Kita juga mempertanyakan niat baik dari kebijakan itu. Apalagi, pemerintah selalu mengemukakan bahwa visi maritim harus diperkuat.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Ekspor pasir laut kembali dibuka. Berbagai alasan mengemuka dan terkesan bukan merupakan langkah berbahaya. Ekspor pasir laut adalah isu kedaulatan.
Keran ekspor pasir laut kembali dibuka setelah dilarang sejak 2002. Kebijakan ini dipertanyakan beberapa kalangan karena ada potensi terjadi kerusakan lingkungan. Pembukaan izin ekspor pasir laut tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Dalam PP itu disebutkan bahwa yang dapat dimanfaatkan berupa pasir laut dan/atau material sedimen lain berupa lumpur. Pasir laut digunakan untuk reklamasi dalam negeri, pembangunan infrastruktur, dan pembangunan prasarana oleh pelaku usaha. Ekspor dimungkinkan sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan (Kompas, 30/5/2023).
Aturan ini mengulang kembali perdebatan 20 tahun lalu. Kerusakan lingkungan menjadi isu utama saat itu. Ekosistem laut menjadi terganggu karena eksploitasi pasir merusak dasar laut kita. Pengaturan apa pun, ketika pintu ekspor dibuka, maka akan memunculkan potensi kerusakan ekosistem laut dan pantai. Apalagi dilakukan dalam jumlah besar dan di tempat yang memiliki kekayaan hayati.
Isu lainnya adalah, saat ini negara tetangga mudah sekali melakukan reklamasi pulau dengan mendapatkan pasir laut dari Tanah Air. Perdebatan muncul karena isu lingkungan dan rasa tidak adil ketika luas wilayah mereka bertambah dan penambahan itu dari tanah kita. Apalagi penambahan luas pulau tersebut sangat nyata.
Dari kejadian masa lalu tersebut, kita bisa melihat permintaan pasir laut memang sangat besar. Beberapa negara ingin meluaskan wilayahnya karena perkembangan ekonomi. Ketika Indonesia menghentikan ekspor pasir laut, mereka mencari sumber baru. Salah satunya adalah Myanmar. Oleh karena itu, kebutuhan pasir laut tetap saja ada. Apalagi reklamasi pantai mereka sudah merupakan proyek jangka panjang.
Kita juga mempertanyakan niat baik dari kebijakan itu. Apalagi pemerintah selalu mengemukakan bahwa visi maritim harus diperkuat. Apa jadinya ketika keinginan itu digerogoti dengan kepentingan sempit dengan membuka ekspor pasir laut? Kekuataan kita sendiri dalam arti jengkal tanah dan air berkurang hanya karena kebijakan yang tak memiliki alasan kuat.
Kita sepakat bahwa visi maritim Indonesia harus diperkuat. Oleh karena itu, berbagai kebijakan yang mendukung seharusnya terus dihasilkan, bukan malah kebijakan seperti ekspor pasir laut. Memperkuat ekosistem perairan laut dan memberdayakan mereka yang berada di ekosistem laut lebih diperlukan. Mereka menjadi kekuataan dari visi maritim Indonesia.
Visi maritim itu juga harus memperkuat kedaulatan kita di laut. Berbagai kebijakan dan langkah terus dilakukan agar kita kembali menjadi negara maritim. Suatu saat kita akan bangga negeri kita kembali kuat di laut dan diperhitungkan oleh negara lain. Kebijakan ekspor laut sepertinya berkebalikan dengan visi yang dibangun oleh pemerintah sekarang.