Kesan dikotomi antara pendidikan berbasis rumah sakit (RS) dan universitas cukup menguat. Namun, narasi itu kurang tepat jika digunakan untuk menggambarkan kompleksitas pendidikan dokter spesialis di Indonesia.
Oleh
OVA EMILIA
·5 menit baca
Sistem pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit harus segera diwujudkan (Kompas, 30/12/2022). Sistem pendidikan berbasis universitas dipandang belum mampu menjawab ketercukupan dan pemerataan dokter spesialis sehingga perlu ditinjau ulang. Demikian narasi beberapa media di pengujung 2022 merespons pernyataan Menteri Kesehatan RI tentang rencana reformasi pendidikan dokter spesialis di Indonesia.
Kesan dikotomi antara pendidikan berbasis rumah sakit (RS) dan universitas cukup menguat. Namun, narasi itu kurang tepat jika digunakan untuk menggambarkan kompleksitas pendidikan dokter spesialis di Indonesia. RS bukanlah komplemen universitas penyelenggara pendidikan dokter spesialis, demikian pula sebaliknya.
Karakteristik model
Pendidikan dokter spesialis pasti menggunakan RS. Yang membedakan adalah institusi pengelolanya. Tak juga dibedakan mana yang lebih baik karena keduanya punya kontribusi sinergis untuk melaksanakan pendidikan. Pemerintah hanya perlu mengelola karakteristik kedua model menjadi lebih spesifik berbasis kebutuhan sistem kesehatan dan situasi pendidikan tinggi di Indonesia.
Model pendidikan disebut berbasis universitas saat penerimaan, pelaksanaan, dan evaluasi diselenggarakan oleh institusi pendidikan tinggi, bekerja sama dengan satu atau lebih RS untuk pemenuhan kompetensi.
Cakupan pemenuhan kompetensi luas karena fakultas kedokteran (FK) memiliki fleksibilitas kerja sama dengan berbagai wahana pendidikan. Selain itu, jaminan kualitas pendidikan dan lulusan karena memiliki pengawasan ganda oleh otoritas pendidikan tinggi dan kesehatan, potensi sharing SDM, sarana-prasarana, hingga keuangan, serta dukungan aspek pendidikan dan penelitian yang kuat untuk pengembangan ilmu disebut-sebut sebagai keunggulan model ini.
Proses bisnis pendidikan berbasis RS di luar negeri dikenal dengan community-based model dan dikelola oleh satu RS yang diakui kapabilitasnya oleh kolegium pendidikan kedokteran.
Pendidikan ini berfokus pada pemenuhan kompetensi pelayanan kesehatan dengan porsi akademik dan riset terbatas, cakupan penyakit berfokus pada kasus dengan setting wilayah kerja RS atau jaringan pelayanan kesehatan, dan mahasiswa dididik oleh staf RS yang secara otomatis menjadi tenaga pengajar dengan adanya tuntutan monoloyalitas.
Selain itu, jumlah peserta didik cenderung lebih sedikit menyesuaikan kapasitas RS. Sarana-prasarana dan pembiayaan sepenuhnya berasal dari RS. Penjaminan mutu diselenggarakan RS serta kolegium, yang juga mengeluarkan sertifikat kompetensi bagi lulusan.
Pendidikan dokter spesialis berbasis RS cenderung bersifat vokasional, dengan peserta didik disiapkan untuk bekerja dalam wilayah kerja RS. Adapun pendidikan berbasis universitas lebih menekankan adanya perimbangan antara capaian kompetensi pelayanan dengan kemampuan akademis, dan penelitian untuk mendorong lulusan mampu berinovasi.
Meninjau sistem pendidikan
Brasil, Italia, Jepang, Kanada, Malaysia, Singapura, dan China menjadi negara yang mengadopsi pendidikan dokter spesialis berbasis universitas. Sementara AS, Australia, Britania Raya, Filipina, Jerman, dan Selandia Baru mengacu pendidikan berbasis RS.
