesahkan undang-undang yang diamanahkan untuk menjawab masalah kesehatan (Kompas, 12/7/2023). Pro-kontra pengesahan undang-undang pun terjadi dan menambah panjang catatan sejarah kesehatan negeri ini.
Mulai dari ketidaksepakatan publik atas penghapusan alokasi anggaran kesehatan yang dinilai tidak selaras dengan Amanah Deklarasi Abuja Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kemudahan izin dokter asing, perubahan ketentuan izin praktik, kekhawatiran kriminalisasi tenaga kesehatan, hingga polemik penyelenggaraan pendidikan dokter spesialis untuk menambah kuota dokter.
Di sektor pembiayaan kesehatan, pemerintah awal 2022 telah menandatangani Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 untuk mengoptimalkan pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Semangat kepesertaan wajib dan gotong royong dalam program JKN ternyata menimbulkan polemik di masyarakat karena dinilai kurang relevan saat mengaitkan kepesertaan JKN dengan pelayanan publik sebagai kewajiban.
Kondisi bonus demografi Indonesia di tahun 2040 juga turut menambah beban negara apabila status kesehatan masyarakat masih berada dalam kondisi kurang baik.
Dari ranah global, krisis pangan, perubahan iklim, disrupsi teknologi, perubahan geopolitik, ataupun kondisi perekonomian dunia menjadi ancaman masa depan. Kondisi bonus demografi Indonesia di tahun 2040 juga turut menambah beban negara apabila status kesehatan masyarakat masih berada dalam kondisi kurang baik.
Sinergi sistem
Kompleksitas tantangan kesehatan di Indonesia memerlukan integrasi dan kolaborasi antarpemangku kepentingan secara sinergis untuk memecahkannya. Pertama, mengoptimalkan peran institusi kesehatan untuk menjamin adanya standar keselamatan, kualitas, dan aksesibilitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat secara berkeadilan.
Lisensi dan sistem distribusi tenaga kesehatan, pengawasan fasilitas kesehatan, regulasi obat, alat, dan teknologi kesehatan, pengendalian penyakit menular, regulasi penelitian medis, promosi dan pencegahan penyakit, pengawasan pangan, asuransi dan pembiayaan kesehatan, serta penanganan darurat kesehatan atau wabah negara menjadi ranah institusi kesehatan dalam pengaturannya.
Kedua, mengoptimalkan peran institusi pendidikan sebagai pelaksana dan penanggung jawab pembelajaran untuk mencetak SDM kesehatan unggul.
Kemendikbudristek telah menetapkan adanya transformasi kebijakan pendidikan kedokteran dan kesehatan. Transformasi standar pendidikan, standar kompetensi, dan kurikulum pun dilakukan dengan adaptasi teknologi seperti penggunaan telemedicine dalam pelayanan ataupun pendidikan, memperkuat keterampilan, soft skills, serta pendidikan berbasis interprofesional.
.
Institusi pendidikan juga melakukan penjaminan mutu pembelajaran berbasis bukti atau kajian akademis, mulai dari sistem perekrutan, peningkatan kualitas proses, hingga penilaian peserta didik.
Ia juga terus berupaya menguatkan penelitian translasional dan teknologi kesehatan, dengan menggiatkan hilirisasi penelitian. Selain itu, pendidikan berbasis kewilayahan untuk akselerasi transformasi SDM kesehatan melalui penguatan layanan primer, percepatan pemenuhan dosen kedokteran, dan penyelenggaraan konsorsium turut menjadi fokus peran institusi pendidikan.
Ketiga, mengoptimalkan peran fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit sebagai wahana pendidikan untuk memberikan pengalaman praktis kepada peserta didik sekaligus menjadi unit preventif, promotif, dan rehabilitatif bagi masyarakat.
Penyelenggaraan program pendidikan kesehatan tidak terlepas dari peran wahana pendidikan yang saling menggenapi serta gayut dengan pemenuhan dan pemerataan pelayanan untuk membentuk ekosistem kesehatan yang lebih baik.
Fasilitas kesehatan juga berfungsi menjalankan peran preventif, promotif, dan rehabilitatif untuk mewujudkan kesehatan secara holistik.
Kesehatan merupakan satu kesatuan sistem hidup masyarakat.
Selain bertugas mengobati penyakit, ia juga memiliki mandat untuk mengedukasi masyarakat serta melakukan program deteksi dini untuk mengidentifikasi risiko kesehatan.
Kesehatan merupakan satu kesatuan sistem hidup masyarakat. Kejelasan batasan peran subsistem masing-masing di dalamnya memang tergolong unik dan spesifik.
Institusi kesehatan sebagai regulator pelayanan, institusi pendidikan sebagai penanggung jawab utama pembelajaran, sedangkan fasilitas kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan masyarakat.
Kolaborasi dan sinergi sistem inilah yang menjadi kata kunci untuk meningkatkan mutu kesehatan di masa depan.
Ova Emilia Guru Besar Pendidikan Kedokteran, Praktisi Kedokteran, Rektor Universitas Gadjah Mada
Ova Emilia