Konstitusi
Pemikiran reformasi birokrasi di lingkungan pemerintah yang ditulis itu, bisa jadi saya bersepakat. Tentang hal itu juga buku saya ditulis. Yang jelas, kajian semacam ini tetaplah mengacu pada prinsip dasar bernegara.
Saya acap mengabaikan pikiran atau tulisan para ahli. Menurut saya, pemikiran mereka kadang hanya berpijak pada keahliannya semata. Tanpa mempertimbangkan hal yang lebih mendasar, terutama dalam kehidupan dasar bernegara, yang telah dirumuskan dalam undang-undang dasar atau konstitusi.
Pemikiran itu terkadang dituangkan dalam pelaksanaannya. Misalnya, sistem pemilu kita memisahkan ”pemilu presiden” dengan ”pemilu legislatif”. Ketika digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan kemudian diputuskan pemilu serentak, banyak pihak yang heran. Termasuk anggota DPR yang menyusun undang-undang terpisah itu.
Kalau saya tidak membaca Surat Kepada Redaksi ”Kemauan Politik” dari Hadisudjono Sastrosatomo (Kompas, 11/4/2023), saya sudah melewatkan artikel Yanuar Nugroho berjudul ”Urgensi Reformasi Birokrasi Jokowi”, Kompas (3/4/2023).
Setelah saya baca, pemikiran di atas pula yang saya temukan. Ini kutipan di salah satu alinea: ”Empat, BPK dan BPKP juga disatukan dalam institusi baru semacam inspektorat negara, langsung di bawah Presiden”.
Dari situ saya menduga, penulisnya mungkin tidak mengacu UUD 1945. Karena itu pula saya menulis buku BPK dalam Sistem Ketatanegaraan (KPG, Jakarta, 2017), menjelaskan apa sesungguhnya lembaga negara ini, termasuk bandingannya dengan negara lain.
Ketika berlangsung perubahan UUD 1945 pada 1999-2004, semua fraksi di MPR sepakat menyatukan BPKP dengan BPK. Terjadi resistansi.
Dalam berbagai hal, pemikiran reformasi birokrasi di lingkungan pemerintah yang ditulis itu, bisa jadi saya bersepakat. Tentang hal itu juga buku saya ditulis. Yang jelas, kajian semacam ini tetaplah mengacu pada prinsip dasar bernegara, sebagaimana dirumuskan UUD 1945.
Baharuddin AritonangAnggota PAH I BP MPR (1999-2004)Jl Danau Jempang, Bendungan Hilir, Jakarta 10210
Penundaan Pemilu
Infografik Pemilu 2024
Mahkamah Agung (MA) angkat bicara soal gugatan perdata pemilu Partai Berkarya ke PN Jakpus (Kompas, 7/4/2023). Melalui Juru Bicara Suharto, MA menegaskan tidak boleh menolak perkara kendati pengadilan tersebut tidak berwenang mengadili perkara yang diajukan.
Di media yang berbeda, yang bersangkutan mengatakan, ”Saya meminta dengan tegas pihak Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menolak gugatan Partai Berkarya. PN Jakpus tidak memiliki kewenangan mengadili ihwal kepemiluan. Menerima gugatan tersebut, hanya dapat dikenai pelanggaran administrasi kepemerintahan sesuai UU 30/2014.”
Kedua statement tidak saling menegasikan. Artinya, terdapat dua alternatif yang memungkinkan keduanya menjadi pilihan sikap pihak pengadilan yang mendapati gugatan di luar kompetensinya.
Terlepas dari pilihan pengadilan menolak atau tidak, terdapat persoalan serius: komitmen konstitusional bangsa sedang diuji dengan kekuatan elektoral elite politik. Penundaan pemilu adalah wacana lama yang residunya masih mewarnai perpolitikan kini.
Awal-awal, ikhtiar penundaan pemilu dilontarkan oleh figur politik bangsa yang memainkan peran patronase publik, selanjutnya dengan agenda pelemahan konstitusi, baik secara langsung maupun dengan membangun relasi kuasa (intervensi) terhadap lembaga Mahkamah Konstitusi (MK), hingga akhirnya menggunakan perangkat hukum untuk mendalihkan kepentingan penundaan.
Kasus perkara perdata kepemiluan menjadi bagian integral agenda penundaan pemilu. Gugatan perdata pemilu Partai Prima berbuntut panjang hingga kini. Mereka telah membuka kotak pandora sehingga Partai Berkarya mengikuti jejak mengajukan gugatan yang sama ke PN Jakpus. Tidak tertutup kemungkinan muncul gugatan serupa selanjutnya mengingat pengadilan telah membuat preseden buruk soal kepastian hukum dan wewenang mengadili.
