Reformasi Sistem Kesehatan
Aspek penting reformasi kesehatan adalah kepemimpinan dan pengaturan pengorganisasian. Perlu kepemimpinan berbasis aliansi untuk terlaksananya kerja sama horizontal dan vertikal dari semua pemangku kepentingan pelayanan.

Ilustrasi
Kita menyadari bahwa dunia kesehatan terus berubah, baik karena pandemi Covid-19 maupun karena berbagai tantangan masa kini dan masa datang. Kita tak dapat hanya mengandalkan sistem dan metode yang lama.
Sebagian mungkin masih laik laksana, tetapi sebagian lain perlu penyesuaian, perlu reformasi menjadi sistem kesehatan masa datang, ”health system of tomorrow”. Untuk Indonesia, penerapan sistem kesehatan masa datang yang tepat sangat penting, baik bagi kesehatan rakyat dan bangsa kita, maupun untuk kawasan Asia Tenggara karena Indonesia memegang keketuaan ASEAN pada 2023 ini.
Kita tahu, Indonesia dan ASEAN menghadapi berbagai tantangan kesehatan. Covid-19 memang makin mereda, tetapi dunia masih dalam status pandemi dan perlu penanganan yang baik kalau memang akan bertransisi menjadi endemi.
Di sisi lain, kita juga harus bersiap menghadapi kemungkinan berbagai wabah, kejadian luar biasa (KLB) dan bahkan juga pandemi pada masa depan.
Selain itu, pandemi Covid-19 yang sudah berjalan tiga tahun membuat situasi kesehatan lain jadi terkendala, kalau tak mau disebut sedikit terbengkalai.
Cakupan vaksinasi rutin yang rendah, misalnya, sudah mengakibatkan terjadinya KLB polio di Aceh yang bahkan sudah masuk dalam ”Diseases Outbreak News (DON)” WHO, dan juga peningkatan kasus campak yang mengalami kenaikan 32 kali lipat menjadi 3.341 total kasus di 223 kabupaten/kota dari 31 provinsi.
Contoh lain, sakit gula. Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), kasus diabetes pada anak Indonesia melonjak drastis sampai 70 kali lipat di 2023, dibandingkan 2010. Belum lagi tuberkulosis yang data terakhir menunjukkan kita penyumbang kasus ke dua terbanyak di dunia.
Baca juga : Analisis Litbang ”Kompas”: Alarm Lonjakan Kasus Diabetes pada Anak
Demikian juga masalah tengkes (stunting), angka kematian ibu dan anak, dan lain-lain. Tentu kita juga berhadapan dengan masalah kesehatan akibat perubahan iklim, dampak buruk industrialisasi, gaya hidup tidak sehat, dan lain-lain.
Secara umum, dunia kesehatan menghadapi tantangan raksasa yang meliputi aspek yang luas, mulai dari demografi, transisi epidemiologi, aspek lingkungan, penyakit baru dan lama, tetapi muncul kembali (emerging and re-emerging diseases), dampak desentralisasi dan aspek geopolitik.
Pengertian dan peluang
Semua masalah ini hanya akan bisa ditangani dengan baik jika kita melakukan reformasi sistem kesehatan, agar sesuai dengan tantangan yang dihadapi kini dan di masa datang.
Untuk melakukan reformasi, kita perlu tahu dulu apa yang dimaksud sistem kesehatan, yaitu semua organisasi, orang dan kegiatan yang tujuan utamanya adalah untuk menjaga dan meningkatkan status kesehatan masyarakat. Upayanya dapat langsung ke kegiatan kesehatan seperti pencegahan penyakit, penemuan dan pengobatan kasus dan lain-lain. dan juga aktivitas umum lain yang punya dampak ke kesehatan, misalnya pendidikan, ekonomi, transportasi dan lain-lain.

