Pemerintah menetapkan target percepatan perhutanan sosial pada 2023-2030. Mengingat 2023 ini tahun politik, pelaksanaan perhutanan sosial agar dicegah dari kegiatan yang dipolitisasi oleh kekuatan politik tertentu.
Oleh
USEP SETIAWAN
·3 menit baca
HERYUNANTO
Ilustrasi
Di tengah isu reshuffle, pemerintah tetap fokus melaksanakan reforma agraria dan perhutanan sosial. Kita soroti perkembangan perhutanan sosial sebagai program prioritas Presiden Joko Widodo yang dilaksanakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Capaian perhutanan sosial hingga akhir 2022 seluas 5.318.376,20 hektar, terdiri dari 8.041 surat keputusan dan 1.149.595 keluarga, dari target nasional 12,7 juta ha. Perinciannya meliputi skema hutan tanaman rakyat seluas 352.697,08 ha, hutan kemasyarakatan 973.535,67 ha, kemitraan kehutanan 606.993,33 ha, hutan desa 2.144.084,21 ha, dan hutan adat 1.241.066,01 ha.
Aspek akses kelola perhutanan sosial telah mencapai 5,3 juta ha yang tersebar di 33 provinsi, 380 kabupaten, 2.315 kecamatan, dan 4.294 desa di Indonesia. Penerima manfaatnya 1,2 juta keluarga atau setara 5 juta jiwa (30/12/2022). Adapun usulan penetapan perhutanan sosial berjumlah 361 usulan, yang sedang diproses seluas 257.764 ha. Namun, alokasi anggaran tahun 2023 hanya untuk 150.000 ha (31/1/2023).
Perkembangan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) hingga 2022 telah terbentuk 10.068 KUPS. Tahun 2022, posisi yang naik kelas dari kategori Biru (baru mendapatkan izin/hak pengelolaan hutan sosial) ke kategori Silver (sudah menyusun rencana kerja usaha dan melakukan kegiatan usaha) bertambah 1.097 KUPS, dari kategori Silver ke Emas (telah memiliki unit usaha dan memasarkan produk) 398 KUPS, dan dari kategori Emas ke Platinum/mandiri (telah memiliki pasar yang luas, baik nasional maupun internasional) sebanyak dua KUPS. Kategori perkembangan capaian KUPS: Platinum 50 (0,50 persen), Emas 939 (9,33 persen), Silver 4.348 (43,19 persen), dan Biru 4.731 (46,99 persen).
Pendamping KUPS bekerja untuk peningkatan kapasitas tata kelola kelembagaan, tata kelola hutan, dan tata kelola ekonomi. Tahun 2023, KLHK menempatkan 1.846 pendamping atau naik dari tahun 2021 yang sebanyak 346 orang. Guna memperkuat kerja kolaborasi antar-pendamping, telah dibentuk Forum Komunikasi Pendamping Perhutanan Sosial di lima wilayah.
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Sudaryono, petani, menebang tanaman nonkehutanan, seperti sawit, di zona rehabilitasi Taman Nasional Gunung Leuser di Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Kamis (6/9/2018). Melalui program perhutanan sosial skema mitra konservasi, warga menebang tanaman nonkehutanan dari lahan 1.200 hektar dan menggantinya dengan tanaman hutan dan endemik.
Kuantitatif dan kualitatif
Dari perhitungan nilai transaksi ekonomi perhutanan sosial pada 5 persen KUPS, nilai transaksi yang bergulir mencapai Rp 117,59 miliar atau dikonversi total mencapai Rp 1,98 triliun. Pada 2022 telah dibentuk inovasi pengembangan usaha yang berskala ekonomi dan hilirisasi produk melalui integrated area development (IAD). Hal ini untuk meningkatkan skala ekonomi dan nilai tambah komoditas yang dilakukan terintegrasi dan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan. Jumlah IAD yang ditetapkan pada tahun 2022 adalah 20 lokasi di 15 provinsi.
