Kinerja dapat dilihat dari kenaikan pendapatan asli daerah Kabupaten Garut pascapandemi dan penyerapan anggaran yang baik. Berbeda dengan Provinsi Lampung dengan pendapatan terendah ketiga APBD dan penyerapan terendah.
Oleh
Hadisudjono Sastrosatomo
·2 menit baca
Mensyukuri berangsur pulihnya kesehatan, kami libur bersama dengan ziarah ke kampung halaman istri. Tiga tahun menjadi tahanan rumah karena penyakit, jiwa tercerahkan menyaksikan alam terbuka.
Perjalanan ke Salawu, Tasikmalaya, di Priangan Timur, melewati Garut. Takjub melihat pertumbuhan daerah ini. Kadungora, Leles, yang dalam ingatan merupakan kampung berbeda, kini menyatu dengan kota Garut. Mengingatkan perjalanan darat ke San Francisco, California.
Tidak terlihat batas perkampungan meskipun berbeda nama. Restoran dan penginapan baru bertebaran dengan tampilan indah. Tempat dodol Garut Picnic, salah satu ikon kota, ada kafetaria dengan nama nada Sunda. Kafe Hot-tiis. Perpaduan Inggris Sunda, panas dingin.
Rumah penduduk sampai ke pelosok sudah tembok permanen dengan mobil di garasi. Jeruk Garut yang menghilang pada era Orba terlihat meski ukuran kecil.
Kejutan terakhir, kurban di lingkungan rumah istri ada tiga sapi dan beberapa domba. Makin takjub melihat juragan sapi mampu menyiapkan lebih dari 300 sapi berbagai berat. Dia mantri kesehatan daerah.
Seorang miliarder yang self-made, berbeda dengan mereka yang berjas dan berdasi di kota, dengan jabatan dan atribut yang mulia atau yang terhormat, tetapi berujung rompi tahanan dengan tangan diborgol.
Mereka yang di kota adalah cerminan Qarun abad ke-21 yang tidak terpuaskan meski dapat lembah emas tak terbatas. Masyarakat di kampung mampu menyejahterakan diri, berbagi dengan arisan kurban tiap tahun.
Warung-warung menyediakan layanan digital perbankan, kebutuhan sehari-hari, dan beragam kudapan. Ada juga yang berbentuk kerja sama dengan perusahaan besar. Pengamatan serta kajian awam ini tentu sangat bias, apalagi hal ini terjadi di wilayah yang terbatas.
Sebagai pembanding, kita belum lama disuguhi kondisi di Lampung yang jauh dari harapan. Ini terkait kinerja penguasa daerah yang alih-alih menyejahterakan rakyat, malah bermewah-mewah saat rakyat berkekurangan.
Kinerja dapat dilihat misalnya dari kenaikan pendapatan asli daerah Kabupaten Garut pascapandemi dan penyerapan anggaran yang baik. Berbeda dengan Provinsi Lampung dengan pendapatan terendah ketiga APBD serta penyerapan anggaran terendah di Indonesia.
Semoga semangat serta kejujuran di akar rumput dipayungi nakhoda pilihan 2024 yang berwawasan inklusif serta mampu menghapus kehidupan sosial politik ekonomi ekstraktif yang saat ini makin menyeruak.
Hadisudjono SastrosatomoTim Pengarah Pusat Etika Bisnis dan Organisasi SS-PEBOSS-STM PPM Menteng Raya, Jakarta