Geoekonomi, Geopolitik, dan Transformasi Ekonomi Indonesia
Transformasi ekonomi Indonesia bertujuan meningkatkan daya saing negara dalam jaringan manufaktur dunia. Kestabilan geopolitik dan geoekonomi, terutama di Indo-Pasifik, menjadi syarat utama transformasi ekonomi global.
Kekuatan ekonomi kawasan salah satunya dapat dilihat dari kontribusinya pada ekspor manufaktur dunia.
Secara statis, data Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) 2021 menunjukkan kontributor terbesar manufaktur dunia adalah Eropa (38,2 persen), diikuti Asia (36,1 persen) dan Amerika Utara (13,1 persen). Sementara Timur Tengah, Amerika Latin, Eurasia, dan Afrika masing-masing 4,5 persen, 3,1 persen, 2,7 persen, dan 2,3 persen.
Eropa dan Asia memang paling dominan, tetapi negaranya banyak. Sementara Amerika Utara hanya terdiri dari AS, Meksiko, dan Kanada di mana dominasi AS mencapai 65 persen dari total kontribusi Amerika Utara. Dapat dikatakan AS sangat dominan dalam produksi manufaktur dunia, sekaligus menunjukkan dominasinya dalam penguasaan teknologi, riset, dan inovasi.
Pergeseran gravitasi ekonomi
Gravitasi ekonomi dunia terlihat mulai bergeser. Data WTO 2021 menunjukkan, pada 1948, kontribusi AS dan Inggris pada ekspor manufaktur dunia adalah yang tertinggi, 21,6 persen dan 11,3 persen. Namun, sejak 2003, peran kedua negara sumber revolusi industri ini menurun ke 9,8 persen dan 4,2 persen dan terus menurun ke 8,4 persen dan 2,4 persen pada 2020.
Pergeseran terlihat pada semakin tingginya kontribusi Asia pada ekspor manufaktur dunia dari 14 persen (1948) menjadi 36,1 persen (2020). Sementara kontribusi Amerika Latin pada periode 1948-2021 menurun dari 11,3 persen ke 3,1 persen dan Afrika dari 7,3 persen ke 2,3 persen. Kontribusi Eropa naik tipis dari 35,1 persen ke 38,2 persen. Dapat dikatakan pergeseran gravitasi ekonomi terjadi dari AS dan Inggris ke Asia.
Baca juga: Dedolarisasi, antara Spekulasi dan Realitas
Pergeseran gravitasi ekonomi dunia ke Asia terlihat dari tingginya kenaikan kontribusi China pada ekspor manufaktur dunia sebesar hampir 17 kali lipat dari 0,9 persen (1948) menjadi 15,2 persen (2020). Hampir separuh atau sekitar 42 persen nilai tambah manufaktur Asia di dunia adalah kontribusi China.
Selain China, kenaikan kontribusi ekspor manufaktur yang cukup tinggi juga terlihat pada Eurasia di mana Rusia ada di dalamnya. Sejak berakhirnya Peran Dingin, kontribusi Eurasia pada ekspor manufaktur dunia meningkat hampir dua kali lipat dari 1,7 persen tahun 1993 menjadi 2,7 persen tahun 2020.
Pergeseran gravitasi ekonomi dunia menimbulkan konsekuensi geoekonomi dan geopolitik. Dalam konteks Indo-Pasifik, salah satunya fenomena perang mata uang antara China dan AS tahun 2005, perang dagang sejak 2016, hingga munculnya istilah perpisahan (decoupling) jaringan produksi manufaktur.
Menyadari besarnya konsekuensi negatif dari perpisahan ikatan ekonomi dalam jaringan manufaktur dunia, istilah perpisahan diubah menjadi pengurangan risiko (de-risking). Perubahan istilah yang disebutkan saat pertemuan G7 pada akhir Mei lalu di Hiroshima menunjukkan kesadaran negara-negara maju bahwa pergeseran gravitasi ekonomi harus disikapi dengan hati-hati.
Kontribusi China pada manufaktur dunia semakin kuat bersama jaringan kerja sama di mana ASEAN menjadi inti, baik mega-kawasan RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership), APT (ASEAN Plus Three: ASEAN, China, Jepang, Korea Selatan), maupun ASEAN-China FTA (Free Trade Area). Dalam konteks ini, sebagai negara pendiri kerja sama kawasan dan negara terbesar dalam produk domestik bruto dan jumlah penduduk di Asia Tenggara, Indonesia perlu berperan dalam menjaga keseimbangan geopolitik dan geoekonomi Indo-Pasifik.
