Rekrutmen terbuka untuk menjadi kader partai harus dimulai sejak dini. Kader muda ini dididik ideologi partai hingga matang dalam memahami peta politik dan karakter masyarakat pemilih. Merekalah yang kelak jadi caleg.
Oleh
MASRIADI SAMBO
·3 menit baca
Hari-hari ini, seluruh partai politik mulai menyusun calon anggota legislatif atau caleg untuk maju dalam kontestasi 2024. Mereka akan menduduki kursi DPRD kabupaten/kota/provinsi dan DPR.
Masing-masing partai punya strategi sendiri merekrut caleg. Sebagian menggunakan rekrutmen terbuka agar masyarakat turut serta. Sebagian lagi lewat cara personal. Mendekati tokoh-tokoh potensial pendulang suara.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Jejak pendapat yang dilakukan harian Kompas pada 2022 menunjukkan keinginan publik agar rekrutmen caleg dilakukan secara terbuka. Sebanyak 86,9 persen responden menginginkan partai terbuka untuk menerima masyarakat.
Namun, jajak pendapat yang sama mengungkap animo masyarakat menjadi caleg cenderung minim. Oleh karena itu, partai kesulitan memenuhi 30 persen dari kelompok perempuan untuk diusung menjadi caleg dan kesulitan menempatkan caleg terbaik. Bahkan, untuk sekadar memenuhi 10-12 orang caleg dalam satu daerah pemilihan (dapil).
Apatisme masyarakat lebih kental pada dapil yang telah memiliki anggota DPRD kabupaten/kota/provinsi serta DPR. Masyarakat cenderung berpikir, sulit mendapatkan suara untuk memenuhi satu kursi DPR pada dapil yang telah diisi oleh petahana.
Untuk menyiasati minimnya caleg yang akan diusung, sejumlah anggota DPRD/DPR menempatkan tim ahli atau sebutan lain yang kerap mendampinginya dalam kegiatan sebagai anggota DPRD menjadi caleg.
Sebaliknya, partai berpikir untuk menambah jumlah kursi di daerah pemilihan itu. Hal ini dibenarkan sejumlah ketua DPD partai politik di Aceh dalam wawancara yang saya lakukan beberapa waktu lalu.
Untuk menyiasati minimnya caleg yang akan diusung, sejumlah anggota DPRD/DPR menempatkan tim ahli atau sebutan lain yang kerap mendampinginya dalam kegiatan sebagai anggota DPRD menjadi caleg. Ini pula menjadi strategi menambah jumlah suara untuk partai. Akumulasi dari suara caleg dan partai diharapkan bisa mempertahankan satu kursi pada daerah pemilihan tertentu.
Sekolah ideologi partai
Fenomena ini tampaknya menjadi masalah serius untuk sebagian besar partai di Tanah Air. Karena itu, tampaknya rekrutmen kader partai politik harus dibenahi. Rekrutmen terbuka untuk menjadi kader partai harus dimulai sejak dini. Kader muda ini dididik ideologi partai hingga matang dalam memahami peta politik dan karakter masyarakat pemilih. Merekalah yang kelak menjadi caleg di daerah pemilihan masing-masing.
Sistem rekrutmen dan pendidikan politik jenis ini telah dilakukan oleh sebagian partai, sebut saja misalnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, PKS, dan lainnya yang konsisten mendidik kadernya.
Patut diingat, ideologi partai ini pula yang harus ditanamkan dalam benak kader, disosialisasikan kepada publik. Dampaknya, publik akan merepresentasikan diri pada partai itu. Ini selaras dengan survei yang dilakukan pada partai politik oleh sejumlah lembaga. Survei ini menggunakan sistem proporsional tertutup karena hanya melihat sikap pemilih terhadap nama dan logo partai.
Kebijakan partai secara nasional akan berdampak kepada tingkat kepercayaan publik pada masyarakat sehingga popularitas partai meningkat dari waktu ke waktu.
Partai harus berani tampil segmented. Sebut saja misalnya, fokus untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat lewat penciptaan lapangan kerja, spesifik pada masalah itu.
Di Tanah Air, ideologi partai cenderung mirip satu sama lain sehingga sangat sulit masyarakat membedakannya. Hampir semua partai bicara soal pengentasan rakyat miskin, pengangguran, dan lain sebagainya untuk menuju kemakmuran rakyat. Namun, sangat sedikit partai yang bicara spesifik bagaimana cara mencapai kata kemakmuran rakyat itu (Irman Putra Sidin, 2023). Ini pula menjadi dasar pemikiran untuk memperkuat sekolah ideologi partai.
Di sisi lain, partai harus berani tampil segmented. Sebut saja misalnya, fokus untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat lewat penciptaan lapangan kerja, spesifik pada masalah itu. Tidak cenderung mengikuti tren atau isu sosial media yang berubah saban hari. Seiring apa yang paling banyak dibicarakan publik lewat jagat digital.
Kuasa partai
Perdebatan antarsistem proporsional terbuka dan tertutup dapat diatasi dengan penguatan ideologi partai untuk kader. Merekalah yang akan patuh dan tunduk pada kebijakan partai.
Ini untuk menjawab kekhawatiran partai kehilangan kuasa terhadap anggota DPR karena anggota DPR terpilih atas popularitasnya sendiri bukan atas bantuan partai sehingga kuasa partai tetap kuat karena partailah yang membentuk, mendidik, dan melahirkan kader menjadi pemimpin di masing-masing daerah. Bukan sebaliknya, partai mendompleng popularitas personal untuk menang di daerah pemilihan.
Untuk itu, pemilihan dengan proporsional terbuka patut dipertahankan. Membenahi pangkal, bukan ujung masalah dalam kekhawatiran kehilangan kuasa partai menjadi keniscayaan.
Dari sinilah, Indonesia berharap mendapat pemimpin unggul, tangguh, berpihak pada rakyat. Regulasi pencalonan pun patut ditambah dengan keriteria telah menjadi kader partai sekian tahun baru bisa dimajukan. Dengan asumsi, kader itu telah lulus dalam pendidikan ideologi politik partai dengan seluruh tahapan di dalamnya.
Partai patut bebenah. Menghadirkan kader cerdas dan berpihak kepada rakyat. Pada akhirnya, rakyatlah menjadi hakim untuk partai politik dalam kontestasi 2024. Mereka akan memberikan suara dan sanksi untuk kader partai mendapatkan kursi.
Masriadi Sambo, Dosen FISIP Universitas Malikussaleh (Unimal) Aceh dan Sekretaris Lembaga Pusat Studi Sosial dan Humaniora (LP2SH) Aceh