Boleh saja Indonesia menggenjot industri tambang, kendaraan listrik, dan membela mati-matian sawit. Namun, jangan sampai industri hulu-hilir karet semakin tertinggal dan akhirnya ”rungkad”.
Oleh
Hendriyo Widi
·3 menit baca
Bagi pemerintah, hilirisasi tambang mungkin lebih menarik. Lebih menghasilkan cuan. Sampai dicarikan investor hingga dibela mati-matian di forum Organisasi Perdagangan Internasional atau WTO. Bagaimana dengan karet?
Indonesia merupakan negara produsen karet nomor dua dunia setelah Thailand. Produksi karet Indonesia pada 2022 sebanyak 3,13 juta ton, sedangkan Thailand 4,75 juta ton. Rival terdekatnya, yakni Vietnam dan Malaysia masing-masing berada di urutan ke-3 (1,29 juta ton) dan ke-7 (377.000 ton).
Kendati berstatus sebagai produsen kedua terbesar dunia, era kejayaan karet Nusantara tengah meredup. Setelah 20-30 tahun ”berkarya” pohon-pohon karet banyak yang sudah menua. Pohon-pohon itu semakin rentan dengan penyakit gugur daun.
Rata-rata produktivitasnya tinggal 1,04 ton per hektar (ha), jauh dari sejumlah negara rival yang mencapai 1,9 ton per ha. Dewan Karet Indonesia memperkirakan produksi karet tahun ini diperkirakan bakal turun dari 3,14 juta ton menjadi 2,9 juta-3 juta ton.
Harga karet alam dunia juga sudah tak lagi menarik. Sepanjang 2014-2023, harga karet alam dunia selalu berada di bawah 2 dollar AS per kilogram (kg). Dalam satu dekade tersebut, harga komoditas itu hanya dua kali menembus 2 dollar AS per kg, yakni pada Januari 2017 dan Februari 2021.
Harga karet alam dunia juga sudah tak lagi seksi. Sepanjang 2014-2023, harga karet alam dunia selalu berada di bawah 2 dollar AS per kg.
Tim ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk memperkirakan, dalam beberapa tahun ke depan, harga karet alam dunia bakal bergerak di bawah 2 dollar AS. Pada 2023 dan 2024, harganya diproyeksikan masing-masing 1,56 dollar AS per kg dan 1,45 dollar AS per kg.
Rendahnya harga karet alam dunia itu turut menekan harga karet di tingkat petani. Saat ini, harga getah karet di tingkat petani berkisar Rp 6.000-Rp 9.000 per kg. Harga satu kilogram karet itu tak cukup untuk membeli satu kilogram beras medium. Pada Maret 2023, harga acuan terendah penjualan beras medium di tingkat konsumen ditetapkan Rp 10.900 per kg.
Tak mengherankan jika banyak petani karet, terutama di Sumatera, mengganti tanamannya dengan kelapa sawit dan tebu. Tidak hanya itu, dalam lima tahun terakhir, 2017-2022, sebanyak 45 pabrik karet remah telah tutup. Tinggal 107 pabrik yang masih bertahan.
Meskipun ekonomi Indonesia dapat tumbuh 5,17 persen pada triwulan II-2023, industri karet, barang dari karet, dan plastik justru terkontraksi. Industri tersebut tumbuh minus 7,2 persen secara tahunan. Kinerjanya semakin turun dibandingkan triwulan II-2022 yang tumbuh minus 3,23 persen secara tahunan.
Volume ekspor karet alam Indonesia juga turun dari 2,34 juta ton pada 2021 menjadi 2,04 juta ton pada 2022. Volume ekspor komoditas tersebut merosot cukup dalam dari volume ekspor pada 2017 yang mencapai 2,99 juta ton.
"Rungkad"
Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho bahkan sampai menyatakan, industri karet Indonesia diperkirakan bisa hilang 8-10 tahun lagi jika kondisinya terus seperti itu dan tidak ada solusi perbaikan (Kompas, 12/8/2023).
Meminjam sebuah kata dalam sebuah lagu yang dipopulerkan Happy Asmara, industri karet Indonesia bisa rungkad, habis-habisan atau runtuh/tumbang. Hal itu bisa terjadi jika pemerintah hanya bertindak biasa-biasa saja atas berbagai persoalan hulu-hilir karet Indonesia.
Meminjam sebuah kata dalam sebuah lagu yang dipopulerkan Happy Asmara, industri karet Indonesia bisa rungkad, habis-habisan atau runtuh/tumbang.
Thailand dan Vietnam justru memanfaatkan momentum harga rendah karet alam dunia yang tengah terjadi saat ini. Berbekal peta jalan industri karet, kedua negara tersebut memperkuat hilirisasi produk karet penopang rantai pasok otomotif, sarung tangan, alas kaki, bahkan peralatan rumah tangga.
Thailand bahkan berani memberi jaminan atau kompensasi harga pada petani pemilik kebun dan penyadap jika harga pasar karet turun di bawah patokan. Harga jaminan maksimum lembaran karet mentah sebesar 60 baht lateks 57 baht, dan gumpalan cangkir 23 baht (sekitar Rp 10.000; 1 bath setara Rp 435).
Pemerintah Thailand juga menjembatani kemitraan sejumlah industri domestik yang membutuhkan bahan baku karet dengan petani. Di sektor industri alas kaki, misalnya, Timberland, Vans, dan The North Face bekerja sama dengan para petani Thailand untuk memproduksi sepatu baru berbahan karet alam yang dikelola secara regeneratif.
Bagaimana dengan Indonesia? Kebijakan hulu-hilir karet yang digulirkan masih belum maksimal. Peremajaan tanaman karet ada, tetapi tak semasif peremajaan kelapa sawit. Serapan karet untuk proyek-proyek infrastruktur juga sudah dilakukan. Namun, tetap saja industri karet berjalan terengah-engah.
Boleh saja Indonesia menggenjot industri tambang, kendaraan listrik, dan membela mati-matian sawit. Namun jangan sampai industri hulu-hilir karet semakin tertinggal dan akhirnya rungkad.
Butuh upaya dan solusi yang lebih konkret seperti di sektor pertambangan dan perkebunan sawit. Hilirisasi karet dan integrasi rantai pasok dengan industri yang membutuhkan karet perlu digarap serius.
Boleh saja Indonesia menggenjot industri tambang, kendaraan listrik, dan membela mati-matian sawit. Namun jangan sampai industri hulu-hilir karet semakin tertinggal dan akhirnya rungkad.