Transparansi termasuk nutrisi demokrasi partisipatif. Transparansi jadi indikator strategis bagi demokrasi deliberatif. Penguasa tidak boleh menganggap warga insan infantil, lugu, dan belum cerdas. Etika yang membatasi.
Oleh
FIDELIS REGI WATON
·4 menit baca
Seruan maksimalisasi transparansi kini jadi tuntutan standar dalam lanskap politik demokratis. Praksis politik dan kekuasaan acap kali bagaikan permainan terselubung yang hanya mendatangkan keuntungan pribadi dan kelompok. Satu sistem dengan negosiasi tertutup biasanya berujungkan penyelewengan. Antisipasinya, pejabat publik diwanti-wanti transparan seputar sumber kekayaan dan harta yang dimiliki.
Proyek transparansi dipahami sebagai tablet mujarab pembasmian virus korupsi. Korupsi berkaitan dengan fenomen nontransparan. Penyuap dan yang disuap sepakat menyembunyikan transaksi ilegal. Transparansi bisa mencegah dan mempersulit setiap intrik gelap.
Secara metaforis hakim AS, Louis Brandeis (1913), mengartikulasikan transparansi: ”sinar matahari adalah disinfektan terbaik; lampu listrik polisi yang paling efektif”. Di mana ada transparansi, banyak masalah otomatis hilang.
Filsuf Inggris, Jeremy Bentham, dalam teori manajemen terbuka mempresentasikan gagasan moralisasi diri melalui transparansi: semakin cermat kita diamati, semakin baik perilaku kita. Bentham menggunakan penjara panoptik untuk menjelaskan manfaat administrasi transparan: gerbang semua lembaga publik harus terbuka lebar bagi yang ingin tahu. Agenda dan tindakan politik mesti diawasi dan diregistrasi secara total.
Kini kita berada di era panoptikon digital. Segalanya transparan dan diawasi. Setiap klik direkam, setiap langkah bisa direkonstruksi. Gemuruh digital merealisasikan idealisme masyarakat transparan.
Transparansi termasuk nutrisi demokrasi partisipatif. Ia juga jadi prasyarat untuk komunikasi konstruktif dan efisien.
Transparansi termasuk nutrisi demokrasi partisipatif. Ia juga jadi prasyarat untuk komunikasi konstruktif dan efisien. Wacana politik transparan memaksudkan akses informasi dan akuntabilitas publik konstan seputar rancangan, fakta, dan argumentasi dalam pengambilan keputusan serta implementasinya. Transparansi menciptakan kredibilitas, mencegah kesalahpahaman, dan mengukuhkan legitimasi langkah politik. Lewat transparansi, manuver politik dapat dipantau dan diverifikasi.
Transparansi terkait dengan publisitas. Warga perlu mengetahui apa yang diputuskan. Transparansi jadi indikator strategis bagi demokrasi deliberatif. Warga harus sanggup menggagas argumen dan bertukar pikiran. Ini hanya mungkin jika warga tak masa bodoh terhadap alur politik dan terasah pisau kritisnya.
Politik itu urusan umum. Warga tak boleh membiarkan diri dininabobokan. Arena ruang publik jangan dieksklusifkan untuk aktor politik dan media massa. Meski begitu, keputusan tentang apa yang bisa diakses dan dinegosiasikan secara transparan tetap berada di tangan yang berkuasa. Dari sini paternalisme mengancam transparansi, ketika penguasa menganggap warga insan infantil, lugu, dan belum cerdas.
Transparansi beroperasi dengan pekik yang konon berasal dari Vladimir Lenin: ”trust is good, control is better” (kepercayaan itu baik, kontrol itu lebih baik). Kepercayaan bisa disalahgunakan. Ia sulit diuji. Kita hanya boleh mengandalkan apa yang sudah diverifikasi. Kontrol mengemban misi menggaransi transparansi.
Batas transparansi
Euforia transparansi tampaknya direm asumsi politikus Perancis, Francois Baroin: ”masyarakat transparan adalah masyarakat totaliter”. Segenap segmen dikontrol dalam sistem totaliter. Revolusi digital dewasa ini bukan saja menggeliatkan demokratisasi informasi, ia melahirkan panoptikon dan mempropagandakan gagasan totaliter. Diagnosis Baroin menggemakan sindiran provokatif atas demokrasi.
Kiat transparansi dalam demokrasi tak selevel dengan supremasi hukum, hak asasi, pemilu, dan pembagian kekuasaan, tetapi transparansi jangan dikesampingkan. Transparansi melayani kinerja demokrasi. Demokrasi secara intrinsik bukanlah jaminan transparansi. Pertumbuhan demokrasi yang sehat turut dikondisikan modus operandi yang transparan.
Demokrasi berasaskan kedaulatan rakyat. Kekuasaan berasal dari rakyat. Pada prinsipnya wargalah yang berkuasa. Para pelaksana politik dan administrasi bertindak atas nama rakyat dan bertanggung jawab kepadanya, konsekuensinya mereka berutang kebenaran. Apakah utang kebenaran mengimplikasikan transparansi tak terbatas?
Masyarakat dengan transparansi total sebenarnya tak lagi butuh penguasa dan perwakilan rakyat. Semuanya harus transparan. Setiap detik dan sudut wajib diterangi. Klaim transparansi absolut menggiring kita ke tebing kediktatoran dan rezim totaliter.
Masyarakat dengan transparansi total sebenarnya tak lagi butuh penguasa dan perwakilan rakyat.
Transparansi tentu penting, namun tak boleh berlebihan dan tanpa batas. Limit transparansi bisa diatur etika dan hukum. Sebagaimana tataran privat, menjaga kerahasiaan terhitung variabel vital bagi politik demokratis. Segalanya tak mesti diobral dan diekspresikan di ruang publik, banyak yang harus dirahasiakan.
Ada kebijakan politik yang tak perlu dikomunikasikan ke khalayak dengan pertimbangan bernas. Sikap ini tergolong pencapaian intelektual dan kedewasaan manusia. Anak-anak lazimnya sulit jaga rahasia.
Nafsu transparansi tak boleh mengeliminasi zona privat. Transparansi dan perlindungan privasi bukanlah komponen berlawanan, tetapi dua sisi mata uang yang sama. Keduanya saling mengandaikan dalam paguyuban demokratis.
Keharusan transparan kerap menimbulkan kecurigaan dan kontrol berlebihan. Kontrol menggoda orang untuk bersandiwara, memunculkan tekanan, mimpi buruk, dan ketakutan yang melumpuhkan. Kecurigaan dan kontrol adalah konsekuensi logis dari ketidakpercayaan. Demokrasi tak bisa memangkas kepercayaan.
Andaikan kepercayaan timbal balik jadi bagian intrinsik demokrasi. Jalan tengah dicari: porsi kontrol dan timing pemberian kepercayaan. Kepercayaan butuh keberanian untuk melonggarkan kendali dan kesiagaan menerima risiko dikecewakan. Kepercayaan berfungsi laksana rekening bank. Agar saldo tetap positif, kita mesti lebih banyak menyetor ketimbang menarik. Sebelum kepercayaan ditarik, ia mesti didepositokan.