Menurut KLHK, luas hutan adat yang telah ditetapkan 148.488 ha, bagi 105 komunitas masyarakat adat. Indikatif hutan adat seluas 988.393 ha dari 50 usulan (2022). Di luar peta indikatif terdapat 33 usulan baru yang diterima KLHK. Total permohonan dari masyarakat 83 usulan. Sementara anggaran tahun 2023 hanya tersedia untuk 15 surat keputusan hutan adat.
Perhutanan sosial membuka kesempatan bagi warga sekitar hutan untuk meningkatkan pendapatan dari pengelolaan tanah di dalam hutan.
Secara kualitatif, perhutanan sosial meningkatkan rasa memiliki warga terhadap hutan sehingga warga sekitar lebih menjaga kelestarian hutan untuk layanan alam. Pandangan baik warga sekitar hutan terhadap pemerintah dalam membuka kesempatan bagi warga untuk ikut mengelola hutan.
Selain itu, kesempatan kerja dan naiknya produktivitas ekonomi di pedesaan karena pengakuan terhadap penguasaan tanah warga di dalam kawasan hutan. Perhutanan sosial membuka kesempatan bagi warga sekitar hutan untuk meningkatkan pendapatan dari pengelolaan tanah di dalam hutan.
Terjaganya kualitas lingkungan dan terhindarnya hutan dari tindakan pembalakan liar yang merugikan ekonomi negara dan merusak kualitas lingkungan. Meningkatnya kesadaran warga penerima akses perhutanan sosial terhadap kewajiban melestarikan hutan dan mitigasi perubahan iklim.
Pada 2023 hingga 2030 telah ditetapkan target percepatan perhutanan sosial melalui distribusi akses legal 12,7 juta ha, penambahan pendamping sebanyak 25.000 orang, pembentukan 25.000 KUPS, pembentukan percontohan IAD minimum satu per kabupaten, percepatan peningkatan kelas KUPS, dan meningkatnya kontribusi menjaga lingkungan hidup.
Aneka tantangan
Dari sisi regulasi pelaksanaan perhutanan sosial, perlu pengesahan segera Rancangan Perpres Perhutanan Sosial guna mempercepat capaian perhutanan sosial. Presiden dapat menetapkan target pengesahan perpres ini dalam tiga bulan ke depan, disamakan dengan target yang ditetapkan Presiden untuk Rancangan Perpres Reforma Agraria pada Rapat Terbatas (3 Januari 2023).
Selain itu, sinkronisasi kebijakan dan anggaran lintas kementerian/lembaga pendukung perhutanan sosial perlu dikembangkan. Sinergi dan kolaborasi didorong lintas kementerian/lembaga dan pemerintah daerah serta pihak swasta dalam pemberdayaan setelah surat keputusan perhutanan sosial diberikan.
Anggaran pendukung perhutanan sosial perlu ditambah. Melihat permohonan perhutanan sosial yang jumlahnya banyak, KLHK disarankan segera memproses usulan tersebut. Misalnya percepatan verifikasi teknis usulan hutan adat dari komunitas-komunitas masyarakat adat juga diperlukan.
Perlu juga meningkatkan pendampingan dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat setelah izin perhutanan sosial diberikan. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Keuangan, KLHK, dan pemda sebaiknya menambahkan anggaran untuk perhutanan sosial, termasuk penetapan hutan adat. Optimalisasi potensi sumber dana lain, anggaran daerah, dana tanggung jawab sosial lingkungan, dan dana hibah perubahan iklim diperlukan.
Terkait kebijakan kawasan hutan dengan pengelolaan khusus yang diterbitkan Menteri LHK (5/4/2022) yang menetapkan 1.103.941 ha kawasan hutan di Jawa menjadi kewenangan pemerintah pusat dan bukan lagi kewenangan Perum Perhutani, KLHK perlu memperjelas mekanisme kerja dan rencana aksi implementasi, khususnya alokasi untuk perhutanan sosial.
Secara politik, mengingat 2023 itu tahun politik menjelang Pemilu 2024, pelaksanaan perhutanan sosial agar dicegah dari kegiatan yang dipolitisasi oleh kekuatan politik tertentu. Pemerintah juga perlu mencegah pungutan uang dari warga yang mengajukan perhutanan sosial. Kolaborasi intensif dengan organisasi masyarakat sipil perlu digiatkan.