Israel terus menggerogoti keberadaan Palestina dengan berbagai cara. Indonesia harus menghapus segala bentuk penjajahan di atas dunia berdasarkan Konstitusi/UUD 1945, khususnya penjajahan Israel terhadap Palestina.
Oleh
Linda Christanty
·4 menit baca
Dalam seminggu terakhir, Israel melancarkan serangkaian agresi terhadap Palestina di Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Jerusalem Timur. Agresi itu melanggar hukum internasional dan resolusi Dewan Keamanan PBB, yang semakin menunjukkan praktik brutal kolonialisme dan imperialisme Israel.
Pada 31 Maret 2023, tentara Zionis Israel menembakkan gas air mata ke stadion internasional Faisal Al-Husseini di Tepi Barat, Palestina, saat pertandingan final tengah berlangsung antara kesebelasan Palestina Al Mukaber dan Balata FC memperebutkan Piala Yasser Arafat. Para pemain dan penonton perempuan maupun anak-anak dijadikan sasaran. Mohammed Rashid, mantan pesepak bola Persib Bandung, yang bermain di pihak Al Mukaber, ikut jadi korban. Pada 4 April 2023, polisi Zionis Israel menyerbu Masjid Al-Aqsa dan menyerang jemaah. Sehari sesudahnya, 5 April 2023, pesawat tempur Israel mengebom Jalur Gaza dan kamp pengungsi Nuseirat.
Tindakan agresi itu adalah strategi agresor, yang bersesuaian dengan keterangan Mordechai Kedar, mantan perwira militer Israel dan ahli budaya Semit. Kedar menyatakan strategi Israel dalam mempertahankan eksistensi dan tujuan bernegara adalah dengan memperkuat diri dan konsisten berkonflik, bukan mematuhi Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa Nomor 242 Tahun 1967. Resolusi tersebut mengekalkan solusi dua negara, yaitu negara Palestina merdeka dan berdaulat, dan negara Israel.
Kedar menegaskan tujuan negara Israel adalah merebut Zion, kerajaan mesianik berpusat di Jerusalem, tanpa dapat dikurangi sejengkal pun. Dia menolak solusi dua negara yang disahkan Dewan Keamanan PBB, yang membagi Jerusalem menjadi Jerusalem Barat milik Israel dan Jerusalem Timur milik Palestina.
Negara Israel berdiri bukan untuk mewujudkan perdamaian dunia, tetapi untuk menegakkan Zion melalui Zionisme; gerakan mesianik kaum Zionis berdasarkan janji Tuhan Israel.
Ada tiga klaim Israel tentang negara. Pertama, klaim berdasarkan hak dari Tuhan. Kedua, klaim berdasarkan rencana Liga Bangsa Bangsa pada 1920 tentang entitas Israel dengan batas-batas geografisnya. Ketiga, klaim berdasarkan keberadaan negara Israel yang merdeka dan berdaulat, dan diakui oleh PBB pada 14 Mei 1948.
Hanya klaim ketiga yang sah berdasarkan hukum internasional dan diakui PBB. Negara Israel sebagai anggota PBB wajib menaati hukum internasional yang mengikat dan resolusi Dewan Keamanan PBB.
Israel terus menggerogoti keberadaan Palestina dengan berbagai cara, antara lain menduduki wilayah Palestina secara tidak sah seluas mungkin, dan menghambat kemerdekaan dan kedaulatan negara Palestina untuk diakui PBB secara resmi.
Tindakan strategis Israel pun meliputi semua kegiatan dalam masyarakat dunia, mulai dari pertandingan olahraga hingga forum parlemen antar negara.
Abraham Accords (Perjanjian Abraham) ala Donald Trump bertujuan menjadikan satu negara Israel, yang terdiri atas dua bangsa, Israel dan Palestina, beribu kota di Jerusalem. Strategi ini dilancarkan pendukung Zionis di berbagai negara dan organisasi dengan mempropagandakan Palestina adalah minoritas dalam negara Israel. Perdamaian abadi bangsa Palestina dan bangsa Israel dalam satu negara Israel merupakan tujuan akhir Abraham Accords. Trump gagal mewujudkan ambisinya. Pemerintah Amerika Serikat saat ini kembali menegaskan dukungan terhadap solusi dua negara.
Mengapa Israel sangat percaya diri menghadapi tekanan internasional? Ada dua alasan. Pertama, dukungan negara-negara Barat, meski faktanya Resolusi Nomor 242 Tahun 1967 Dewan Keamanan PBB itu tidak pernah dicabut. Kedua, Israel sudah berhasil menjadi negara nuklir mandiri.
Setitik harapan muncul ketika Perdana Menteri Israel Yair Lapid berpidato di Dewan Keamanan PBB pada 28 September 2022. Untuk pertama kalinya pihak Israel menyatakan solusi dua negara adalah jalan damai dan aman bagi bangsa Israel. Ketika mencermati Pemilu Israel tahun lalu, saya mengira Lapid akan menang dan terpilih kembali menjadi perdana menteri. Dia mendukung solusi dua negara dan setelah dia menang Pemilu, saya menuntut ucapannya menjadi tindakan. Tetapi, Lapid kalah. Perdana menteri Israel saat ini Benyamin Netanyahu makin memperjelas Zionis Israel sesungguhnya dan Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich menyatakan tidak ada bangsa Palestina.
Indonesia harus menghapus segala bentuk penjajahan di atas dunia berdasarkan Konstitusi/UUD 1945, khususnya penjajahan Israel terhadap Palestina. Saya menulis ini demi melaksanakan kewajiban terhadap Konstitusi/UUD 1945, yang telah berlaku dan mengikat sebelum negara Israel berdiri pada 1948. Secara hukum internasional, negara Indonesia tidak pernah mengakui negara Israel.
Terus-menerus berjuang demi menghapus penjajahan Israel, yang mempraktikkan Zionisme tidaklah berarti membenci bangsa Israel. Kitab resmi negara Kesultanan Banten, Sajarah Banten (1662 Masehi), mencantumkan keterangan jelas tentang Sultan Maulana Hasanuddin, bahwa ayahnya seorang keramat yang berayahkan seorang Yamani dan beribu seorang Bani Israel. Berdasarkan hukum Talmud, ke-Israel-an seseorang diwariskan lewat darah melalui garis ibu. Mustahil saya membenci diri-sendiri.
Apakah Palestina akhirnya merdeka dan berdaulat? Jika ada manusia yang menjawab “tidak”, maka belasan ribu tahun peradaban justru mengungkap fakta ini: hukum alam dan kehendak Tuhan tidak diatur manusia.