Pemberian kartu putih kepada tim medis yang dilakukan wasit Catarina Branco merupakan bentuk apresiasi kepada semua pihak yang membantu menegakkan nilai positif dan etika kemanusiaan dalam pertandingan sepak bola.
Oleh
E TARU GURITNA
·3 menit baca
Di Liga Portugal, 21 Januari 2023, dalam pertandingan liga sepak bola wanita, antara Benfica dan Sporting Lisbon, wasit Catarina Branco memberikan kartu putih kepada tim medis kedua kesebelasan. Apa pasalnya? Kedua tim medis tersebut menunjukkan respons cepat memberikan pertolongan kepada seorang penonton yang pingsan.
Atas tindakan paramedis yang sigap tersebut, korban dapat diselamatkan. Para penonton di Stadion Estadio da Luz, markas Benfica pun sontak memberikan standing ovation atas tindakan simpatik tersebut, dan oleh wasit tindakan yang menunjukkan sisi kemanusiaan dan etika tersebut diganjar kartu putih, tanda salut dan respek.
FIFA sejauh ini belum mengeluarkan reaksi terhadap apa yang kini dipraktikkan di Liga Portugal. Keputusan ini berawal dari lembaga yang ditugasi oleh PSSI-nya Portugal (FPF) untuk menegakkan nilai kemanusiaan dan etika di olahraga. Ide ini berawal dari uji coba yang dilakukan oleh komisi wasit FIFA yang dikepalai Pier Luigi Collina, sang wasit legendaris dari Italia.
Waktu tambahan (injury time) selama Piala Dunia Qatar lebih lama ketimbang biasanya. Hal ini sebagai kompensasi waktu yang terbuang akibat ada penanganan cedera yang kadang dibuat-buat, atau perayaan gol yang berlebihan, atau tindakan yang kurang etis lainnya.
Semua waktu yang terbuang tersebut kemudian dikompensasikan di dalam waktu tambahan. Tujuannya tiada lain untuk menegakkan semangat fairness dalam suatu pertandingan. Alhasil, karena waktu tambahan yang lebih panjang dari biasanya tersebut beberapa arah pertandingan menjadi berubah, seperti saat Argentina lawan Belanda, di mana Belanda mampu menyamakan pertandingan 2-2 melalui Wout Weghorst pada menit 90 +11.
Ide menggunakan kartu putih adalah memberikan penghargaan/apresiasi kepada semua pihak yang terlibat di pertandingan sepak bola yang menunjukkan semangat fair play dan mengedepankan nilai-nilai sportivitas, seperti respek, kejujuran, dan etika. Wasit yang kini juga dibantu dengan VAR untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat dari berbagai sudut pandang diharapkan bisa memberikan keputusan yang valid meskipun sebagai manusia tetap saja ada kontroversi. Dengan adanya ”kartu putih”, wasit menjadi pihak yang mengapresiasi penegakan nilai-nilai keutamaan dalam olahraga, khususnya di sepak bola.
Sebuah pertandingan yang aman adalah idaman semua orang. Olahraga seperti yang dicita-citakan oleh Baron Pierre de Coubertan mempunyai keinginan sebagai pembentuk manusia yang utuh, harmonis dalam rangka membentuk masyarakat yang saling menghormati.
Ide menggunakan kartu putih adalah memberikan penghargaan/apresiasi kepada semua pihak yang terlibat di pertandingan sepak bola yang menunjukkan semangat ’fair play’ dan mengedepankan nilai-nilai sportivitas, seperti respek, kejujuran, dan etika.
Nilai-nilai olimpisme, yaitu friendship, excellent, dan respect, pada hakikatnya mengajarkan olahraga erat kaitannya dengan kejujuran, saling menghargai selain keterampilan fisik dan kemampuan mengolah mental. Nilai-nilai olimpisme juga mengajarkan ada hal yang lebih penting ketimbang kemenangan dalam suatu kompetisi, tetapi bagaimana berjuang dengan dasar-dasar nilai utama tadi, itulah hakikat sesungguhnya semangat sportivitas itu. Tentu apa yang dilakukan oleh asosiasi sepak bola Portugal pun tidak lepas dari penegakan nilai-nilai utama dalam keolahragaan ini.
Kepemimpinan wasit
Sebagai pihak yang memimpin pertandingan, wasit diharapkan bisa mengembangkan gaya kepemimpinan fasilitatif (Panggabean, dkk), yaitu gaya pemimpin yang bijak dalam membaca situasi, pandai menempatkan kewenangan dan perannya, menjadi panutan, memotivasi dan melindungi serta memartabatkan, dan memberi dorongan serta apresiasi. Hal ini tentu sejalan saat situasi pertandingan karena pemimpin pergelaran itu adalah wasit. Wasit dituntut bijak memberikan keputusan, tegas menegakkan aturan yang menjadi kewenangannya, tetapi juga memberikan apresiasi dan respek kepada semua yang membantu pertandingan tersebut berjalan lancar.
Terobosan baru ini layak untuk dicermati dan bahkan ditiru di berbagai jenis olahraga tidak hanya sepak bola. Kadang memang terdapat adagium bahwa melakukan hal yang baik adalah hal yang biasa karena sudah selayaknya demikian.
Seorang pegolf legendaris bernama Bobby Jones, suatu ketika pernah stick golfnya tak sengaja menyentuh bola, padahal tak ada orang yang melihat. Dia memberi tahu wasit agar dirinya dihukum. Wasit mengatakan tidak ada seorang yang melihat kejadian itu, tetapi Bobby bersikeras mengatakan yang sejujurnya. Saat dia dipuji karena menyampaikan kejujurannya, Bobby Jones berkata ”apakah saya perlu dipuji karena saya tidak merampok?”
Idealnya kita mempunyai atlet sejujur Bobby Jones, atau memiliki wasit yang tegas dan berwibawa macam Collina. Kini ada terobosan baru yang dilakukan wasit Catarina Branco di atas, yang mengapresiasi semua pihak yang telah membantunya menegakkan nilai positif dan etika kemanusiaan dalam pertandingan sepak bola. Semoga pemberian kartu putih ini menjadi langkah terobosan FIFA pada saat Piala Dunia U-20 nanti digelar di Indonesia.
Tentu akan sangat membanggakan karena Indonesia menjadi negara pertama yang ditunjuk sebagai tempat penegakkan nilai-nilai positif dalam pertandingan sepak bola. Wasit yang memimpin pertandingan nanti semoga juga akan dibantu teknologi VAR di stadion-stadion yang ditunjuk. Harapannya, semua pihak yang terlibat di dunia sepak bola Tanah Air makin menjunjung tinggi nilai-nilai olimpisme, juga keadaban dan kemanusiaan, dibantu perangkat modern dan wasit yang tegas, berwibawa, fasilitatif, dan apresiatif sehingga kita sedikit naik kelas dari carut-marutnya wajah sepak bola saat ini.
E Taru Guritna, Sekretaris Ikatan Psikologi Olahraga (IPO)