Integrasi Data Jabatan Fungsional Dosen
Kunci integrasi data jabatan fungsional dosen tergantung kepada Kemen-PAN RB, Kemendikbudristek, dan BKN untuk mengkomunikasikan data secara sistematis. Permen-PAN RB No 1/2023 justru menimbulkan banyak deviasi.
”...(It) requires a trade-off between traditional values in government’s relationships with citizens, such as universalism, equity and privacy, and values emerging in the specific context of digital government relationships, such as particularism, transparency and data sharing.” (Miriam Lips, 2020:280).
Dua pekan menjelang libur Lebaran, ribuan dosen di Indonesia harus kalang kabut dan berkutat dengan pekerjaan tambahan mengisi data PAK (Pengakuan Angka Kredit). Penyebabnya adalah tenggat yang sangat ketat dan ancaman bahwa angka kredit jabatan fungsional (jabfung) dosen hingga 31 Desember 2022 akan hangus jika isian PAK tersebut tidak dipenuhi.
Semua itu diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional dan Angka Kredit. Setelah protes dari para dosen di sejumlah perguruan tinggi merebak, belakangan para pejabat di Kementerian Pendayagunaan Apartur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) menyatakan bahwa tenggat pengisian diundur hingga 15 Mei dan sedang disiapkan peraturan khusus tentang jabfung dosen yang terpisah.
Tulisan ini tidak bermaksud mengulang protes para dosen di sejumlah PTN/PTS serta asosiasi akademisi beserta analisis kritis mengenai dampak kebijakan tersebut bagi masa depan pendidikan tinggi di Indonesia. Tulisan ini untuk menunjukkan fakta obyektif tentang proses integrasi data yang pernah dan hendak dilakukan.
Jika berbagai persoalan mengenai tata kelola digital (digital governance) terkait data jabfung dosen tidak dipahami dengan jernih, peraturan khusus itu pun kemungkinan akan gagal menyelesaikan masalah secara mendasar. Setidaknya ada dua hal yang harus dipahami untuk menyempurnakan tata kelola digital dari jabfung dosen, yaitu dari aspek proses integrasi datanya dan dari substansi data mengenai jabfung dosen secara universal.
Baca juga: Buruh Dosen
Deviasi kebijakan
Dari sosialisasi para pejabat di Kemenpan dan RB serta Kemendikbudristek, berulang kali dinyatakan bahwa semangat Permenpan dan RB No 1/2023 adalah untuk menyederhanakan proses penilaian kinerja yang dihitung melalui angka kredit jabfung. Jika sebelumnya kinerja dosen dinilai berdasarkan SKP (Sasaran Kinerja Pegawai), peraturan baru bermaksud melengkapi dengan basis ”ruang-lingkup tugas pada setiap jenjang jabatan dan disesuaikan dengan ekspektasi kerja”.
Daftar Usul Penetapan Angka Kredit (DUPAK) tidak lagi digunakan dan semua catatan kinerja diintegrasikan ke dalam SKP. Tampaknya Permenpan dan RB ini bermaksud menjadi semacam ”omnibus law” bagi banyak ketentuan yang mengatur tentang jabfung. Tercatat ada 293 jabfung yang akan diintegrasikan dan diatur dalam peraturan ini.
Masalahnya, niat baik untuk mengintegrasikan data jabfung dosen itu mengalami banyak deviasi dalam pelaksanaannya. Semangat integrasi data kinerja itu berpotensi menabrak berbagai ketentuan yang jenjangnya lebih tinggi. Permenpan dan RB No 1/2023 bahkan tidak menyebut ketentuan perundangan yang lebih tinggi sebagai konsideran, yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, UU No 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, dan PP No 37/2007 tentang Dosen. Berkenaan dengan dosen perguruan tinggi swasta (PTS), pada 13 April sudah muncul susulan surat edaran bahwa dosen PTS dikecualikan dari Permenpan dan RB ini. Namun, mengingat ancaman hangusnya angka nilai kredit jabfung, para dosen PTS tetap gelisah jika tidak melakukan up-dating data kinerja akademis mereka.
Sementara itu, karena peraturan hanya menyebutkan tentang dosen yang berstatus PNS, sedangkan pencatatan status bagi para dosen di Kemendikbudristek lebih variatif (NIDN, NIDK, NUP), hingga kini masih terdapat kebingungan mengenai siapa saja yang wajib memperbarui PAK sesuai peraturan yang baru.