A Fahrur RoziJl Al Ikhlas, Cempaka Putih, Ciputat Timur 15412
Kacamata Kuda
Hilang potensi pendapatan triliunan rupiah akibat pembatalan Piala Dunia U-20 (Kompas, 5/4/2023). Juga sanksi tidak mendapatkan dana FIFA Forward 3.0 (Kompas, 8/4/2023). Adakah yang berani mengaku bertanggung jawab atas kerugian tersebut?
Pada 1962 Bung Karno pernah berkata, ”Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel.” (Kompas, 3/4/2023)
Kalau hal itu menjadi dasar penolakan kehadiran timnas Israel pada Piala Dunia U-20, kiranya perlu dicermati ajaran Bung Karno lainnya. Ada ujaran ambeg paramaarta, artinya mengutamakan yang lebih penting untuk didahulukan. Ada lagi berdikari, berdiri di atas kaki sendiri, yang lebih penting daripada sekadar menolak kehadiran timnas Israel.
Menerapkan ”berdikari” masih relevan saat ini sebab ketergantungan pada asing masih tinggi. Garam, gula, beras, daging sapi masih impor.
Oleh sebab itu, gerakkan kader-kader partai secara terstruktur dan masif sehingga kita bisa swasembada. Jangan ikut-ikutan hilir mudik membagikan sembako.
Orang boleh tidak suka kepada Bung Karno, tetapi gagasan baiknya dan cocok dengan masa kini jangan disingkirkan.
Sekarang sudah ada kacamata yang bisa memberi penglihatan lebih luas dan jelas. Tinggalkan kacamata kuda yang dipakai, supaya kesalahan akibat kesempitan pandangan tidak selalu terjadi.
A Agoes SoediamhadiLangenarjan Yogyakarta
Elektabilitas
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo KOMPAS/HERU SRI KUMORO 03-04-2023
Hasil survei LSI terbaru (31/3-4/4/2023) untuk simulasi tiga capres teratas menunjukkan elektabilitas Ganjar Pranowo yang selama ini memimpin turun tajam. Dari 35 persen menjadi 26,9 persen. Posisi elektabilitas Ganjar turun ke posisi kedua. Kini posisi pertama Prabowo Subianto.
Penyebab anjloknya elektabilitas Ganjar terkait pencabutan FIFA atas status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20.
Padahal, kesempatan menjadi tuan rumah Piala Dunia sangat langka. Indonesia memperoleh dengan susah payah melalui upaya bertahun-tahun. Seharusnya dengan status tuan rumah, tim Garuda Muda bisa bertanding di Piala Dunia yunior itu tanpa mengikuti kualifikasi. Jutaan penggemar sepak bola Indonesia pun bisa melihat langsung pertandingan kelas dunia di negeri sendiri.
Ketika semua tinggal selangkah lagi digelar, momen itu tiba-tiba diintervensi manuver politik para pejabat negara, politisi, dan parpol dengan menolak kehadiran timnas Israel. Meskipun dalihnya berdasarkan konstitusi, banyak orang meyakini bahwa motivasi mereka sebenarnya adalah politik elektoral. Olahraga diintervensi kepentingan politik sesaat.
Kerugian besar Indonesia itu baru dari aspek sepak bola, belum dari segi nama baik yang tercemar karena Indonesia dianggap tidak bisa dipercaya komitmennya dan diskriminatif. Kerugian lain adalah aspek pariwisata dan ekonomi dengan potensi pemasukan triliunan rupiah.
Menurut hasil survei Alvara Research Center pada 2018, mayoritas orang Indonesia gemar berolahraga. Mulai dari gen Z (81,7 persen), milenial (72,9 persen), gen X (65,9 persen), hingga baby boomer (62,6 persen). Dari semua cabang olahraga, sepak bola paling banyak penggemarnya. Mayoritas anak muda. Padahal, menurut KPU pada Pemilu 2024 nanti 60 persen pemilih adalah pemilih muda (gen Z sampai gen X).
Anjloknya elektabilitas Ganjar menunjukkan dahsyatnya spirit sepak bola rakyat Indonesia. Kegagalan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 jelas sangat menyakiti hati para penggemar dan pihak lain yang berkepentingan dengan penyelenggaraan sepak bola internasional itu sehingga mereka tampaknya ”menghukum” Ganjar dengan niat tidak memilihnya.
Ini merupakan peringatan keras menjelang Pemilu 2024 bagi para pejabat negara dan politik. Jangan coba-coba lagi mencampuradukkan olahraga dengan politik.
Daniel ThieDarmo Satelit, Surabaya 60187