Bersama Australia dan Korea Selatan, Indonesia dikategorikan sebagai negara kekuatan menengah, penyeimbang dua kekuatan besar Indo-Pasifik, AS dan China. Indonesia telah memiliki perjanjian bilateral yang menghubungkan perdagangan dan investasi (comprehensive economic partnership agreement/CEPA) dengan kedua negara kekuatan menengah, yaitu Indonesia-Australia CEPA tahun 2020 dan Indonesia-Korea Selatan CEPA tahun 2022.
Indeks kekuatan hubungan perdagangan dan investasi Indonesia-Australia masuk kategori ”menengah bawah”, sementara Indonesia-Korea Selatan masuk kategori ”tinggi” (Verico, 2020) sehingga akan saling melengkapi. Analisis lebih detail pada tingkat produk menunjukkan ketiga negara memiliki potensi membangun teknologi masa depan, baterai kendaraan listrik (Verico, 2022).
Kestabilan geopolitik dan geoekonomi, khususnya Indo-Pasifik, menjadi syarat penting keberhasilan transformasi ekonomi Indonesia.
Transformasi ekonomi Indonesia
Untuk tujuan transformasi ekonomi, Indonesia membutuhkan sektor manufaktur sebagai penarik pertumbuhan. Percepatan pertumbuhan ekonominya membutuhkan keterkaitan antara sektor manufaktur Indonesia dan jaringan manufaktur dunia. Kestabilan geopolitik dan geoekonomi, khususnya Indo-Pasifik, menjadi syarat penting keberhasilan transformasi ekonomi Indonesia.
Selain itu, setidaknya ada enam hal lain yang harus diperhatikan. Pertama, menjaga prinsip kebebasan kerja sama tanpa syarat (inclusive free), mulai dari tingkat bilateral, kawasan ASEAN, ASEAN Plus, hingga mega-kawasan RCEP. Dua prinsip lainnya berperan sebagai pelengkap, yaitu prinsip keterbukaan dan konvergensi. Prinsip keterbukaan penting untuk proses transformasi ekonomi dari perdagangan ke investasi (Masyarakat Ekonomi), sementara prinsip konvergensi penting dalam proses integrasi seutuhnya sektor riil (Pasar Tunggal).
Kedua, menjaga kestabilan dan konvergensi ekonomi Asia Tenggara, terutama saat terjadi transformasi ekonomi kawasan dari intra-perdagangan ke intra-investasi. Ketiga, menjaga agar kerja sama bilateral perdagangan dan investasi menjadi fondasi penguat kerja sama kawasan dan mega-kawasan, bukan sebaliknya.
Keempat, meningkatkan TFP (total factor productivity) Indonesia, seperti kualitas institusi, kebijakan publik, teknologi, penelitian, inovasi, kelestarian lingkungan dan orientasi ekonomi hijau di bawah payung kerja sama kawasan.
Kelima, mendorong daya dukung infrastruktur pada peningkatan skala ekonomi dan produktivitas. Keenam, meningkatkan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia Indonesia.
Baca juga: Pebisnis Utama AS Terus Datangi China
Kestabilan geopolitik dan geoekonomi, terutama di Indo-Pasifik, menjadi syarat utama transformasi ekonomi mega-kawasan, kawasan, bilateral, dan unilateral negara. Transformasi ekonomi bertujuan meningkatkan daya saing negara dalam jaringan manufaktur dunia. Peningkatan daya saing akan meningkatkan hubungan manufaktur Indonesia dengan jaringan manufaktur dunia. Semakin terhubung dengan jaringan produksi manufaktur global, semakin baik kualitas dan output manufaktur Indonesia.
Semakin tinggi kualitas dan semakin banyak produksinya, semakin tumbuh manufaktur Indonesia. Ketika manufaktur sudah kembali menjadi penarik pertumbuhan ekonomi nasional seperti periode sebelum krisis ekonomi 1998, pertumbuhan ekonomi nasional akan naik tinggi. Proporsi pekerja formal, perdagangan internasional, dan investasi jangka panjang akan meningkat karena ekonomi bergerak efisien di skala ekonomi.
Capaian ini pada akhirnya akan meningkatkan penerimaan pemerintah dan rasio pajak. Transformasi struktural ekonomi Indonesia membutuhkan kombinasi antara keterkaitan dan jaringan produksi manufaktur dunia yang utuh dan efisiensi ekonomi domestik.
Kiki Verico Tenaga Ahli Menkeu Bidang Industri dan Perdagangan Internasional dan Peneliti Senior LPEM FEB UI