Integritas Perguruan Tinggi Negeri
Menurut Indonesia Corruption Watch, paling tidak 37 kasus korupsi yang terjadi di perguruan tinggi (PT) telah dan sedang diproses oleh institusi penegak hukum. Seperti apa bentuk-bentuk umum korupsi di Perguruan Tinggi?
A man who has never gone to school may steal from a freight car; but if he has a university education, he may steal the whole railroad.
Theodore Rossevelt
Laporan utama Kompas, ”Semakin Tinggi Pendidikan, Integritas Turun”, Rabu (5/7/2023), menyoroti rendahnya integritas perguruan tinggi.
Diungkapkan bahwa Indeks Integritas Pendidikan 2022 yang diperoleh dari Survei Penilaian Integritas Pendidikan (SPIP) adalah 70,40; dan perguruan tinggi mendapat indeks terendah: 67,69! Level 2 dari skala tertinggi level 4. Liputan ini mengingatkan pada pendapat Prof Mahfud MD bahwa 87 persen dari koruptor di Indonesia berpendidikan minimal S-1 atau sarjana!
Modus generik korupsi
Nilai awal SPIP tidaklah mengherankan. Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW), paling tidak 37 kasus korupsi yang terjadi di perguruan tinggi (PT) telah dan sedang diproses oleh institusi penegak hukum.
Monica Kirya (2019) dalam Corruption in Universities: Paths to Integrity in The Higher Education Subsector, sebagaimana temuan microstructure korupsi PT (Glendinning; Orim and King: 2019), Policies and Actions of Accreditation and Quality Assurance Bodies to Counter Corruption in Higher Education, mengidentifikasi bentuk-bentuk umum korupsi di PT.
Baca juga : Integritas Pendidikan Nasional Rendah
Baca juga : Hendak ke Mana Pendidikan Tinggi Indonesia?
Pertama, patronage and capture. Patronage salah satunya dimanifestasikan dalam bentuk pemberian gelar kehormatan honoris causa dan profesor kehormatan. Meski terdapat kriteria pemberian gelar/jabatan kehormatan, tercium aroma kepentingan nonakademis dalam pemberian berbagai gelar/jabatan akademik. Selain sistem merit dan sistem karier, memang terdapat sistem nepotisme. Nepotisme yang mengarah ke atas disebut patronage system.
Kedua, licensing and accreditation. Liberalisasi pendidikan tinggi menuntut standardisasi dalam bentuk pemberian izin dan akreditisasi. Otonomi menuntut kreativitas PT dalam menghasilkan sumber pendapatan. Seperti industri hotel, ruang kuliah pun dihitung tingkat huniannya (occupancy rate). Jika masih rendah, berarti masih terbuka ruang menambah mahasiswa baru dengan melakukan diferensiasi (duplikasi) program studi (prodi).
Banyak universitas menawarkan prodi yang sejenis dan serupa, misal prodi manajemen bisnis, administrasi niaga, dan kewirausahaan. Nama program berbeda, tapi konten sama. Rapat senat akademik fakultas yang membahas usulan pembukaan prodi baru diukur dengan analisis biaya dan manfaat ekonomi serta analisis titik impas, bukan ukuran keilmuan.
Ketiga, seleksi dan penerimaan mahasiswa. Liberalisasi pendidikan dalam bentuk iming-iming otonomi melalui perubahan menjadi Perguruan Tinggi Negeri-Badan Hukum (PTN-BH) menuntut PT mencari penghasilan sebesar-besarnya melalui program mandiri.
Untuk PTN Badan Layanan Umum (PTN-BLU) dan satuan kerja (satker), daya tampung mahasiswa seleksi secara mandiri paling banyak 30 persen, sedangkan untuk PTN-BH dapat mencapai 50 persen dari kapasitas. Jalur mandiri di PTN merupakan cara menghasilkan pendapatan sebesar-besarnya dari admisi mahasiswa.
Jalur mandiri dinilai komersial karena nominal sumbangan pengembangan institusi (SPI) yang sangat tinggi. Mengutip Kompas.id (15/3/2023), SPI jalur mandiri Universitas Udayana tahun akademik 2022/2023 terendah Rp 6 juta. Rata-rata di kisaran belasan hingga puluhan juta. Bahkan, di Fakultas Kedokteran, SPI tertinggi mencapai Rp 1,2 miliar.
Keempat, financial mismanagement and procurement fraud. Sampai dengan 2022, terdapat 21 PTN-BH. Meskipun Pasal 78 UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi mewajibkan PTN memublikasi laporan keuangan, berapa persen yang tidak pernah atau jarang memublikasi laporan keuangan, berapa proses yang melaporkan laporan keuangan dalam bentuk tidak sempurna?
Jalur mandiri dinilai komersial karena nominal sumbangan pengembangan institusi (SPI) yang sangat tinggi.
Perubahan bentuk menjadi PTN-BH membawa konsekuensi dalam pricing (penetapan harga sumbangan pembinaan pendidikan/SPP atau bantuan operasional pendidikan/BOP).
Meski nirlaba, sebagai lembaga otonom, PTN-BH pasti pricing-nya adalah cost ditambah marjin mark up. Punya berbagai nama: uang kuliah tunggal (tapi terdiri dari 12 layer); sumbangan solidaritas pendidikan unggul, dan dana sumbangan institusi mahasiswa baru.
Tanpa transparansi biaya dasar (cost) dan berapa persen marjin mark up-nya, berpotensi sangat besar jadi ladang korupsi. Sebagai perbandingan, di salah satu PTN-BLU, BOP termurah Rp 1.300.000 dan termahal Rp 2.400.000. Jika BOP dari PTN-BLU dijadikan sebagai standar biaya, kemudian ada transparansi berapa persen marjin mark-up, maka tak akan terjadi huru-hara UKT di PTN.