Pedoman dari literatur yang ditulis April Reeve (2013), Ahmed Fessi (2022) mengatakan dengan jelas bahwa integrasi data harus melibatkan analis sistem dan pengelola database secara intensif. Pengelola database harus bekerja dengan mengupayakan inter-operabilitas, menggunakan API (Application Programming Interface) dengan mengedepankan koordinasi di antara institusi yang menguasai berbagai database yang hendak diintegrasikan. Dengan kecenderungan data digital yang semakin banyak, tulisan dari Zoran Majkic yang berjudul Big Data Integration Theory (2014) menegaskan bahwa pemetaan otoritas database dan komunikasi di antara pengelola database akan sangat menentukan keberhasilan integrasi data.
Semangat dari integrasi data adalah untuk memudahkan subyek data, pengguna data, dan meningkatkan efisiensi layanan publik. Integrasi data bukan untuk mempersulit. Jika sistem integrasi data itu berhasil, subyek data mestinya hanya diminta menambah data yang belum pernah dikumpulkan. Ini jelas berbeda dengan implementasi dari Permenpan dan RB saat ini yang mengharuskan para dosen di PTN dan PTS mengulang kembali unggahan data kepegawaian, dokumen pendukung kenaikan jabfung, disertai dengan ancaman bahwa catatan kinerja akan hangus jika tenggatnya tidak terpenuhi.
Mengapa integrasi data tidak dilakukan dengan menghubungkan database kinerja dosen yang sudah terdapat di dalam aplikasi Sister (Sistem Informasi Sumberdaya Terintegrasi) yang sudah dimiliki hampir semua perguruan tinggi? Mengapa proses PAK masih ditambah lagi dengan prosedur validasi yang rumit dan bahkan mengurangi obyektivitas data kinerja dosen?
Semangat dari integrasi data adalah untuk memudahkan subyek data, pengguna data, dan meningkatkan efisiensi layanan publik. Integrasi data bukan untuk mempersulit.
Banyaknya aplikasi digital untuk kepegawaian dan berbagai urusan layanan publik sebenarnya pernah dikeluhkan Menkeu Sri Mulyani beberapa waktu lalu. Ada lebih dari 24.400 aplikasi untuk layanan yang diselenggarakan pemerintah. Aplikasi itu tersebar di banyak entitas kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah, yang masing-masing bekerja sendiri-sendiri. Selain menjadi kendala dalam layanan publik, ribuan aplikasi yang tidak integratif jelas mengakibatkan inefisiensi dan pemborosan anggaran (Antara, 11 Juli 2022).
Upaya untuk mengintegrasikan data kepegawaian bagi 4,2 juta ASN di Indonesia sebenarnya bukan hanya kali ini saja. Dalam rangka melaksanakan PP No 11/2017 tentang Manajemen Kepegawaian, BKN sudah berinisitif menciptakan SIASN (Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara). Selanjutnya, berdasarkan Perpres No 95/2018 dan Perpres No 39/2019 tentang Satu Data ASN, dibuatlah aplikasi My-SAPK (Sistem Aplikasi Pelayanan Kepegawaian).
Pada saat itu, banyak ASN yang dibuat kelabakan karena harus mengunggah data rinci mengenai status kepegawaian mereka dengan tenggat Juli-Oktober 2021, meskipun data pribadi pegawai sebenarnya dapat dilacak dari database di BKN menggunakan primary-key yang berupa NIP (nomor induk pegawai). Hal yang membuat jengkel pegawai sebagai subyek data adalah bahwa banyak di antara data yang diminta itu sudah pernah dicatat, tetapi otoritas aplikasi My-SAPK mengharuskan semua pegawai tetap mengisikan data kembali dengan ancaman ”jika tidak mengisi, pelayanan kepegawaian tidak akan diproses dan Pejabat Pembina Kepegawaian akan mendapatkan teguran” (Paryono, 24/5/2021).
Otoritas Pengendali Data (sesuai terminologi UU No 27/2022) semestinya belajar dari praktik baik (best practice) integrasi data selama ini. Alangkah baiknya jika digitalisasi data layanan publik dilakukan dengan membentuk DTO (Data Transformation Office) yang bekerja lintas sektoral, dengan memanfaatkan API, mengutamakan inter-operabilitas, dan tidak membebani subyek data dengan pekerjaan tambahan yang tidak perlu.
