Indonesia Perlu Waspadai Dampak Potensi AS Gagal Bayar Utang
Indonesia dinilai perlu mewaspadai dampak kegagalan Amerika Serikat dalam membayar utangnya. Sebab, hal ini bisa berdampak pada perdagangan, penanaman modal di dalam negeri, serta kebijakan moneter dan fiskal Indonesia.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kegagalan Amerika Serikat atau AS dalam membayar utangnya berpotensi memicu krisis keuangan global. Indonesia dinilai perlu waspada meski tingkat ketergantungan terhadap AS cukup rendah sehingga dampak krisis dianggap tidak terlalu signifikan. Sejumlah langkah antisipasi perlu diambil untuk mencegah dampak ekonomi yang semakin parah.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen menyampaikan bahwa Pemerintah AS berpotensi gagal membayar (default) utangnya pada 1 Juni 2023. Hal ini tidak hanya berdampak pada pasar domestik AS, tetapi juga pada skala dunia yang di antaranya berisiko memicu krisis keuangan global.
Peneliti Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan mengatakan, ekonomi global dipengaruhi faktor geopolitik, ekonomi AS, serta ekonomi China dan Uni Eropa. Potensi gagal bayar utang merupakan salah satu hal yang dapat memengaruhi ekonomi global.
”Potensi gagal bayar utang AS ini bersifat temporer, tidak berdampak jauh karena yang terpengaruh adalah sektor keuangan,” ujar Abdul dalam konferensi pers bertajuk ”Ekonomi Indonesia di Tengah Pusaran Risiko Gagal Bayar Utang Amerika” secara daring dari Jakarta, Senin (8/5/2023).
Akan tetapi, dampaknya ke ekonomi Indonesia dinilai tidak signifikan. Sebab, tingkat ketergantungan (dependensi) Indonesia terhadap AS dari sektor perdagangan tergolong kecil. Hal ini antara lain tecermin dalam data perdagangan per Januari-Maret 2023 di mana ekspor non-migas Indonesia ke AS mencakup 9,22 persen dengan tingkat impor 4,79 persen. Apabila AS gagal membayar utangnya, lanjut dia, permintaan AS terhadap barang atau jasa dari Indonesia otomatis akan menurun.
Selain perdagangan, potensi gagal bayar utang oleh AS juga dinilai akan berdampak pada penanaman modal di dalam negeri serta kebijakan moneter dan fiskal Indonesia. Tingkat penanaman modal asing (PMA) dari AS pada 2022 mencapai enam persen. Jumlah ini tidak terlalu signifikan, tetapi mayoritas berada di sektor strategis, seperti energi.
Resesi yang terjadi di AS mulai terasa dampaknya di Indonesia. Hal ini seperti nilai ekspor Indonesia ke AS yang menurun pada Januari-Februari tahun 2022 dan 2023, tetapi nilai impor malah meningkat.
Gejolak pada arus modal keluar (capital outflow) dapat berdampak ke kebijakan moneter Indonesia melalui nilai tukar yang berujung memengaruhi suku bunga acuan. Sementara dalam kebijakan fiskal, pengaruhnya terlihat pada peningkatan imbal hasil surat berharga negara. Hal itu membuat biaya yang dibayarkan pemerintah menjadi kian mahal dan menyebabkan kenaikan cicilan dan pokok utang.
Menurut Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad, resesi yang terjadi di AS mulai terasa dampaknya di Indonesia. Hal ini antara lain terlihat dari nilai ekspor Indonesia ke AS yang menurun pada Januari-Februari 2023, tetapi nilai impor malah meningkat.
Dia mengutip data Kementerian Perdagangan yang melaporkan ekspor non-migas Indonesia ke AS menurun dari 4,95 miliar dollar AS pada Januari-Februari 2022 menjadi 3,85 miliar dollar AS pada periode yang sama tahun 2023–setara dengan penurunan 22,14 persen. Pada saat yang sama, nilai impor nonmigas Indonesia dari AS meningkat dari 1,12 miliar dollar AS menjadi 1,35 miliar dollar AS–setara dengan kenaikan 20,13 persen.
”Apabila AS tidak dapat membayar utangnya, tentu saja kondisi ini dapat bertambah buruk meski tidak signifikan ke Indonesia,” ujar Tauhid.
Selain itu, kata Tauhid, merujuk data Bank Indonesia, jumlah utang Indonesia dalam mata uang dollar AS per Maret 2023 mencapai 272,94 miliar dollar AS atau sekitar Rp 4.039 triliun (1 dollar AS= Rp 14.800). Angka itu mencapai sekitar 67,4 persen dari total utang luar negeri Indonesia yang mencapai 404,878 miliar dollar AS.
Jumlah utang Indonesia dalam mata uang asing, kata Tauhid, dapat membengkak apabila nilai tukar rupiah melemah. Hal ini perlu diantisipasi oleh pemerintah dengan mendiversifikasi jenis mata uang dan negara asal utang. Pertimbangannya dapat didasarkan pada negara dengan kebijakan fiskal yang kuat sehingga Indonesia tidak perlu bergantung pada satu atau dua negara tertentu.
Seperti diberitakan, situasi darurat keuangan disampaikan Menteri Keuangan AS Janet Yellen dalam surat resmi kepada Ketua DPR AS Kevin McCarthy pada 1 Mei 2023. Ketentuan maksimum (pagu) utang AS sebesar 31,4 triliun dollar AS telah mencapai batasnya pada Januari 2023 lalu.
Sejak saat itu, Departemen Keuangan AS telah mengambil tindakan di luar kebiasaan yang memungkinkannya untuk terus membiayai kegiatan pemerintah. Uang tunai hasil penerimaan negara dan langkah-langkah di luar kebiasaan yang dikelola Departemen Keuangan AS tak akan cukup untuk membayar kewajiban-kewajiban pemerintah federal mulai Juni 2023 (Kompas, 3/5/2023).