Dalam hal procurement fraud, terdapat beberapa kasus, semisal pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Universitas Airlangga (Unair) yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2007-2012. Kasus lain, peningkatan sarana dan prasarana RS Pendidikan Unair yang bersumber dari DIPA 2009, serta kasus pengadaan IT di Universitas Indonesia tahun 2012.
Kelima, academic dishonesty, meliputi plagiarisme dan examination fraud. Di Indonesia beberapa kasus plagiarisme terjadi, bahkan pada level jabatan fungsional akademik tertinggi, profesor! Selama masa pandemi dan perkuliahan dilakukan daring, termasuk ujiannya, PT melahirkan banyak lulusan dengan predikat cum laude, yang sangat mungkin ujian dan makalah dikerjakan dengan mencontek atau dikerjakan joki.
Pembiaran academic dishonesty yang dilakukan selama studi akan membuat peserta didik punya kurva belajar bahwa mencontek tidak apa-apa. Juga, mencetak peserta didik yang berperilaku tak jujur dan kemudian akan melakukan kecurangan di berbagai bidang dalam kehidupan siswa di masa depan setelah lulus sekolah.
Menjadikan siswa di masa depan menjadi seorang yang banyak melanggar ikatan sosial dan melakukan pelanggaran etika bisnis. Academic dishonesty yang dilakukan saat proses pendidikan akan membentuk kepribadian di masa depan.
Perubahan bentuk menjadi PTN-BH membawa konsekuensi dalam pricing (penetapan harga sumbangan pembinaan pendidikan/SPP atau bantuan operasional pendidikan/BOP).
”Nexus of conflict”
Selain hasil inventarisasi modus operasi dari Kriya, Glendinning; Orim and King di atas, perlu ditambahkan lagi lokalitas modus korupsi PT Indonesia.
Secara kebiasaan, dosen adalah profesi yang merupakan nexus of conflict interest. Khusus untuk darma pengajaran, dosen memutakhirkan silabus, membuat bahan ajar (teaching notes), mengajar, membuat soal, mengawasi ujian, mengoreksi sampai dengan meng-input nilai pada sistem informasi akademik.
Pada setiap akhir semester, dosen diminta mengisi form beban kerja dosen melalui aplikasi SISTER. BKD normal adalah antara 12 satuan kredit semester (SKS) hingga maksimal 16 SKS yang setara 35 jam per pekan sampai dengan maksimal 45 jam per pekan.
Jika BKD seorang dosen di bawah 12 SKS, yang bersangkutan tidak berhak mendapat tunjangan profesi dosen. Sebaliknya, jika melebihi 16 SKS, kelebihan itu harus disembunyikan melalui mekanisme ”beban lebih”. Dengan demikian, ada proses ”fine tuning” sedemikian rupa agar BKD-nya lebih besar dari 12 SKS, tetapi tidak melebihi 16 SKS.
Ilustrasi
Sebelum dikenal term nomor induk dosen nasional (NIDN), dosen menambah penghasilannya dengan mengasong, mengajar di PT lain. Sejak penggunaan NIDN, mengajar di PT lain merupakan hal yang terlarang. NIDN dimaksudkan bahwa dosen hanya berkerja full time di PTN tempatnya bertugas.
Unsur lokalitas lainnya adalah, dosen merangkap jabatan nonakademik di luar universitas sebagai konsultan, direktur, dan komisaris di perusahaan Tbk ataupun BUMN. Ini salah satu bentuk korupsi di PTN, setidaknya korupsi waktu.
Berdasarkan penelitian (Haikal, 2023) terdapat seorang profesor yang merupakan ketua pusat studi merangkap ketua program studi, tetapi masih merangkap lagi sebagai penasihat ahli di satu lembaga negara dan komisaris di salah satu BUMN Tbk. Berapa persen waktunya yang tersisa untuk urusan akademik? Tidak hanya korupsi alokasi waktu, tetapi juga merembet ke soal reputasi.
Dosen yang moonlighting juga membahayakan reputasi universitas tempatnya bekerja. Pada korupsi base transceiver station (BTS), seorang dosen dari salah satu PTN-BH disebut namanya bukan hanya sebagai salah satu aktor, melainkan juga auktor korupsi.
Pada korupsi base transceiver station (BTS), seorang dosen dari salah satu PTN-BH disebut namanya bukan hanya sebagai salah satu aktor, melainkan juga auktor korupsi.
Lokalitas di atas persis sama dengan kesimpulan Gebhard KirchgÄssner (2014) bahwa ”moneygrubbing” atau ”money-seeking” dapat mudah ditemukan di komunitas akademis, komunitas yang mata uangnya adalah reputasi.
Kesimpulan ini juga sejalan dokumen A Harvardwatch Report berjudul Trading Truth: A Report on Harvard’s Enron Entanglements, sebagaimana dikutip dari da Silveira (2013).
Di situ ditunjukkan perilaku beberapa profesor dari Harvard pada krisis keuangan: yang mempertaruhkan reputasi mereka sebagai ilmuwan independen dengan menerima sejumlah besar uang dari industri dan, pada saat yang sama, menulis makalah ilmiah ataupun artikel di media massa untuk mendukung kepentingan industri ini.
Sudah saatnya para pemangku kepentingan mulai mengintegrasikan unit penjamin mutu akademik dengan satuan pengawasan internal sebagai the integrated anti fraud, compliance and ethic programs. Ada kutipan dari Mohammad Hatta ”Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar, kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun, tidak jujur sulit diperbaiki”.
Perguruan tinggi mencetak sarjana pandai atau sarjana berkarakter?
Shalahuddin HaikalDosen Universitas Indonesia