Menyikapi Kekhawatiran Dampak Teknologi Kecerdasasan Buatan
Kemajuan pesat dalam kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) menimbulkan harapan namun juga rasa takut.
Kemajuan pesat dalam kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) menimbulkan harapan namun juga rasa takut. Kecerdasan buatan memang sangat diperlukan organisasi. Namun banyak dari mereka terlambat menyadari penggunaannya, sehingga ketinggalan dalam menggunakannya untuk kemudahan kerja, produktivitas, efisiensi, dan keunggulan daya saing.
Namun seberapa besar kekhawatiran itu perlu ?
Menurut Khauzode dan Sarode (2020), kecerdasan buatan adalah integrasi antara kemampuan komputer dan tubuh manusia yang menampilkan uraian yang mengandung kecerdasan yang berasal dari olahan komputer. Lebih lanjut kecerdasan buatan adalah kemampuan berpikir dari mesin dengan memakai data dan model matematis, untuk meniru perilaku manusia, sehingga dapat memberi uraian, yang dapat dipahami oleh pemakainya. '
Kecerdasan buatan membantu mengenali pola atau sistem dari fenomena yang menjadi perhatiannya, melakukan tugas yang biasanya dilakukan manusia, membantu membuat pilihan pengambilan keputusan, serta alat pembelajaran membangun pengalaman baru dan kemampuan atau kapabilitas baru.
Keuntungan dari kecerdasan buatan diidentifikasi oleh Vasista (2022). Keuntungan itu adalah (1) Memberi dampak berkualitas pada sumber daya manusia di pasar tenaga kerja; (2) Membantu layanan kesehatan dan kedokteran yang lebih aman; (3) Melancarkan dan meningkatkan akurasi transaksi nasabah dengan layanan perbankan; (4) Mengatur kelancaran lalu lintas pada transportasi darat, laut dan udara; (5) Meningkatkan efisiensi (lebih murah biaya) dan produktivitas dari bisnis perusahaan.
Kemudian, (6) Membantu pembuatan keputusan yang lebih tepat; (7) Membantu pembelanjaan (retail) yang lebih memuaskan pada pengalaman konsumen; (8) Melancarkan otomisasi dan ketepatan bagi industri manufaktur; (9) Memodernisir industri layanan konsumen, dengan meningkatkan layanan kepada konsumen, dari industri perhotelan, agen perjalanan, bisnis peristirahatan (resort), perusahaan asuransi, dan lembaga pendidikan; (10) Mempermudah dapat akses dari industri hiburaan (entertainment) seperti musik, film, video games, sirkus dan olahraga.
Jenis kecerdasan terbaru yang ramai dibicarakan adalah kecerdasan buatan generatif dengan model bahasa besar (large language model/LLM). Model ini merupakan sistem yang mendukung ChatGPT, bot percakapan yang dibuat oleh Open AI, sebuah perusahaan rintisan yang telah mengejutkan para penciptanya dengan bakat tak terduga yang mereka miliki ketika produk mereka telah ditingkatkan kemampuannya. Kemampuan yang muncul tersebut mencakup segala hal, mulai dari memecahkan teka-teki logika dan menulis kode komputer hingga mengidentifikasi film dari ringkasan plot yang ditulis dalam emoji.
Kemampuan tersebut menjadi nyata bagi masyarakat luas ketika ChatGPT dirilis pada bulan November tahun lalu. Satu juta orang telah menggunakannya dalam waktu satu minggu; 100 juta orang dalam waktu dua bulan. Aplikasi ini segera digunakan untuk membuat esai sekolah dan pidato pernikahan. Popularitas ChatGPT, dan langkah Microsoft untuk mengintegrasikankannya ke dalam mensin pencari Bing mendorong perusahaan saingannya untuk merilis bot sejenis.
Model-model ini siap mengubah hubungan manusia dengan komputer, pengetahuan, dan bahkan dengan diri mereka sendiri. Para pendukung kecerdasan buatan berargumen tentang potensinya untuk memecahkan masalah besar dengan mengembangkan obat baru, merancang bahan baru untuk membantu memerangi perubahan iklim, atau mengurai kerumitan kekuatan fusi. Bagi yang lain, fakta bahwa kemampuan kecerdasan buatan sudah melampaui pemahaman para penciptanya berisiko menghidupkan skenario bencana fiksi ilmiah tentang mesin yang mengakali penemunya, yang sering kali berakibat fatal.
Kecerdasan buatan telah menjadi topik yang hangat dibicarakan dalam beberapa bulan belakangan ini. Meskipun memberikan banyak manfaat bagi organisasi dan masyarakat pada umumnya, ada kekhawatiran tentang dampak jangka panjang dari penggunaan teknologi ini.
Salah satu kekhawatiran utama adalah bahwa kecerdasan buatan dapat menggantikan pekerja manusia. Dengan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas yang sebelumnya hanya bisa dilakukan oleh manusia, seperti analisis data dan bahkan pekerjaan kreatif seperti menulis artikel berita, maka hal ini akan menyebabkan pengangguran massal di masa depan.
