Pembukaan lapangan pekerjaan melalui wadah kewirausahaan lebih memberdayakan mereka dan juga produktif. Pemerintah perlu berusaha mencari cara yang tepat untuk mengangkat harga diri warga miskin.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Persoalan kemiskinan menjadi persoalan setiap pemerintahan. Pemerintah sekarang berusaha menuntaskan masalah ini. Dana besar dikucurkan dalam program perlindungan sosial.
Pemerintah menaikkan usulan anggaran perlindungan sosial atau perlinsos tahun depan hingga melebihi alokasi selama pandemi Covid-19 untuk mengejar target pengentasan rakyat dari kemiskinan ekstrem. Dalam paparan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM- PPKF) Tahun Anggaran 2024, Kementerian Keuangan mengusulkan alokasi anggaran perlindungan sosial Rp 503,7 triliun sampai Rp 546,9 triliun. Setelah pendidikan, usulan anggaran itu menjadi alokasi kedua terbesar dalam kerangka Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2024 (Kompas, 5/6/2023).
Pemerintah beralasan anggaran yang meningkat itu terutama dibutuhkan untuk menghapus kemiskinan ekstrem pada 20224. Meskipun demikian, keinginan ini memunculkan kritik. Instrumen bantuan sosial bukan satu-satunya solusi. Untuk menurunkan jumlah orang miskin secara signifikan, dibutuhkan pendekatan komprehensif dan produktif lewat penciptaan lapangan kerja.
Kita perlu mempertanyakan dari mulai alasan hingga prosedur dan penggunaan anggaran perlindungan sosial ini. Alasan peningkatan itu sendiri sejauh ini belum meyakinkan. Semua pasti sepakat bahwa masalah kemiskinan harus dituntaskan namun tentu tidak bisa dengan begitu saja meningkatkan dana perlindungan sosial. Kita belum memiliki contoh-contoh yang kuat sehingga dengan pengucuran dana maka masalah kemiskinan akan tuntas.
Riwayat sukses sebuah program bisa digunakan untuk mereplikasi penuntasan masalah kemiskinan namun sepertinya tidak kita tidak mempunyai contoh yang cukup bahwa masalah tersebut tuntas dengan memperbesar anggaran perlindungan sosial. Dana perlindungan sosial memang dibutuhkan untuk warga yang terjerat dalam kemiskinan ekstrem namun tentu masalah ini perlu ditindaklanjuti dengan program pemberdayaan.
Dari sisi prosedur, pengaliran dana, terutama yang tunasi, selalu memunculkan polemik sejauh belum ada instrumen pengawasan yang memadai. Pengaliran dan penggunaan dana masih membutuhkan pengawasan yang ketat sehingga dana tiba di penerima dalam jumlah dan waktu yang tepat. Korupsi tetap menjadi masalah yang mudah muncul ketika dana tunai mengalir ke warga.
Di ujung adalah soal penggunaan. Kita berharap dana perlindungan sosial tiba dan digunakan oleh penerima secara tepat. Akan tetapi tentu pemerintah tidak bisa memantau terlalu dalam. Kita berharap penggunaan dana bisa benar-benar untuk menangani kemiskinan. Memastikan peran perempuan (ibu) di dalam pengelolaan dana tunai di masyarakat sedikit banyak bisa menekan penyalahgunaan dana yang diterima.
Di samping itu harga diri masyarakat perlu dibangun melampaui pengaliran dana untuk menuntaskan masalah kemiskinan. Pembukaan lapangan pekerjaan melalui wadah kewirausahaan lebih memberdayakan mereka dan juga produktif. Pemerintah perlu berusaha mencari cara yang tepat untuk mengangkat harga diri warga miskin.