”Angpau” atau ”angpao” ternyata bukan hanya milik warga Tionghoa yang diberikan saat Imlek. Kata ini pun digunakan warga Indonesia dan Malaysia saat Lebaran. Disebut ”angpau lebaran” atau ”angpao raya”.
Oleh
Retmawati
·2 menit baca
Menjelang Lebaran, apalagi setelah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dicabut, geliat masyarakat menyambut hari raya begitu terasa di berbagai lini. Dari pemenuhan kebutuhan pokok, tiket mudik, hingga yang tak ketinggalan, penukaran uang kertas baru.
Penukaran uang kertas baru ini seperti hal wajib dalam rangkaian menyambut Idul Fitri karena saat Lebaran biasanya warga membagikan uang tersebut untuk anak-anak atau saudara, yang saat ini ”lumrah” disebut sebagai angpau lebaran.
Menarik mencermati ungkapan angpau lebaran. Berdasarkan penelusuran dalam pemberitaan Kompas, ungkapan ini baru muncul pada tahun 2000-an.
Kata angpau/ angpao, berdasarkan berbagai literatur, merujuk pada amplop merah yang diberikan saat perayaan Imlek.
Kata angpau/angpao, berdasarkan berbagai literatur, merujuk pada amplop merah yang diberikan saat perayaan Imlek. Hal ini bermula pada masa Dinasti Qin, salah satu dinasti yang terkemuka sepanjang sejarah China. Para kaisar dari dinasti ini pula yang membangun Tembok Besar China.
Warna merah pada amplop itu melambangkan kegembiraan, energi, dan juga keberuntungan. Amplop merah inilah yang kemudian lazim disebut angpau atau hongbao (Kompas, 23 Januari 2023).
Lalu, bagaimana dengan perayaan Lebaran yang identik dengan warna hijau?
Dahulu, uang yang dibagi-bagikan saat Lebaran lazim disebut sebagai uang fitrah. Di Pulau Jawa, setidaknya, uang yang dibagikan untuk anak-anak kecil biasa disebut sebagai uang fitrah kecil.
Namun, itu dulu saat uang masih dibagikan tanpa amplop. Hal ini, misalnya, terangkum dalam pemberitaan Kompas berikut:
Menjelang hari raya Lebaran, permintaan masyarakat untuk menukarkan uang recehan dan ribuan meningkat tajam. Hal ini dipicu karena adanya budaya bagi-bagi uang Lebaran (uang fitrah). (Kompas, 27 Oktober 2004)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologi, angpau berasal dari bahasa Hokkien dialek Xiamen yang berarti ’bungkusan merah berisi uang’. Walakin, KBBI menyerap kata itu dengan dua makna.
Pertama, uang yang diberikan kepada anak-anak kecil, orang yang belum menikah, atau orang tua (oleh anak-anak yang telah menikah) pada hari raya Imlek, biasanya dibungkus kertas merah, diberikan dengan harapan bahwa penerima angpau akan mendapatkan keberuntungan dan bernasib baik sepanjang tahun baru; kedua, amplop kecil untuk tempat uang sumbangan yang diberikan kepada orang yang mempunyai hajat (perkawinan dan sebagainya).
Menilik pengertian tersebut, angpau dalam bahasa Indonesia telah mengalami perluasan makna, tidak hanya terbatas sebagai amplop yang diberikan saat perayaan Imlek. Maka, seperti amplop Imlek yang juga bergeser tidak hanya berwarna merah, tapi juga bisa biru (Kompas, 23 Januari 2023), amplop nuansa hijau pada saat Idul Fitri pun saat ini lazim disebut sebagai angpau lebaran.
Adaptasi amplop Imlek untuk perayaan Lebaran sebenarnya terjadi pula di negeri jiran, seperti Malaysia. Di negara tersebut, amplop berisi uang yang dibagikan saat Lebaran biasa disebut sebagai amplop hijau, sampul duit raya, atau angpao raya.
Bagaimana dengan di Indonesia? Sepertinya, saat ini ungkapan angpau lebaran juga telah lazim digunakan di masyarakat. Dari percakapan, unggahan di media sosial, pemberitaan di media, hingga penjualan amplop hari raya di lokapasar.
Lalu, bagaimana dengan Anda? Apakah sudah menerima angpau lebaran atau justru sudah ikut antrean menukarkan uang untuk mengisi amplop hari raya?
Selamat menyambut hari raya Idul Fitri 1444 Hijriah.