Kegaduhan soal bakal diubahnya sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup sudah selesai. Mahkamah Konstitusi memutuskan sistem pemilu tetap terbuka.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam kasus ini harus dihormati. Final dan mengikat. Dalam putusan Kamis, 15 Juni 2023, MK memutuskan menolak permohonan uji materi menyangkut konstitusionalitas pasal sistem pemilu terbuka dengan komposisi hakim delapan-satu. Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion). Arief adalah hakim konstitusi yang diusulkan DPR. Hakim Konstitusi Wahiddudin Adams tidak ikut memutuskan karena sedang berada di luar negeri.
Putusan MK itu seyogianya mengakhiri kegaduhan politik yang menguras energi bangsa akibat informasi tidak valid dan tidak kredibel. Kegaduhan politik diawali cuitan Wakil Menteri Hukum dan HAM era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Denny Indrayana, pada 28 Mei 2023. Denny, yang juga calon anggota legislatif (caleg) Partai Demokrat, mengaku mendapat informasi kredibel bahwa MK akan mengembalikan sistem pemilu menjadi tertutup. Dalam cuitan awalnya, Denny mengatakan, MK akan mengembalikan sistem pemilu menjadi tertutup dengan komposisi enam-tiga. Informasi Denny itu ternyata berbeda.
Dalam jumpa pers setelah putusan dibacakan, Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan, rapat permusyawaratan hakim baru dilakukan pada 7 Juni 2023 dan dibacakan pada 15 Juni 2023. Adapun Denny mencuit pada 28 Mei 2023. MK akan melaporkan Denny kepada organisasi advokat di Indonesia atau Australia, tempat bergabung. Dalam cuitannya belakangan, Denny mengatakan, cuitannya itu merupakan pandangan kritis terhadap MK dan ia menghormati MK.
Cuitan Denny sempat direspons Susilo Bambang Yudhoyono, bakal terjadi chaos politik jika MK betul-betul mengembalikan pemilu ke sistem tertutup. Biarlah publik menilai manuver Denny.
Dengan adanya putusan MK itu, seharusnya diskursus perubahan sistem pemilu diakhiri. Pengawasan publik harus ditujukan pada kesiapan penyelenggara pemilu, yakni KPU, dalam menyusun keputusan KPU, apakah itu berkaitan dengan pelaporan dana kampanye, keterwakilan perempuan dalam pencalonan anggota legislatif, serta pembersihan data pemilih yang mulai dipersoalkan sejumlah kalangan.
Dalam bagian pertimbangannya, sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup tidak terkait dengan konstitusionalitas. Kedua sistem pemilu mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Justru yang harus dipersiapkan adalah bagaimana partai politik menyiapkan kadernya untuk menjadi caleg yang mempunyai compassion (kasih sayang) terhadap rakyat.
Sejauh ini, kepercayaan publik kepada DPR dan parpol tergolong rendah. Anggota Dewan, dalam persepsi publik, teralienasi dengan rakyat yang memilihnya. Anggota DPR kini cenderung menjadi wakil parpol yang langkah politiknya tidak sesuai dengan kehendak publik.
Editor:
PAULUS TRI AGUNG KRISTANTO, ANTONIUS TOMY TRINUGROHO