Agar tidak menimbulkan kesemrawutan, bahkan mencelakakan warga, jaringan utilitas kabel harus ditata dengan cara ditanam di tanah. Perencanaan penempatan jaringan utilitas juga harus selaras dengan penataan ruang kota.
Oleh
NIRWONO JOGA
·3 menit baca
Untuk kesekian kali kesemrawutan jaringan utilitas kabel di Jakarta menelan korban. Kali ini kabel serat optik yang menjuntai di langit-langit Ibu Kota telah memakan korban seorang mahasiswa bernama Sultan Rif’at Alfatih (20) pada 5 Januari 2023 yang hingga kini masih sakit.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus mengakhiri tragedi ini untuk segera berbenah menata sarana jaringan utilitas dan mempercepat pemindahan seluruh kabel utilitas ke bawah tanah/trotoar. Lalu, langkah apa yang harus dilakukan?
Pertama, revitalisasi trotoar di sejumlah lokasi di Jakarta yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta saat ini harus diikuti dengan pembangunan sarana jaringan utilitas terpadu (SJUT) bawah tanah/trotoar. Kemudian, diiringi pemindahan jaringan utilitas berupa kabel listrik, telepon, dan serat optik, serta jaringan perpipaan air bersih, gas, dan air limbah ke bawah tanah/trotoar. Pemindahan jaringan utilitas ke bawah tanah baru mencapai 30 persen dari total 2.600 kilometer trotoar yang akan ditata hingga 2030 (Dinas Bina Marga DKI Jakarta, 2023).
Jaringan utilitas adalah jaringan instalasi dalam bentuk kabel, pipa, atau bentuk lainnya yang menyangkut kepentingan umum. Sarana jaringan utilitas terpadu (SJUT) adalah sarana untuk penempatan jaringan utilitas secara terpadu yang terletak di bawah permukaan tanah/trotoar. Sejak 2019, Dinas Bina Marga DKI bersama Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta membahas revisi Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 1999 tentang Jaringan Utilitas, tetapi hingga kini belum disahkan.
Kedua, perencanaan penempatan jaringan utilitas harus selaras dengan penataan ruang kota. Rencana Induk Jaringan Utilitas (RIJU) harus memperhatikan rencana pembangunan jangka menengah daerah, rencana tata ruang wilayah (RTRW), rencana detail tata ruang, dan rencana induk penyelenggaraan jaringan utilitas. RIJU disusun untuk lima tahun yang ditetapkan dengan peraturan gubernur, seperti Pergub Nomor 106 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelenggaraan Infrastruktur Jaringan Utilitas.
Rencana keterpaduan penempatan jaringan utilitas ditetapkan setiap satu tahun sekali. Program tahunan penempatan jaringan utilitas harus memuat lokasi rencana jaringan utilitas yang akan dipasang, kebutuhan kapasitas penggunaan, dimensi ruang dan utilitas yang diperlukan, jadwal pelaksanaan, diserahkan akhir November setiap tahun anggaran.
Jika belum tersedia SJUT atau tidak memungkinkan untuk dilakukan di bawah tanah, penempatan jaringan utilitas dapat dilakukan di atas tanah.
Ketiga, penataan ruang melalui prioritas SJUT. Penempatan jaringan utilitas wajib dilakukan pada SJUT dengan kriteria wajib dilakukan di bawah tanah dan wajib membongkar jaringan utilitasnya yang sudah tidak digunakan atas biaya sendiri.
Jika belum tersedia SJUT atau tidak memungkinkan untuk dilakukan di bawah tanah, penempatan jaringan utilitas dapat dilakukan di atas tanah dengan kriteria penempatan hanya dapat dilakukan pada jembatan, jalan tak sebidang dan simpang tak sebidang, atau jalan yang tidak dimungkinkan terbangunnya SJUT. Selain itu, menggunakan jaringan terpadu yang ditetapkan oleh pemda dan/atau teknologi penempatan jaringan utilitas di bawah tanah belum tersedia.
Keempat, pemda wajib menyediakan SJUT, tetapi jika belum mampu, badan usaha dapat bertindak sebagai pengelola SJUT, meliputi penugasan kepada badan usaha milik daerah, kerja sama pemerintah dan badan usaha, mekanisme pemanfaatan barang milik negara/daerah, hibah, pelaksanaan kewajiban pemegang izin pemanfaatan ruang, atau mekanisme lain sesuai ketentuan berlaku.
Retribusi atas pemanfaatan ruang harus dikenakan kepada penempatan jaringan utilitas dan bangunan pelengkap. Penyelenggara SJUT berhak memperoleh tarif penempatan atas penempatan jaringan utilitas pada SJUT. Badan usaha dapat memperhitungkan dan mengusulkan besaran tarif penempatan dan standar pelayanan minimal kepada pemda yang diatur dalam peraturan gubernur.
Pemda wajib menyediakan SJUT, tetapi jika belum mampu, badan usaha dapat bertindak sebagai pengelola SJUT.
Kelima, bentuk perizinan meliputi izin pembangunan SJUT diberikan kepada penyelenggara SJUT, izin pelaksanaan pembangunan jaringan utilitas sementara (IP2JUS), dan izin pelaksanaan pembangunan bangunan pelengkap (IP2BP). IP2JUS dan IP2BP ditujukan kepada pelaksanaan penempatan jaringan utilitas yang tidak menggunakan SJUT. Bagi pelaksana pekerjaan yang belum selesai, izin dapat diperpanjang setelah memperoleh rekomendasi teknis. Sementara izin yang sudah habis masa berlaku namun pekerjaan belum mulai dilakukan, harus dilakukan perizinan baru.
Untuk dapat memperoleh IP2JUS, penyelenggara utilitas wajib menyerahkan jaminan pelaksanaan perbaikan dan/atau jaminan pemeliharaan yang dapat dicairkan oleh pemda apabila terdapat pelanggaran terhadap persyaratan teknis yang ditetapkan dalam izin.
Keenam, pelaksanaan pembinaan dan pengawasan didelegasikan kepada kepala perangkat daerah sesuai dengan kewenangannya, yang didukung tim pengawas jaringan utilitas. Penyelenggara utilitas wajib membiayai dan merelokasi ke SJUT dalam jangka waktu 3-6 bulan apabila SJUT telah terbangun, relokasi ke lokasi yang ditetapkan pemda apabila terdapat lokasi yang akan digunakan oleh pemerintah untuk pembangunan bagi kepentingan umum. Selain itu, seluruh relokasi ke lokasi yang ditetapkan pemda dilakukan setelah terdapat izin penempatan jaringan utilitas, kecuali relokasi yang dilakukan dalam rangka percepatan pembangunan.
Dengan demikian, kelak pejalan kaki di trotoar, pengendara lalu lintas, dan warga yang melintas jalan raya akan merasa aman dan nyaman tanpa kabel bergelantungan atau pipa/kabel yang menyembul. Semoga.