AS menerapkan standar ganda. Bungkam terhadap nuklir Israel, tetapi memburu program Korut dan Iran.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Setelah sekitar 40 tahun pupus, kekhawatiran akan perang nuklir muncul kembali. Sebagian orang juga percaya, nuklir menjaga keamanan dunia dari perang dunia.
Dengan berbagai traktat pembatasan, pengurangan, dan pelarangan penyebarluasan jumlah senjata nuklir, kuasa besar bisa dikurangi serta pemilik senjata nuklir tak merebak seperti dikhawatirkan pada tahap awal era senjata nuklir. Sekarang Amerika Serikat (AS) dan sekutunya mendesak Korea Utara dan Iran menghentikan program nuklir. Namun, seperti India dan Pakistan, Korut serta Iran sulit dikekang.
Kekhawatiran pecahnya konflik nuklir paling mutakhir dipicu oleh pernyataan Presiden RusiaVladimir Putin pada 25 Maret lalu, yang akan menggelar rudal nuklir di Belarus. Rusia juga hendak memutakhirkan pesawat tempur Belarus agar bisa menembakkan senjata nuklir.
Seperti diberitakan harian ini, Senin (3/4/2023), setidaknya dua alasan yang diajukan Putin untuk mendukung penggelaran senjata nuklir di Belarus. Pertama, Inggris memutuskan memasok Ukraina dengan peluru yang bisa menembus kendaraan lapis baja yang mengandung uranium yang kandungan material membelah atau fisilnya rendah (depleted). Kedua, AS juga menyebar penggelaran senjata nuklir taktis di sekutu Eropa, seperti Belgia dan Jerman.
Di luar fakta obyektif itu, AS dan Rusia sedang kesulitan mengejar waktu untuk mendapatkan kesepakatan traktat pengurangan senjata nuklir strategis START, yang habis masa berlakunya tahun 2021. Dalam kondisi ini, Rusia pada Februari lalu menunda kesertaannya dalam perundingan New START.
Ditambah keputusan AS meninggalkan Traktat Penghapusan Senjata Nuklir Jarak Menengah (INF) pada masa pemerintahan Presiden Donald Trump tahun 2019, dan tahun 2002 juga mengakhiri kesertaannya terhadap Traktat Antirudal Balistik (ABM), ada cukup alasan untuk mengatakan, dalam senjata nuklir, dunia tidak sedang baik-baik saja.
Alexey Arbatov sejak tahun 2019 menyebut tentang ”ancaman nuklir” (jurnal Survival, IISS, London, Juni-Juli 2019). Laporan utama jurnal Foreign Affairs (November-Desember 2018) juga mengangkat sejumlah pemikiran, seperti ”senjata nuklir bukan soal, melainkan histerianya yang jadi soal”. Artikel lain menyebut, ”Jika Anda Menginginkan Perdamaian, Bersiaplah Menghadapi Perang Nuklir”.
Dunia terbebas dari perang dunia karena ada senjata nuklir, yang membuat kuasa besar tidak berani menanggung risiko perang nuklir, yang menurut sebuah doktrinnya disebut ”tak dapat dimenangkan” (unwinnable). Bahkan, mereka yang terlibat sama-sama binasa karena sama-sama hancur.
Sementara kuasa-kuasa nuklir kerepotan mengatur arsenal, ada negara lain terinspirasi, karena melihat senjata nuklir amat bergengsi. AS menerapkan standar ganda. Bungkam terhadap nuklir Israel, tetapi memburu program Korut dan Iran. Hal ini membuat kebijakannya tidak kredibel. Di tengah menghangatnya histeria perang nuklir, baik juga jika negara pemilik berintrospeksi atas kebijakan nuklir masing-masing.
Editor:
PAULUS TRI AGUNG KRISTANTO, ANTONIUS TOMY TRINUGROHO