Sebagai medan laga utama persaingan dua kekuatan dunia, kawasan Indo-Pasifik rawan konflik. Kondisi ini harus dikelola agar Indo-Pasifik tetap stabil dan damai.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Kawasan Indo-Pasifik mendapat perhatian besar di tengah kebangkitan China sebagai kekuatan besar yang mampu menantang Amerika Serikat. Kawasan itu juga kian penting karena episentrum pertumbuhan dunia sekarang berada di Asia-Pasifik. Kombinasi dua hal ini—kebangkitan China dan episentrum pertumbuhan global di Asia-Pasifik—menyebabkan Indo-Pasifik menjadi ”medan pertarungan” kekuatan besar dunia atau great power, China dan AS.
Negara-negara Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN merupakan bagian dari Indo-Pasifik. Karena itu, ASEAN dipandang penting oleh China dan AS di tengah persaingan kedua negara. Upaya memperbesar pengaruh di Asia Tenggara menjadi krusial dalam memenangi persaingan pengaruh.
Dalam Forum Regional ASEAN (ARF), pekan lalu, di Jakarta, tampak strategi yang dilancarkan AS dan China untuk memenangi persaingan pengaruh di antara negara-negara Asia Tenggara. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, seusai ARF, Jumat (14/7/2023), menekankan kebebasan bagi siapa pun untuk terbang, berlayar, dan bertukar ide di Indo-Pasifik dengan berlandaskan hukum internasional, termasuk Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS). Ia menekankan pula keinginan Washington melakukan pendekatan kerja sama yang menyentuh langsung pembangunan negara anggota ASEAN (Kompas.id, 14 Juli 2023).
Penekanan UNCLOS dilakukan oleh Blinken di tengah sengketa teritorial antara sejumlah negara Asia Tenggara dan China di Laut China Selatan. Mahkamah Arbitrase Internasional (PCA) 2016 menolak klaim sepihak China atas sebagian besar wilayah di Laut China Selatan karena dinilai tak sesuai UNCLOS. Putusan ini keluar atas pengaduan Filipina. Kenyataan di lapangan, putusan tak bisa diterapkan.
Di sisi lain, China menekankan bahwa kehadiran kekuatan asing dan perlombaan senjata harus ditolak. Dikutip Xinhua, 15 Juli 2023, Direktur Komisi Pusat Kebijakan Luar Negeri Partai Komunis China Wang Yi, dalam sidang ARF, menyatakan, Asia-Pasifik tak memerlukan perlombaan senjata dan tidak membutuhkan model konfrontasi blok. Kawasan ini, menurut dia, menolak ”Asia-Pasifik versi NATO”.
Ungkapan Wang itu jelas merujuk pada kerja sama pertahanan Australia, Inggris, dan AS (AUKUS) yang bertujuan membantu Australia memiliki kapal selam bertenaga nuklir. Pada saat yang sama, muncul pula rencana NATO mendirikan kantor perwakilan di Jepang.
ASEAN berada di antara dua kekuatan besar itu. Ada anggotanya yang condong ke China, tetapi ada pula yang condong ke AS. Hal paling penting ialah bagaimana ASEAN mengelola situasi ini agar persaingan pengaruh tak merugikan anggotanya. Sebaliknya, pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan penduduk mereka kian terbantu.