Penulisan kata ulang tak dapat dielakkan dalam tulisan berita. Agar tak salah menggunakannya, kaidah penulisannya perlu diperhatikan. Walakin, ada pula media yang membuat kebijakan sendiri. Harap waspada.
Oleh
FX Sukoto
·3 menit baca
Jamak kita temui penggunaan kata ulang dalam pemberitaan yang menggambarkan suasana liburan pada hari raya keagamaan, seperti Idul Fitri, Natal, dan Nyepi, ataupun pada saat libur sekolah setelah kenaikan kelas.
Sebagai contoh, ”Pada hari kedua Idul Fitri 1444 Hijriah, Minggu (23/4/2023), sejumlah obyek wisata di Tanah Air dipadati pengunjung. Di Jakarta, warga berduyun-duyun berekreasi ke Kebun Binatang Ragunan dan Taman Impian Jaya Ancol”.
Kata ulang berduyun-duyun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mempunyai makna ’berbondong-bondong, berturut-turut banyak sekali’.
Kata ulang tersebut merupakan jenis kata ulang dwiwasana, yaitu kata ulang dengan pengulangan sebagian suku kata terakhir.
Contoh kata ulang yang sejenis itu antara lain berbondong-bondong, berdebar-debar, termangu-mangu, dan terbirit-birit.
Kaidah kata ulang
Menurut kaidahnya, penulisan semua kata ulang menggunakan tanda hubung (-), baik kata ulang dasar (murni), seperti anak-anak dan adik-adik, maupun kata ulang dengan imbuhan, seperti berlapis-lapis, menari-nari, dan terbahak-bahak. Hal itu juga berlaku untuk penulisan pada judul, antara lain judul karangan, judul berita, judul buku, dan judul dokumen resmi.
Meskipun demikian, ada jenis kata ulang yang tidak menggunakan tanda hubung dalam penulisannya, yaitu kata ulang jenis dwipurwa. Dalam KBBI, dwipurwa adalah ’pengulangan sebagian atau seluruh suku awal sebuah kata, misalnya tamu menjadi tetamu, laki menjadi lelaki’.
Pada judul, kata ulang murni (dwilingga) dan kata ulang semu ditulis menggunakan huruf kapital di setiap awal kata, baik kata pertama maupun kata kedua, karena setiap katanya murni diulang, tidak mengalami perubahan. Contoh: ”Gado-Gado Seribu Rasa”, ”Laba-Laba Menjaring Cinta”, dan ”Kemeriahan Ondel-Ondel Jakarta”.
Adapun contoh untuk penulisan kata ulang murni pada judul ialah ”Kecil-Kecil Jadi Idola”, ”Tanda-Tanda Akhir Zaman”, ”Ayat-Ayat Cinta”.
Untuk bentuk kata ulang sebagian, kata ulang berimbuhan, kata ulang dwipurwa, dan kata ulang perubahan, yang sudah mengalami perubahan bentuk, hanya huruf pertamanya yang ditulis kapital pada judul. Contoh: ”Para Demonstran Lari Tunggang-langgang Disemprot Gas Air Mata”, ”Gerak-gerik Pencuri Terekam CCTV”, dan ”Berjalan-jalan di Malioboro”.
Meskipun demikian, dalam beberapa kasus, umpamanya saja karena alasan kepraktisan atau agar tidak membuat bingung pembaca, beberapa media membuat kebijakan sendiri terkait penulisan kata ulang murni. Media-media tersebut menyamakan saja penulisan kata ulang murni pada judul dengan penulisan kata ulang sebagian atau kata ulang berimbuhan.
Dibutuhkan kecermatan
Berdasarkan aturan itu, ada baiknya jika kita ungkapkan beberapa contoh yang ditemukan di media daring, yang bisa menjadi contoh penulisan kata ulang yang tidak tepat.
1. Pandemi Covid-19 belum usai. Akan tetapi, kegairahan sepanjang bulan puasa tahun ini kembali terasa di tempat-tempat makan. Para pengelola rumah makan sampai terbirit melayani pesanan.
2. Warga Berduyun Kutip Taburan Batubara di Pantai Aceh Barat.
Pada contoh pertama terdapat kata tempat-tempat dan terbirit. Kata ulang tempat-tempat tidak bermasalah karena penulisannya memang demikian. Yang tidak tepat adalah kata terbirit, yang seharusnya ditulis terbirit-birit. Kata terbirit dalam KBBI berarti ’terberak sedikit, tercirit’, sedangkan terbirit-birit mempunyai arti ’berlari cepat-cepat’.
Pada contoh kedua terdapat kata berduyun yang seharusnya ditulis berduyun-duyun. Dalam KBBI, kata berduyun tidak ditemukan.
Ada kemungkinan penggunaan kata terbirit pada contoh di atas disebabkan si penulis belum mengetahui arti sebenarnya dari kata terbirit dan terbirit-birit. Sementara penggunaan kata berduyun bisa jadi disebabkan keterbatasan ruang (space) mengingat kata tersebut ditemukan pada judul berita.
Jika demikian, kata berduyun bisa saja diganti dengan kata lain, umpamanya banyak, sehingga judulnya menjadi ”Banyak Warga Kutip Taburan Batubara di Pantai Aceh Barat”.