Di balik karya UMKM ada ide, kreativitas, dan upaya keras mewujudkannya. Nilainya tak terhingga sehingga pantas menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Oleh
Redaksi
·1 menit baca
Usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM di Indonesia telah menjalani berbagai babak dalam dunia usaha dan situasi perekonomian. Pada awalnya, UMKM membuat barang dan menjualnya secara luring. Saat ekonomi digital berkembang, sebagian UMKM masuk ke platform digital dan menjual barang secara daring, baik secara langsung maupun bergabung dengan lokapasar.
Produksi UMKM kian berkembang, menggunakan bahan baku lokal dan ada yang impor. Pada masa pandemi Covid-19, ada UMKM yang bertahan, ada pula yang kalah dan mati. Hingga kini, rentang kemampuan, keterampilan, daya tahan, dan daya jangkau UMKM di Indonesia beragam.
Pada 2019 terdapat 65,46 juta UMKM di Indonesia, meningkat dibandingkan dengan 2013 yang sebanyak 57,9 juta UMKM. Tenaga kerja yang terlibat dalam UMKM pada 2019 sebanyak 119,56 juta orang, meningkat dari 114,1 juta orang pada 2013. Adapun kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2019 sebesar 60,51 persen dan kontribusi terhadap ekspor nonmigas 15,65 persen.
Berbagai data tersebut menunjukkan UMKM berperan strategis dalam perekonomian Indonesia. Akan tetapi, UMKM menghadap beragam persoalan, termasuk gempuran produk impor yang diperoleh konsumen dengan mudah dan murah.
Terbaru, sempat muncul kekhawatiran Tiktok akan menerapkan inisiatif Proyek S (Project S) di Indonesia. Mengutip Financial Times, 21 Juni 2023, bisnis ini memungkinkan ByteDance, perusahaan induk Tiktok, menjual produk mereka langsung kepada konsumen. Penjualan produk yang dipasarkan melalui layanan video di Tiktok ini untuk menyaingi penjual ritel daring, seperti Shein dan Amazon. Di Inggris, Proyek S digulirkan melalui fitur baru Trendy Beat.
UMKM menghadap beragam persoalan, termasuk gempuran produk impor yang diperoleh konsumen dengan mudah dan murah.
Tiktok membantah dugaan dan kecurigaan perihal inisiatif Proyek S akan diterapkan di Indonesia. Ditegaskan juga, sejak beroperasi di Indonesia dua tahun lalu, Tiktok tidak berniat menerapkan proyek yang membuka perdagangan barang impor untuk Indonesia (Kompas, 27/7/2023).
Pernyataan dan penegasan Tiktok itu melegakan. Sebab, shoppertainment menjadi peluang baru bagi UMKM dalam menawarkan produk dan menjangkau pembeli lebih luas melalui konten interaktif dan menghibur. Sebagaimana laporan Boston Consulting Group dan Tiktok pada Agustus 2022, potensi shoppertainment di Asia Pasifik pada 2025 sebesar 1 triliun dollar AS. Indonesia, Jepang, dan Korea Selatan diperkirakan berkontribusi 67 persen atas gross merchandise value (GMV) shoppertainment pada 2025.
Kelegaan dari penegasan Tiktok itu hanya sebagian dari banyak hal yang masih harus dilakukan agar UMKM bisa berjaya di negeri sendiri. Satu hal yang paling jelas, menghadapi serbuan produk impor yang masif.