Selain itu, banyak orang khawatir tentang privasi dan keamanan data saat menggunakan teknologi kecerdasan buatan. Karena kecerdasan buatan membutuhkan akses ke data pribadi untuk belajar dan berkembang, maka perlu adanya aturan ketat untuk melindungi informasi tersebut dari penyalahgunaan.
Salah satu kekhawatiran utama adalah bahwa kecerdasan buatan dapat menggantikan pekerja manusia.
Tidak hanya itu, tetapi juga dikhawatirkan bahwa dengan semakin pintarnya sistem kecerdasan buatan dapat membawa dampak negatif pada moralitas manusia. Misalnya saja jika sebuah program pembelajaran mesin diajarkan untuk mendapatkan hasil dengan cara apa pun, tanpa pertimbangan etika atau nilai-nilai moral.
Kesempurnaan?
Jika kecerdasan buatan mencapai kesempurnaan, ada banyak kemungkinan yang akan terjadi. Salah satu kemungkinannya adalah bahwa manusia akan dapat menyelesaikan masalah kompleks dengan lebih efisien dan cepat daripada sebelumnya. Hal ini berpotensi menghasilkan penemuan-penemuan baru di bidang teknologi, sains, dan kedokteran.
Namun demikian, perlu dicatat bahwa jika kecerdasan buatan mencapai tingkat kesempurnaan tersebut, maka mereka mungkin juga mulai memiliki kemandirian dalam membuat keputusan tanpa campur tangan manusia. Ini bisa menjadi ancaman serius bagi eksistensi manusia karena mesin mampu melakukan tugas-tugas yang seharusnya dilakukan oleh manusia secara otomatis tanpa pengawasan atau kontrol.
Kita harus bijak melihat perkembangan kecerdasan buatan nantinya karena dampak positif dari Kecerdasan Buatan sangat berguna tetapi gunakanlah secukupnya supaya tidak terjadi kerugian besar pada masa depan dan tetap menjaga harmoni antara teknologi modern dengan alam semesta dan lingkungan hidup agar semua berkeseimbangan serta lestari bagi peradaban dunia.
Baca juga: Kecerdasan Buatan Bantu Pecahkan Kemacetan Jakarta
Meskipun kecerdasan buatan memiliki berbagai manfaat bagi organisasi, namun ada beberapa alternatif yang dapat dipertimbangkan sebelum memutuskan untuk menggunakannya. Salah satu alternatif adalah melibatkan tenaga kerja manusia dalam menyelesaikan tugas-tugas tertentu.
Dalam banyak kasus, pekerja manusia mampu memberikan sudut pandang yang lebih kreatif dan inovatif dalam menyelesaikan masalah daripada mesin. Selain itu, dengan melibatkan tenaga kerja manusia, perusahaan juga dapat menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan perekonomian lokal.
Selain melibatkan tenaga kerja manusia, perusahaan juga dapat mempertimbangkan penggunaan teknologi lain sebagai alternatif untuk kecerdasan buatan. Contohnya adalah sistem otomatisasi sederhana atau software komputer yang dirancang khusus untuk membantu proses bisnis.
Namun demikian, tidak semua jenis tugas dapat dilakukan oleh pekerja manusia atau teknologi lainnya. Dalam hal ini, kecerdasan buatan masih merupakan solusi terbaik untuk membantu meningkatkan efisiensi dan produktivitas di lingkungan bisnis modern.
Dalam era digital yang semakin maju, kecerdasan buatan adalah sebuah teknologi yang sangat penting bagi organisasi dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Namun, seperti halnya dengan setiap teknologi baru, terdapat kekhawatiran tentang konsekuensi negatif dari penggunaannya. Regulasi diperlukan, tetapi untuk alasan yang lebih duniawi daripada menyelamatkan umat manusia. Sistem kecerdasan buatan yang ada saat ini menimbulkan kekhawatiran nyata tentang bias, privasi, dan hak kekayaan intelektual. Seiring dengan kemajuan teknologi, masalah-masalah lain dapat muncul. Kuncinya adalah menyeimbangkan janji kecerdasan buatan dengan penilaian terhadap risikonya, dan siap untuk beradaptasi.
Uni Eropa mengambil sikap yang lebih tegas. Undang-undang yang diusulkan mengkategorikan berbagai penggunaan kecerdasan buatan berdasarkan tingkat risikonya, dan membutuhkan pemantauan dan pengungkapan yang semakin ketat seiring dengan meningkatnya tingkat risiko, misalnya, rekomendasi musik hingga mobil swakemudi.
Jadi mari kita gunakan potensi kecerdasan buatan sebagai sumber daya tambahan dalam mencapai tujuan bisnis kita tanpa meninggalkan nilai-nilai etika dan moralitas yang ada pada diri kita asli sebagai manusia.
Manerep Pasaribu adalah, dosen Pascasarjana PPIM Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI dan anggota Indonesia Management Strategic Society (ISMS).
email: manerep_kupang@yahoo.co.id