Gagasan tatanan dunia baru yang lebih adil, seperti disampaikan Presiden Xi Jinping, tidak buruk. Negara-negara berkembang menanti apakah tatanan baru betul-betul terwujud dan perubahan yang lebih baik terjadi.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Bagaimana melihat pertemuan Presiden ChinaXi Jinping dengan Presiden RusiaVladimir Putin? Apakah pertemuan itu awal dari perubahan tatanan global?
Tidak ada yang abadi selain perubahan. Dunia menyaksikan bagaimana perubahan terjadi terus-menerus. Dari era penjelajahan dan imperialisme pada abad ke-16, yang ditandai dengan kemunculan kekuatan global Inggris, Spanyol, Portugal, dan Belanda, dunia memasuki abad ke-19 dengan tampilnya Inggris sebagai pemenang persaingan.
Ketegangan terjadi pada awal abad ke-20 setelah Jerman berkembang sebagai kekuatan besar yang menantang Inggris. Amerika Serikat (AS) yang juga telah menjadi kekuatan besar memilih tak menantang secara terbuka kekuasaan Inggris.
Kemunculan Jerman memicu perang di Eropa. Dua perang dunia menjadi saksi pertarungan yang menandai peralihan era. Pada akhir perang, Jerman hancur, Jepang yang terlibat dalam perebutan pengaruh ikut porak poranda. Meski menang, Inggris dan negara Eropa lainnya tetap luluh lantak.
Alhasil, AS muncul sebagai ”pemenang” yang sesungguhnya. Meski segera mendapat tantangan dari Uni Soviet selama Perang Dingin, negara itu akhirnya menjadi kekuatan raksasa tunggal karena imperium Soviet bubar. AS dan sekutunya mendominasi institusi global. Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi keuangan dunia sangat dipengaruhi Barat.
Kini muncul China. Ekonominya meraksasa berkat pembangunan yang konsisten dan dukungan penduduk yang berkualitas. Jumlah penduduk China yang besar tak menjadi sumber ketidakstabilan, tetapi merupakan pendorong kemajuan karena mereka sehat dan berpendidikan baik. Kekuatan angkatan lautnya juga menyaingi, bahkan melebihi, AS. Kemampuan teknologi China pun tak kalah dari AS.
Untuk mewujudkan cita-cita besar mengubah tatanan global, China harus memiliki mitra. Salah satunya ialah Rusia. Relasi mereka terus berkembang dan kini sangat kuat. Lewat kesepakatan empat tahun lalu, penggunaan mata uang kedua negara meningkat dalam perdagangan di antara mereka.
Bank sentral Rusia mengurangi kepemilikan dollar AS, sementara investasi dalam yuan China terus naik. Seperempat perdagangan kedua negara diselesaikan dalam rubel serta yuan. Porsinya akan meningkat setelah China menyatakan akan membayar gas Rusia separuh dalam renminbi dan separuh dalam rubel (Patricia M Kim, ”The Limits of No-Limit Partnership: China and Russia Can’t Be Split, but They Can Be Thwarted”, Foreign Affairs, Maret-April 2023).
Apakah kemitraan keduanya terus menguat dan akhirnya menarik banyak negara lain untuk bergabung dalam kubu mereka? Jawabannya tentu belum bisa diberikan sekarang.
Bagaimanapun, gagasan tatanan dunia baru yang lebih adil, seperti disampaikan Xi Jinping, tidak buruk. Negara-negara berkembang menanti apakah tatanan baru betul-betul terwujud dan perubahan yang lebih baik terjadi, meneruskan dinamika sejarah dunia yang memang tak pernah mandek.