Bagi Indonesia, hal yang paling penting ialah memanfaatkan sebaik mungkin berbagai latihan militer yang diadakan AS serta China.
Oleh
Redaksi
·1 menit baca
AP/US NAVY/JOSEPH CALABRESE
Jet E/A-18G Growler milik Amerika Serikat lepas landas dari geladak kapal induk Nimitz di Laut China Selatan pada Minggu (12/2/2023). Selepas latihan di Nimitz, AS mengerahkan ribuan tentara untuk latihan perang di Thailand.
Ada ungkapan yang cukup dikenal di kalangan militer, yaitu ”Lebih baik mandi keringat saat latihan daripada mandi darah di medan tempur”.
Ungkapan itu dimaknai, seorang prajurit harus berlatih sebaik mungkin agar saat bertempur ia mampu menghadapi musuh dengan baik. Ungkapan yang sama sering pula dipakai dalam dunia olahraga, dengan makna tentu sedikit berbeda, yakni seorang atlet harus berlatih sebaik mungkin sehingga bisa memenangi pertandingan.
Latihan militer yang diikuti berbagai matra, unit pasukan, dan jenis persenjataan memang dapat dipahami untuk meningkatkan keterampilan prajurit dan kesatuannya. Simulasi pendaratan pasukan, misalnya, membantu organisasi militer untuk bertindak seperti saat perang betulan.
JUSTIN STACK/DVIDS U.S. NAVY VIA AP
Foto yang diambil pada 27 Agustus 2021 memperlihatkan tiga kapal perang milik Angkatan Laut Jepang, India, dan Australia berpatroli bersama dalam latihan militer gabungan Malabar 2021.
Selama latihan militer berlangsung, proses perencanaan berikut dinamika dalam operasi memberikan pengalaman penting bagi mereka yang terlibat. Latihan militer menyempurnakan pendidikan yang telah dijalani prajurit.
Dalam konteks latihan militer dengan tentara dari negara asing, kegiatan latihan tak bisa lagi semata-mata dilihat sebagai ajang meningkatkan keterampilan serta profesionalisme prajurit. Latihan militer dalam konteks itu perlu dilihat sebagai alat diplomasi, bagian dari diplomasi pertahanan.
Berbagai latihan militer yang menyertakan Amerika Serikat (AS) bersama beberapa negara Asia Tenggara pun harus dilihat sebagai bagian kebijakan luar negeri yang dikelola Washington. Diberitakan harian Kompas edisi Kamis (16/2/2023), latihan militer Cobra Gold 2023 yang melibatkan AS dan 29 negara lain, termasuk Indonesia, akan digelar di Thailand dua pekan lagi. Lebih kurang 7.400 tentara dengan berbagai kebangsaan terlibat. Sebanyak 6.000 prajurit di antaranya berasal dari AS. Jumlah tentara AS ini merupakan yang terbanyak dalam 10 tahun terakhir kegiatan Cobra Gold.
KOMPAS/PANDU WIYOGA
Prajurit TNI Angkatan Laut dan Royal Australian Army berbaris seusai mengikuti latihan serangan amfibi di Pantai Todak, Pulau Singkep, Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, 20 November 2022. Hal itu bagian dari kegiatan Ausindo Amphibious Assault Exercise 19-20 November 2022.
Tahun lalu, Cobra Gold 2022 menjadi salah satu rangkaian awal latihan tanpa henti setahun terakhir. Dari Thailand, AS pindah latihan ke Filipina, Jepang, Korea Selatan, dan Indonesia. Di tengah persaingan AS-China, latihan-latihan itu akan dilihat sebagai alat bagi AS untuk kian mendekatkan diri pada negara-negara di Asia Tenggara. China juga merencanakan latihan perang yang menyertakan negara asing, yakni Rusia dan Afrika Selatan, selain menjalankan latihan yang diikuti militernya sendiri.
Latihan perang dan kerja sama militer lainnya, seperti kursus perwira, dalam sejarahnya memang dapat digunakan untuk mempererat hubungan antarnegara. Intensi positif sebuah negara diperlihatkan, antara lain, lewat kesediaannya menggelar kerja sama militer.
Bagi Indonesia, hal yang paling penting ialah memanfaatkan sebaik mungkin berbagai latihan militer yang diadakan AS serta China. Simulasi operasi militer, sekaligus kesempatan berinteraksi dengan prajurit dan teknologi negara asing, akan memperkaya pengalaman dan kemampuan tentara kita.