Sebagai contoh, data kependudukan dengan primary key berupa NIK (nomor induk kependudukan) dahulu sangat sulit dikumpulkan oleh Ditjen Adminduk Kemendagri karena terdapat di entitas database yang terpisah-pisah. Sementara itu, ada data nomor pokok wajib pajak (NPWP) yang berisi informasi tentang wajib pajak yang dikumpulkan oleh KPP dan Ditjen Pajak, Kemenkeu.
Baca juga: Urgensi Reformasi Birokrasi Jokowi
Keberhasilan komunikasi data lintas sektoral memungkinkan NIK dan NPWP dapat diintegrasikan. Per 1 April 2023, tidak lagi diperlukan pendaftaran NPWP baru karena data wajib pajak sudah terintegrasi dengan NIK. Jumlah NIK yang sekaligus bisa digunakan sebagai NPWP saat ini memang baru 19 juta. Namun yang jelas, integrasi ini lebih memudahkan dan mengefisienkan layanan publik.
Aplikasi untuk Kartu Pra-Kerja dan transformasi Perduli Lindungi menjadi Satu-Sehat adalah contoh lain yang bisa disebut bahwa integrasi semestinya dilakukan oleh analis sistem dan otoritas data. Sekarang ini, warga sudah bisa naik pesawat atau KA tanpa harus menunjukkan bukti vaksin karena penumpang sudah bisa dikenali melalui face-recognition. Ini dimungkinkan karena sudah terjalin integrasi data di antara Kemenhub, Kemenkes, Kemenkominfo, dan Dukcapil (Kemendagri). Jadi, integrasi data antar K/L bisa dilakukan tanpa membebani warga dengan entry data baru.
Kekhasan jabfung dosen
Sifat jabfung seorang dosen sangat khas dan sekaligus strategis bagi pengembangan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang kompetitif di masa mendatang. Selain mendidik SDM yang mendukung transformasi ekonomi dan industrialisasi, mengatasi masalah pengangguran, dan memperluas akses terhadap sumber daya produktif, tantangan bagi dosen di semua perguruan tinggi adalah bagaimana memanfaatkan potensi bonus demografi dalam periode 2019-2030.
Budaya kinerja yang harus tertanam di antara para dosen adalah komitmen untuk melakukan riset, kebiasaan untuk berpikir kreatif dan inovatif, sambil tetap menularkan ilmunya kepada generasi muda yang akan menjadi penentu masa depan bangsa. Oleh sebab itu, pemaksaan penilaian kinerja bagi seorang dosen dengan indikator kinerja pegawai di dalam birokrasi publik hanya akan mengakibatkan tumpulnya daya pikir, kreativitas dan budaya inovatif yang sebagian sudah tertanam di perguruan tinggi.
Undang-Undang No 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi menegaskan Tridharma Perguruan Tinggi yang meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Bermacam-macam indikator yang meliputi Tridharma ini saja sudah membuat beban pekerjaan seorang dosen sangatlah berat; mulai dari jadwal mengajar yang ketat, mencari beasiswa untuk sampai jenjang doktor, melakukan penelitian dan menuliskan publikasinya di dalam jurnal internasional, hingga melakukan pengabdian masyarakat dan memenuhi banyak seminar bagi penerapan ilmu-pengetahuan dan teknologi.
Baca juga: Pengukuran Kinerja Dosen
Para dosen bukannya tidak mau melaporkan catatan kinerjanya dari berbagai macam aktivitas tadi. Namun jika beban yang banyak itu masih ditambah dengan sistem pelaporan administratif yang bertele-tele, tentu fungsi utama para dosen sebagai bagian dari transformasi SDM di Indonesia akan terbengkalai.
Proses integrasi data jabfung dosen saat ini sebenarnya tergantung kepada kesediaan otoritas kepegawaian untuk mengomunikasikan data secara sistematis. Kemenpan dan RB serta BKN semestinya bisa memulai negosiasi dan kerja sama integrasi data jabfung dosen dengan Kemdikbudristek. Sebaliknya, otoritas di PD Dikti Kemdikbudristek bisa mulai berkomunikasi agar data jabfung dosen bisa diintegrasikan menggunakan API.
Tidak ada yang sulit jika semua otoritas K/L bisa bekerja sama. Inovasi kebijakan tidak diukur dari semakin banyaknya aplikasi, tetapi justru semakin sedikit dan semakin efisiennya aplikasi digital yang akan meringankan beban kerja dosen. Semoga.
Wahyudi Kumorotomo, Guru Besar pada Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik, Fisipol UGM