Sebelum berutang, pastikan dulu mampu untuk membayar utang tersebut. Persiapkan ”exit policy” dari utang sehingga tidak menimbulkan utang baru yang akhirnya menumpuk.
Oleh
ANASTASIA JOICE TAURIS SANTI
·3 menit baca
Kisah pilu mengenai orang yang terlilit utang, tidak dapat membayarnya, lalu tertekan bahkan sampai nekat mengakhiri hidup masih sering terdengar. Hal ini masih terjadi di masa kini di tengah kemajuan teknologi meminjam uang yang dapat dilakukan dengan klak-klik saja.
Banyak alasan mengapa seseorang sampai harus meminjam uang. Sumber utang pun tidak hanya dari perbankan seperti yang sudah dikenal selama ini. Sekarang, hanya dengan satu atau dua kali pencet telepon seluler, uang sudah dapat berpindah ke rekening konsumen jika meminjam dari platform penyedia pinjaman daring atau online.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, hingga April 2023 ada sekitar 17 juta penerima pinjaman daring di seluruh Indonesia. Jika ditotal, jumlah nilai pokok pinjaman atau utang yang belum dilunasi (outstanding loan) sebesar Rp 50,5 triliun.
Warga Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat pertama dengan total outstanding loan utang pinjaman daring sebesar Rp 13,57 triliun. Peringkat kedua adalah warga Provinsi DKI dengan total outstanding loan senilai Rp 10,4 triliun, disusul warga Provinsi Jawa Timur dengan total outstanding loan senilai Rp 6,2 triliun.
Data ini hanya berasal dari satu sumber pemberi pinjaman, yaitu platform pinjaman daring. Belum termasuk sumber pinjaman individu lainnya, seperti perbankan, koperasi, pegadaian, rentenir, hingga kerabat dekat atau sahabat.
Masih mengacu pada data OJK, hingga April 2023 pengguna layanan pinjaman daring secara kumulatif memiliki tingkat keberhasilan membayar sebesar 97,18 persen. Artinya, dari 100 peminjam pada platform pinjaman daring, 97 pengguna berhasil membayar utangnya dalam jangka waktu sampai 90 hari sejak jatuh tempo.
Sementara tingkat wanprestasi hanya 2,82 persen. Artinya dari 100 peminjam, ada 3 yang gagal bayar dalam jangka waktu 90 hari sejak utangnya jatuh tempo. Secara angka, persentase ini cukup kecil. Akan tetapi, jika dilihat dari jumlah absolutnya, ternyata banyak.
OJK mendapati bahwa kasus pinjaman tidak lancar dalam jangka waktu 30-90 hari menimpa 2,18 juta entitas peminjam pada platform pinjaman daring perseorangan. Adapun nilai total pinjaman macet mencapai Rp 3,7 triliun.
Sekali lagi, ini baru dari satu sumber pinjaman saja, belum termasuk dari berbagai sumber lainnya yang tentu jumlahnya akan lebih besar lagi. Ingat-ingat saja, siapa teman kita yang pernah berutang, tetapi hingga saat ini belum membayar….
Salah satu penyebab terjadinya timbunan utang yang membuat penerima utang berpotensi kehilangan harapan untuk melunasinya adalah lupa memikirkan cara memperoleh uang untuk membayar utang itu.
Ketika seseorang hendak berutang dengan berbagai alasannya, hal yang lebih banyak dipikirkan adalah bagaimana cara memperoleh dana dalam waktu cepat. Bagaimana cara membayarnya biasanya menjadi urusan belakangan.
Ketika gagal membayar pinjaman, cara yang paling mudah untuk mengatasinya adalah meminjam lagi dari pihak lain untuk menutupi pinjaman pertama. Demikian seterusnya sehingga terjadi ”gali lubang tutup lubang”. Semakin lama utang pun semakin besar dan pada akhirnya membuat putus asa si peminjam.
Di masa depan, jika memang terpaksa harus berutang, tentukan dahulu bagaimana cara membayar utang tersebut. Persiapkan exit policy sehingga tidak menimbulkan utang baru yang akhirnya menumpuk.
Misalnya, apakah utang akan dibayar dengan hasil panen cabai dua pekan lagi, dari tangkapan ikan minggu ini, atau dari gajian bulan berikutnya. Cara lain, mencari sumber pendapatan baru atau berhemat ketat agar bisa menyisihkan uang lebih untuk membayar utang.
Menentukan exit policy ini rupanya belum banyak dipahami oleh para pengutang. Akibatnya masih banyak yang terjebak pada timbunan pinjaman.
Edukasi kepada masyarakat tentang pengelolaan pinjaman rupanya masih menjadi pekerjaan rumah banyak pihak terkait. Untuk menjawabnya, setidaknya dapat dimulai dari tingkat terkecil, yakni dengan saling mengingatkan jika ada teman yang hendak berutang, yakni bagaimana ia dapat membayar utangnya kelak.