Saatnya Meneliti Budaya Penelitian Kita
Kalau komunitas akademik lancung, komunitas akademik telah mengingkari kepercayaan publik. Dampaknya sangat besar. Pelanggaran akademik dapat terjadi sejak proposal. Untuk tahu persis skalanya, diperlukan penelitian.

”Most people say that it is the intellect which makes a great scientist. They are wrong: it is character.” (Albert Einstein)
Terima kasih kepada Kompas yang pada 10-13 Februari 2023 mengangkat masalah pelanggaran akademis di Tanah Air. Terhadap laporan Kompas ini, banyak opini pakar menyelisik penyebabnya dan mengusulkan solusi.
Berbeda dengan laporan sebelumnya, awal pandemi Juli 2020 dan Oktober 2022, laporan Kompas kali ini sangat ekstensif. Tulisan ini ingin mengusulkan pendekatan penelitian untuk mencari akar masalah, mengetahui skala masalahnya, hingga mencari solusinya.
Hanya nila setitik?
Karya akademik yang dipublikasikan sebagai skripsi, tesis, disertasi, ataupun artikel di jurnal adalah buah penelitian dalam upaya menemukan pengetahuan baru untuk kemajuan kemanusiaan. Umumnya penelitian ini dibiayai dana publik, dan publik memercayakan kepada komunitas ilmiah, atau di antara sejawat peneliti sendiri (reviewer), untuk memilih proposal mana yang didanai hingga hasil penelitian mana yang layak dipublikasikan di jurnal.
Atas kepercayaan penuh pulalah hasil dan rekomendasi penelitian jadi pegangan individu dan pemerintah dalam pengambilan keputusan. Kalau komunitas akademik lancung, komunitas akademik telah mengingkari kepercayaan publik. Dampaknya sangat besar!
Kalau komunitas akademik lancung, komunitas akademik telah mengingkari kepercayaan publik. Dampaknya sangat besar!
Menjadi pertanyaan, seberapa besarkah skala masalah pelanggaran akademik kita? Apakah seperti nada yang ditulis, misalnya, oleh Anita Lie (Kompas, 13/2/2023), hanya nila setitik di antara susu sebelanga atau justru seperti kekhawatiran Syamsul Rizal (Kompas, 16/2/ 2023) bahwa perjokian hanya sulit terjadi di sangat sedikit PTN kelas nasional?
Selain skala pelanggaran, pengetahuan tentang jenis dan seberapa parah pelanggaran terjadi juga perlu diketahui. Pelanggaran atas integritas akademik dapat terjadi sejak usulan/proposal, pelaksanaan, hingga pelaporan penelitian. Terkait seberapa parah, gradasi pelanggaran untuk setiap jenis pelanggaran juga sangat lebar.
Ambil contoh terkait plagiasi. Rentang pelanggaran dalam plagiasi mulai dari sekadar menuliskan kalimat yang persis sama dengan kalimat penulis lain (walaupun dilengkapi dengan rujukannya) hingga menjiplak keseluruhan makalah penulis lain. Tentu ”hukuman” atas pelanggarannya akan berbeda.
Untuk tahu persis skala, jenis, dan intensitas/keparahan, penelitian diperlukan!
Baca juga: Karya Ilmiah Buatan Joki Sulit Diidentifikasi

Tanggung jawab individu dan institusi
Integritas dimiliki, mencirikan, dan merupakan hasil interaksi setiap peneliti dan lembaga tempat mereka bekerja. Bagi individu, integritas merupakan aspek dari karakter dan pengalaman moral yang bersangkutan. Di sinilah letak strategisnya budaya nyantrik (mentoring). Dalam penelitian, mahasiswa dibimbing secara personal oleh dosen pembimbing.
Melalui pembimbingan langsung ini, hal-hal terkait komunikasi (lisan ataupun tulisan), menulis proposal penelitian, memilih tindakan dan keputusan yang etis dan bertanggung jawab, selain penggunaan alat/metode/teknologi yang terkini, dilatihkan hari ke hari. Ini tentu mensyaratkan pembimbing telah melalui proses pembimbingan seperti ini dengan benar sebelumnya.
Menjadi tugas institusi untuk menciptakan lingkungan yang mempromosikan perilaku yang bertanggung jawab dengan mengadopsi standar integritas akademis. Institusi perguruan tinggi (PT) harus meyakinkan bahwa dalam usulan, pelaksanaan, hingga penerbitan karya ilmiah semua yang terlibat mengikuti standar etika.
Untuk itu, pelatihan bagi mahasiswa penelitian yang baru, penanganan atas pelanggaran, dan pelindungan para whistleblower harus rutin dilakukan dengan semangat mendidik. Jadi, mestinya sebelum harian ini membuka kotak pengaduan, pengaduan pertama harus dilakukan kepada pemimpin PT masing-masing! Bagaimana institusi membuat aturan, kebijakan, insentif, dan promosi dosen juga sangat menentukan subur atau rusaknya integritas akademik.
Bagaimana institusi membuat aturan, kebijakan, insentif, dan promosi dosen juga sangat menentukan subur atau rusaknya integritas akademik.
Tim percepatan guru besar, insentif publikasi dosen, peraturan upah minimum dosen, dan hal lain terkait dalam institusi harus diyakinkan sehingga mendukung penegakan integritas akademik. Bagaimana potret integritas akademik 4.500-an PT kita? Perlu data!
Tiap-tiap institusi PT pun tidak dalam ruang terisolasi, tetapi dalam sistem yang berkait dengan PT lain (karena antara peneliti dan PT saling bekerja sama), dengan aturan Kemenristek dan Dikti (aturan pengajuan proposal, aturan promosi dosen), dengan komunitas jurnal nasional/internasional. Cukup banyak jurnal yang dikelola dengan tidak baik, predator).
Bagaimana berbagai pemangku kepentingan ini bisa bekerja sama untuk penegakan integri- tas? Kita perlu data persisnya!
Penelitian tentang penelitian jadi agenda rutin badan-badan integritas riset di mancanegara, misalnya Office of Research Integrity (AS), UK Research Integrity Office (Inggris), sebagai bagian dari upaya penegakan integritas dan pemonitoran evaluasi rutin berjenjang dari kelompok terkecil, yakni grup penelitian di bawah dosen, fakultas, institut, hingga negara.
Baca juga: Akademisi Bayar Joki, Kepakaran Bebas Diperjualbelikan
Jika para akademisi selalu mendorong kebijakan dan implementasi berbasis data, solusi masalah pelanggaran ini pun harus berdasarkan data. Dari penelitian itu nanti kita dapat merekomendasikan solusi. Mungkin sebelumnya harus melalui penelitian, uji coba terbatas, randomised control trials, natural experiments, dan lain-lain. Wah, lama sekali? Kapan selesainya? Memang menegakkan budaya dan mengobati kegandrungan orang pada hal yang instan bukan dengan cara instan. Untuk integritas akademik, memang harus ada usaha serius terus-menerus.
Ismunandar, Dirjen Belmawa Ristekdikti (2018-2020), Wadetap RI untuk UNESCO, dan Anggota AIPI

Ismunandar