Secara genetik, nenek moyang orang Malagasi berasal dari Indonesia. Tak heran jika bahasa yang mereka gunakan kuat dipengaruhi bahasa Melayu dan bahasa Jawa.
Oleh
Bobby Steven MSF
·2 menit baca
Pulau Madagaskar berjarak 400 kilometer saja dari pantai timur Afrika. Akan tetapi, budaya Malagasi (orang Madagaskar) lebih mirip budaya orang Melayu, yang dapat mencapai pulau ini berkat bantuan angin dan arus laut.
Jejak Melayu di Madagaskar dapat kita telusuri dari aspek kultural, genetik, dan linguistik. Secara kultural, orang Malagasi memiliki tradisi mirip orang Melayu, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Umpama, menanam padi, memainkan gambang, dan membuat perahu bercadik ganda.
Secara genetik, nenek moyang orang Malagasi berasal dari Indonesia. Sekitar 30 perempuan dan sejumlah kecil pria Indonesia (Nusantara) menjadi perintis kolonisasi awal. Demikian hasil penelitian Herawati Sudoyo dkk (2012). Penelitian genetik ini dapat menjelaskan mengapa secara linguistik, berbagai dialek Malagasi kental dipengaruhi bahasa Melayu, Kalimantan Timur, Bugis, dan Jawa.
Beberapa kata dialek Malagasi dipengaruhi tradisi Jawa-Islam. Umpama, kata dialek Antaimoro Malagasi, sombidy (menyembelih) berasal dari kata Melayu, sembelih.
Otto Dahl (1991) mengemukakan kemiripan antara kosakata bahasa Malagasi dan Ma’anyan (bahasa di kawasan Sungai Barito). Sementara itu, KA Adelaar (1995) menjelaskan, bahasa Melayu dan bahasa Jawa cukup kuat memengaruhi aneka dialek Malagasi.
Sebagian besar kosakata bagian tubuh dalam bahasa Malagasi berasal dari bahasa Melayu atau bahasa Jawa. Contoh: hihy (gigi), fify (pipi), tanana (tangan), dan molotra (mulut). Penamaan anggota tubuh menjadi indikator penting dalam menentukan kekuatan pengaruh suatu bahasa asal.
Bahasa Malagasi memiliki sistem penulisan prakolonial yang diadaptasi dari penulisan Arab. Sistem ini disebut sorabe, yang berasal dari kata soratra (menulis) dan be (besar). Adelaar menduga, sorabe diperkenalkan oleh pendatang dari Asia Tenggara, khususnya Jawa.
Dugaan Adelaar soal asal sorabe ini amat beralasan. Dalam bahasa Jawa halus, nyerat berarti ’menulis serat (surat)’. Adapun be kiranya berasal dari kata Melayu, besar, atau kata bahasa Jawa, amba (dibaca ombo), yang artinya ’luas’.
Adelaar menambahkan, beberapa kata dialek Malagasi dipengaruhi tradisi Jawa-Islam. Umpama, kata dialek Antaimoro Malagasi, sombidy (menyembelih) berasal dari kata Melayu, sembelih. Kata ini berasal dari kata b’ismi’llahi (demi nama Allah), yang diucapkan saat menyembelih hewan menurut aturan Islam.
Ada pula sejumlah kata yang menunjukkan keterkaitan erat antara bahasa Malagasi dan bahasa Jawa: orona-irung (hidung), telu-telu (tiga), maimbo-mambu (berbau busuk), vary (beras)-pari (padi), sisin dalana-sisih dalan (sisi jalan).
Ada pula beberapa kata kerja yang mirip kata Melayu: mamono (membunuh), mandro (mandi), maty (mati), mitombo (bertumbuh).
Sejumlah kata benda Malagasi berawalan v berasal dari kata Melayu berawalan b, atau Jawa berawalan w. Umpama, vihy (biji/wiji), volana (bulan/wulan), dan volo (bulu/wulu).
Kuatnya pengaruh Melayu di Madagaskar sebenarnya tecermin dari nama asli Madagaskar. Pada peta karya Muhammad al-Idrisi pada 1154, pulau ini diberi nama Gesira Malai. Ini terjemahan tak sempurna bahasa Latin dari bahasa Arab, jazira almalayu (jazirah Melayu).
Orang Yunani menyebut pulau yang sama sebagai Malai Gesira. Melalui proses panjang, Malai Gesira berubah menjadi MalaigÉsira, MadÉgescar, MadÉgascar, dan akhirnya Madagascar (Madagaskar).
Bobby Steven MSF, Dosen Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta