Negara-negara yang menerapkan prinsip pembangunan dengan memperhatikan kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan tumbuh menjadi kaya serta sejahtera.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Keputusan Pemerintah Arab Saudi mengirim perempuan negeri itu ke ruang angkasa menjadi satu lagi lompatan maju kedudukan perempuan Arab.
Langkah Pemerintah Arab Saudi itu terasa kontras ketika kita membandingkan dengan Afghanistan. Di Afghanistan yang sekarang dikuasai Taliban, bukan hanya perempuan dari usia anak-anak hingga dewasa dilarang bersekolah, mereka juga dilarang keluar rumah tanpa laki-laki sebagai pendamping, dan hak reproduksi dirampas.
Dua negara itu menerapkan ajaran Islam dalam menjalankan pemerintahan. Namun, jalan yang dipilih pemimpin kedua negara berbeda. Arab Saudi di bawah Pangeran Mohammed bin Salman sebagai penguasa de facto ingin memajukan kedudukan perempuan dengan tetap memegang prinsip syariah Islam. Ada kesadaran, perempuan sebagai separuh penduduk merupakan potensi ekonomi, sosial, budaya, politik, dan demokrasi bagi kemaslahatan negara.
Dalam bahasa pakar emansipasi Arab Saudi, Maha Akeel, pembatasan peran perempuan Arab Saudi di ranah domestik dan publik selama ini terjadi akibat tafsir terhadap perintah agama sehingga menghasilkan citra Islam adalah agama yang mengekang perempuan (Kompas, 14/2/2023).
Arab Saudi kini melatih dua perempuan dan dua laki-laki untuk menjadi astronot. Rayyanah Barnawi akan mengangkasa menuju Stasiun Antariksa Internasional (ISS) bersama Ali Alqarni pada triwulan II-2023. Adapun Mariam Fardous ikut berlatih sebagai astronot cadangan bersama Ali Alghamdi.
Pemberangkatan Barnawi adalah bagian dari Visi 2030, bertujuan menurunkan ketergantungan Arab pada minyak bumi. Memberi perempuan hak-haknya dalam kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi di ranah domestik ataupun publik menjadi bagian dari visi tersebut.
Arab Saudi kini melatih dua perempuan dan dua laki-laki untuk menjadi astronot.
Penelitian dan pengalaman negara-negara memperlihatkan, kesetaraan jender serta pemberdayaan perempuan dan pemudi adalah penggerak pembangunan berkelanjutan. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030 menempatkan kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan sebagai penentu keberhasilan pengakhiran kemiskinan serta kelaparan, kesejahteraan dan pertumbuhan bagi semua, serta masyarakat yang damai dan adil. Pada akhirnya masyarakat tersebut akan melindungi Bumi dan sumber daya alamnya.
Perempuan yang lebih berdaya, berpengetahuan, memiliki kemandirian ekonomi, seperti disebut penerima penghargaan Nobel Ekonomi, Amartya Sen, akan menjadi agen perubahan bagi dirinya sendiri, anggota keluarganya, dan komunitasnya.
Negara-negara yang menerapkan prinsip pembangunan dengan memperhatikan kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan tumbuh menjadi kaya serta sejahtera yang demokratis, seperti negara-negara di Eropa Utara. Untuk itu, berarti memastikan terpenuhinya hak perempuan terbebas dari kekerasan, hak seksual dan reproduksi, akses pada keadilan, kesetaraan sosial-ekonomi, dan partisipasi dalam pengambilan keputusan.