Sejak 2005, level utang AS telah berada di atas 60 persen dari PDB. Level utang yang tinggi dan tren defisit fiskal yang melebar merupakan dua indikasi ketidaksinambungan fiskal yang mengarah ke risiko gagal bayar.
Oleh
IRMAN FAIZ
·4 menit baca
Awal Mei 2023, publik dihebohkan oleh pernyataan Menkeu AS Janet Yellen bahwa Pemerintah AS akan kehabisan uang kas di awal Juni 2023 dan mengalami gagal bayar jika Kongres tak menaikkan batas maksimal utang atau membolehkan sementara utang AS untuk melebihi batas itu.
Batas maksimal utang (debt ceiling) AS saat ini 31,4 triliun dollar AS, sementara pada akhir 2022 level utang AS telah mencapai 30,9 triliun dollar AS. Debt ceiling merupakan aturan yang dibuat badan legislatif AS pada 1917 dengan tujuan menjaga kesehatan fiskal negara.
Namun, batas ini bisa diubah jika ada kebutuhan operasional negara yang mendesak atau dirasa dibutuhkan lewat persetujuan mayoritas Kongres. Sejak 1960, debt ceiling telah diubah, secara permanen ataupun sementara, atau telah dihentikan sementara sebanyak 78 kali.
Sejak 2005, level utang AS telah berada di atas 60 persen dari produk domestik bruto/PDB (level aman yang disepakati banyak pihak untuk negara maju). Level utang ini terus meningkat hingga 121 persen dari PDB pada 2022. Hal ini sejalan dengan defisit fiskal yang terus meningkat.
Total defisit fiskal AS sepanjang 2006-2022 mencapai 18,2 triliun dollar AS, meningkat dari 2,3 triliun dollar AS pada 1988-2004. Tarif pajak yang relatif rendah daripada negara maju lain, serta belanja negara yang semakin ekspansif, mendorong pelebaran defisit fiskal AS, terutama saat pandemi Covid-19.
Peningkatan debt ceiling pada 2021 jadi yang terbesar sejak 1960, mencapai 9,4 triliun dollar AS. Kondisi ini tentu bertentangan dengan prinsip keberlanjutan fiskal. Ini yang melandasi polemik di AS, di mana Kongres meminta perubahan struktural pada struktur anggaran pemerintah jika debt ceiling disesuaikan, tapi pemerintah Biden meminta kenaikan tanpa syarat.
Level utang yang tinggi dan tren defisit fiskal yang melebar merupakan dua dari berbagai indikasi ketidaksinambungan fiskal yang mengarah ke risiko gagal bayar. Jika AS gagal bayar, tentu dampaknya akan besar bagi sistem keuangan global.
Surat utang AS mayoritas dipegang Jepang, China, dan Inggris. Per awal 2023, kepemilikan Jepang mencapai 1,1 triliun dollar AS, diikuti China dan Inggris masing-masing 859 miliar dollar AS dan 668 miliar dollar AS.
Ketiga negara ini juga pemeran penting pada sistem keuangan global. Jika terdapat guncangan pada sistem keuangannya, dampak lanjutannya juga akan memperburuk kondisi keuangan global.
Selain itu, aktivitas ekonomi di sektor riil tentunya akan terdampak jika perputaran uang di sektor keuangan terganggu. Pertumbuhan ekonomi AS dan global secara umum dapat melemah lebih lanjut, atau dalam kondisi yang lebih buruk, resesi tidak dapat dihindarkan.
Oleh karena itu, disiplin fiskal perlu diutamakan. Disiplin fiskal berarti mengharuskan pemerintah menjaga kondisi fiskal yang konsisten dengan stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan yang berkelanjutan melalui berbagai aturan fiskal.
Urgensi defisit fiskal
Debt ceiling adalah salah satu bentuk dari aturan fiskal yang harus ditegakkan untuk mencapai disiplin fiskal. Namun, dalam kasus AS, defisit fiskal yang terus melebar membuat level utang melebihi batasannya. AS perlu menerapkan aturan fiskal yang dapat membatasi defisit.
Di Indonesia, dalam UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara, defisit fiskal dibatasi maksimal 3 persen dari PDB. Artinya, penerbitan utang untuk menutupi defisit pun dibatasi sesuai kapasitas ekonomi yang dicerminkan oleh PDB.
Pada saat pandemi, melalui UU No 2/2020, defisit fiskal diperbolehkan untuk berada di atas 3 persen PDB karena kebutuhan pembiayaan stimulus pandemi di saat penerimaan negara yang turun akibat penurunan aktivitas ekonomi. Syaratnya, rasio defisit itu harus kembali lagi menjadi di bawah 3 persen pada 2023.
Disiplin fiskal yang diterapkan Indonesia berhasil menjaga rasio utang pemerintah di bawah 40 persen per Maret 2023.
Dalam implementasinya, defisit fiskal Indonesia kembali ke bawah 3 persen pada 2022, didukung oleh peningkatan penerimaan negara di tengah perbaikan ekonomi dan meningkatnya harga komoditas. Disiplin fiskal yang diterapkan Indonesia berhasil menjaga rasio utang pemerintah di bawah 40 persen per Maret 2023.
Dalam kasus AS, batasan defisit fiskal dapat diterapkan dan dicapai dengan meningkatkan penerimaan negara. AS negara dengan tarif pajak yang relatif rendah dibandingkan negara lain. Selain itu, penyesuaian belanja yang bersifat diskresi (nonmandatory) yang mencapai 27 persen dari total anggaran AS juga dapat membantu menjaga defisit fiskal. Melalui disiplin fiskal dan penerapan aturan fiskal yang tepat, negara dapat menjaga keberlangsungan fiskal ke depan, termasuk AS.