Pembicaraan antara Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi dan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan menjadi indikasi kuat normalisasi hubungan Mesir-Turki.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN, DARI KAIRO, MESIR
·4 menit baca
Hubungan Mesir-Turki segera menuju normalisasi, menyusul kemenangan Presiden Recep Tayyip Erdogan atas saingannya, Kemal Kilicdaroglu, pada pemilu presiden putaran kedua hari Minggu lalu (28/5/2023). Dengan kemenangan tersebut, Erdogan akan menjabat presiden Turki untuk lima tahun mendatang, 2023-2028.
Gerakan kuat menuju normalisasi hubungan Mesir-Turki mulai terlihat. Hal itu antara lain tampak setelah Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi pada Senin (29/5/2023) menelepon Presiden Erdogan untuk menyampaikan ucapan selamat atas kemenangan Erdogan dalam pemilu presiden Turki.
Percakapan telepon antara Presiden El Sisi dan Presiden Erdogan ternyata tidak hanya sebatas menyampaikan ucapan selamat, tetapi keduanya memutuskan meningkatkan hubungan bilateral Mesir-Turki dengan segera saling mengirim duta besar antara Kairo dan Ankara.
El Sisi dan Erdogan juga berbicara tentang betapa kuatnya hubungan sejarah Mesir-Turki.
Isu normalisasi hubungan Mesir-Turki, menjadi isu terpenting pada tahun 2023 yang akan memengaruhi situasi Timur Tengah setelah normalisasi hubungan Iran-Arab Saudi dengan mediasi China pada bulan Maret lalu.
Seperti halnya Iran dan Arab Saudi, Mesir dan Turki adalah dua negara besar di Timur Tengah dengan populasi penduduk terbesar di kawasan tersebut. Mesir memiliki penduduk sekitar 104 juta jiwa dan Turki sekitar 85 juta jiwa.
Normalisasi
Gerakan menuju normalisasi hubungan Mesir-Turki, sesungguhnya mulai menggeliat pasca normalisasi hubungan Qatar dengan kuartet negara Arab (Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab plus Mesir) dalam forum KTT Dewan Kerja sama Teluk (GCC) di kota Al-Ula – Arab Saudi pada tahun 2021.
Dalam konflik di Arab Teluk, Turki memihak Qatar dengan membangun pangkalan militer Turki dekat kota Doha. Adapun Mesir memihak Arab Saudi dengan ikut memboikot Qatar.
Pasca normalisasi hubungan Qatar dan kuarter negara Arab, hubungan Mesir-Turki mulai ikut mencair.
Pada pertengahan tahun 2021, pejabat tinggi dari kementerian luar negeri Turki mengunjungi Kairo untuk melakukan pembicaraan perdana dalam upaya menurunkan ketegangan hubungan Mesir-Turki yang telah berlangsung selama satu dekade terakhir.
Hubungan tegang Mesir-Turki, dipicu oleh sikap Turki yang mengecam dan menolak aksi militer Mesir menggulingkan Pemerintah Presiden Mursi pada Juli 2013.
Hubungan kedua negara semakin tegang, menyusul Turki menampung tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin (IM) dan tokoh oposisi Mesir lainnya. Wilayah Turki, khususnya kota Istanbul, menjadi basis gerakan politik tokoh-tokoh oposisi Mesir melawan pemerintah Presiden El-Sisi.
Namun mulai pertengahan 2021, Turki memberi isyarat tentang keinginannya membangun hubungan baik dengan Mesir.
Isyarat tersebut seperti Turki menginstruksikan kepada para tokoh IM dan oposisi Mesir lainnya yang bermukim di Turki, menghentikan aksi provokasinya terhadap pemerintah Mesir. Maka corong provokasi kubu oposisi Mesir, seperti stasiun televisi, media online dan cetak, yang beroperasi dari Turki diminta ditutup oleh pemerintah Ankara.
Banyak tokoh IM dan oposisi Mesir lainnya kemudian memilih hengkang dari Turki dan pindah ke sejumlah negara Eropa, seperti Inggris dan Swiss. Adapun tokoh-tokoh oposisi Mesir yang masih bertahan di Turki, diminta tidak melakukan kegiatan politik. Beberapa tokoh oposisi Mesir yang tidak mengindahkan instruksi pemerintah Turki, ditahan oleh aparat keamanan Turki.
Perkembangan signifikan terkait isu normalisasi hubungan Mesir-Turki, terjadi ketika Presiden El Sisi dan Presiden Erdogan sama-sama menghadiri pembukaan piala dunia akhir tahun 2022 di Doha – Qatar.
El Sisi dan Erdogan saling bersalaman dan terlibat pembicaraan selama 40 menit pada saat acara pembukaan piala dunia itu. Itu adalah pertemuan puncak pertama El Sisi – Erdogan dengan memanfaatkan pembukaan piala dunia di Qatar.
Pasca pertemuan puncak di Qatar, arus gerakan normalisasi Mesir-Turki semakin kencang.
Menlu Mesir, Sameh Shoukry, mengunjungi Turki pada Februari lalu sebagai kunjungan solidaritas Mesir atas bencana gempa besar di Turki yang membawa korban lebih dari 50 ribu di Turki dan Suriah.
Presiden El Sisi juga menelepon Presiden Erdogan untuk menyampaikan bela sungkawa atas bencana gempa bumi besar di Turki.
Menlu Turki, Mevlut Cavusoglu, kemudian membalas kunjungan dengan mengunjungi kota Kairo pada Maret lalu. Menlu Mesir, Sameh Shoukry, kembali mengunjungi Ankara pada 13 April lalu atas undangan menlu Turki, Mevlut Cavusoglu.
Sebelum pemilu Turki, Erdogan berjanji akan menggelar pertemuan puncak dengan Presiden El Sisi yang waktu dan tempatnya akan ditentukan pasca pemilu Turki.
Menurut guru besar ilmu politik pada universitas Kairo, Tareq Fahmi, begitu cepatnya gerakan menuju normalisasi hubungan Mesir-Turki adalah ungkapan keinginan kedua negara membuka lembaran baru dalam hubungan bilateral kedua negara. Fahmi menyebut, normalisasi hubungan Mesir-Turki tidak hanya berdampak positif terhadap hubungan bilateral kedua negara, tetapi juga atas situasi di Timur Tengah.
Selama ini, Mesir dan Turki adalah pemain utama di Libya dan laut Mediterania bagian timur yang kaya gas. Oleh karena itu, normalisasi hubungan Mesir-Turki akan berdampak akan turunnya tensi ketegangan di Libya dan laut Mediterania bagian timur.
Bahkan diharapkan Mesir-Turki bisa bekerja sama menciptakan perdamaian di Libya dengan terbentuknya satu pemerintahan di negara itu. Libya selama hampir satu dekade terakhir ini, memiliki dua pemerintahan di Tripoli dan Benghazi.