Kita sebenarnya punya banyak peluang untuk melakukan reformasi sistem kesehatan, yang memang secara cakap perlu diolah dengan tepat. Ada berbagai potensi sumber daya kesehatan di masyarakat, baik finansial, teknik, maupun SDM. Juga tersedia luas berbagai akses informasi, inovasi, dan teknologi.
Kita juga mengetahui bahwa pemerintah di tingkat pusat dan daerah, organisasi profesi pela- ku pasar dan komunitas, saling terkait dalam terselenggaranya sistem kesehatan yang baik.
Kesenjangan, ketahanan, keamanan kesehatan
Salah satu masalah dalam implementasi sistem kesehatan adalah terjadinya kesenjangan dalam berbagai tingkatan. Ini bermula dari kesenjangan kesempatan mendapat pelayanan kesehatan paripurna di tingkat individu, kesenjangan infrastruktur kesehatan antarberbagai daerah serta kesenjangan risiko kesehatan, yang semuanya akan berdampak pada derajat kesehatan dan bahkan kesejahteraan masyarakat.
Untuk ini perlu perubahan nilai tentang kesehatan, yang memang harus berdimensi luas, harus ada interkoneksi antara program kesehatan dan agenda pembangunan sosial, ekonomi serta lingkungan, bahkan politik kebijakan publik.
Baca juga : Arsitektur Kesehatan Nasional
Pengalaman Covid-19 bahwa semua sektor turun tangan menanganinya bersama, perlu dilanjutkan untuk mengatasi masalah kesehatan pada umumnya, tentu dengan penyesuaian peran sesuai situasi yang ada.
Hal berikut dalam reformasi sistem kesehatan adalah perlunya ketahanan dan keamanan kesehatan (health security and resilience), di tingkat lokal, nasional, dan regional seperti ASEAN. Prinsip dasarnya, “no one is safe until everyone is safe”.
Pengalaman pandemi Covid- 19 menunjukkan bahwa ketahanan/resiliensi kesehatan berbanding lurus dengan ancaman keamanan kesehatan. Karena itu, sistem kesehatan harus bisa menjamin bahwa kita dapat mencegah terjadinya masalah kesehatan yang tak terkendali,
Kalau toh tak dapat sepenuhnya dicegah, kita harus sudah siap untuk dapat mendeteksi sedini mungkin dan kemudian diatasi dengan cepat dan tepat. Tegasnya, tiga aspek harus diselenggarakan oleh reformasi sistem kesehatan, yaitu PPR: pencegahan (prevention), persiapan (preparedness) dan respons.

.
Kepemimpinan dan pengaturan
Aspek penting lain dalam reformasi kesehatan adalah kepemimpinan serta pengaturan pengorganisasian (governance).
Menurut WHO, kedua hal ini mencakup tersedianya kerangka kebijakan kesehatan yang strategik yang dirangkai dengan pandangan ke masa datang, membangun kerja sama dan koalisi, aturan yang jelas dan memihak ke masyarakat, yang semua disusun dalam desain sistem yang baik dan akuntabel.
Jurnal kesehatan internasional BMJ Global Health tahun 2020 menyebutkan bahwa kelemahan pengaturan sistem kesehatan adalah celah besar (missing link) dalam reformasi sistem kesehatan.
Disebutkan di jurnal ini, peran Kementerian Kesehatan di berbagai negara perlu berubah, dari secara langsung memberi pelayanan kesehatan menjadi pengelola secara umum (overall stewardship), termasuk ketersediaan anggaran dan juga menunjang pelayanan kesehatan privat yang ada di masyarakat, bukan hanya yang publik.
Kepemimpinan dan pengaturan sistem kesehatan juga harus dapat menggalang agar program kesehatan menjadi kegiatan semua komponen pemerintah dan masyarakat pula.
Untuk ini diperlukan setidaknya empat pola pikir dan pola kerja baru, yaitu berpikir sistemik, strategi yang cerdik dan juga adaptif, berorientasi ke manusia dan juga pelaksanaan sistem kesehatan secara inklusif, jangan eksklusif.
Perlu kepemimpinan berbasis aliansi untuk menjamin terlaksananya kerja sama horizontal dan vertikal dari semua pemangku kepentingan pelayanan kesehatan.
Pendekatan lama yang perlu dinilai ulang dan bahkan sebagian ditinggalkan, antara lain, adalah kakunya strategi, aturan, standar dan protokol institusi pemerintah. Perlu kepemimpinan berbasis aliansi untuk menjamin terlaksananya kerja sama horizontal dan vertikal dari semua pemangku kepentingan pelayanan kesehatan.
Tentu tak tepat kalau hanya menyalahkan sebagian pelaku sistem kesehatan. Cara seperti ini tak akan menyelesaikan masalah, bahkan berpotensi memperuncing keadaan dan merugikan sistem kesehatan.
Berdasar pola desain tradisional dan praktik di lapangannya, kepemimpinan dan pengaturan sistem kesehatan di dunia masih belum cukup luwes dan lincah dalam menghadapi dinamisnya kebutuhan kesehatan masyarakat serta berbagai perubahan aspek sosial determinasi kesehatannya.
Perlu analisis menyeluruh tentang gap dan disparitas yang terjadi, potensi dan peluang yang tersedia, dan dilakukan reformasi agar sistem kesehatan menjadi lebih tangguh menghadapi hari-hari mendatang, di negara kita, di ASEAN dan juga di dunia.
Kalau pada presidensi G20 Indonesia 2022 diperkenalkan istilah arsitektur baru kesehatan global, kini mungkin kita dapat lebih membumi dengan menerapkan arsitektur baru pula untuk sistem kesehatan agar lebih resilien, cepat tanggap, dan mencakup sistem kesehatan secara keseluruhannya secara komprehensif.
Semua itu merupakan kerja bersama dari semua pemangku kepentingan kesehatan.
Tjandra Yoga AditamaDirektur Pasca Sarjana Universitas YARSI, Guru Besar FKUI, Mantan Direktur WHO Asia Tenggara

Tjandra Yoga Aditama