Melihat praktik baik yang diselenggarakan di negara-negara tersebut, bisa dikatakan bahwa kedua model pendidikan itu secara praktis telah menghasilkan lulusan kompeten untuk menjalankan pelayanan kesehatan. Lalu bagaimana model sistem pendidikan yang tepat untuk menjawab kebutuhan dokter spesialis di Indonesia?
Sesuai amanah UU Pendidikan Dokter No 13 Tahun 2013, Indonesia menganut pendidikan berbasis universitas. Namun, implementasi model ini dianggap belum sepenuhnya menjawab tantangan produksi dokter spesialis karena adanya keharusan peserta didik memenuhi kompetensi akademis dan riset, standardisasi jumlah FK yang memenuhi syarat membuka program studi dokter spesialis, serta pembatasan kuota penerimaan karena perhitungan rasio.
Lalu bagaimana model sistem pendidikan yang tepat untuk menjawab kebutuhan dokter spesialis di Indonesia?
Model ini disinyalir banyak melibatkan pemangku kepentingan (stakeholder) dengan kompleksitas kebijakan tumpang tindih, dan berpotensi menjadi hambatan birokrasi program percepatan pemenuhan dokter spesialis.
Model pendidikan dokter spesialis berbasis RS terkesan mampu menjawab kebutuhan peningkatan lulusan di Indonesia mengingat penekanan dominannya pada pemenuhan kompetensi layanan. Apakah model ini benar-benar terlepas dari universitas? Karena sejatinya struktur kolegium di Indonesia beranggotakan dosen perwakilan sejumlah universitas yang memiliki pengetahuan dan pengalaman menjalankan pendidikan dokter spesialis berbasis universitas.
Model pendidikan berbasis RS memerlukan investasi melimpah dalam jangka panjang agar menjadi tempat pendidikan yang memenuhi standar sebagaimana penyelenggara pendidikan secara mandiri. Ini jadi tantangan berat mengingat mayoritas RS di Indonesia awalnya didesain murni untuk pelayanan kesehatan sehingga pola pikir, perilaku, tata kelola individu dan organisasi di dalamnya sulit mengakomodasi kehadiran pendidikan serta penelitian secara mutlak dalam waktu singkat.
Penyelenggaraan pendidikan secara mandiri oleh RS akan meningkatkan biaya penyelenggaraan pendidikan, yang saat ini pun masih banyak dikeluhkan RS pendidikan. Selain itu, banyak standar dan regulasi perlu disusun di level nasional ataupun daerah agar RS mampu menyelenggarakan pendidikan secara mandiri. Tanpa adanya penyesuaian standar dan regulasi, tata kelola pendidikan dokter spesialis akan kehilangan mekanisme pengawasan kendali mutu yang berkesinambungan untuk menghasilkan dokter spesialis berkualitas.
Arsitektur terintegrasi
Pendidikan dokter spesialis berbasis universitas sudah saatnya untuk diintegrasikan dengan beberapa elemen pendidikan berbasis RS. Melalui model integrasi ini, pendidikan dokter spesialis akan memaksimalkan potensi input dengan mengoptimalkan kuota penerimaan berbasis tugas belajar.
Model ini selaras dengan rencana Menteri Kesehatan RI untuk menyediakan tambahan 2.500 beasiswa pendidikan dokter spesialis tahun 2023 (Kompas, 2022), dan akan memaksimalkan proses, serta output, sehingga kebutuhan tujuh program spesialis dasar di daerah segera terpenuhi.
Proses pendidikan model integrasi ini bisa dilakukan dengan pendekatan wilayah memakai konsep Sistem Kesehatan Akademik (AHS). Pemerintah perlu menghitung kebutuhan dokter spesialis per wilayah dan melakukan pemandatan produksi lulusan oleh FK yang berada di wilayah pemetaan dengan membentuk konsorsium dengan menggandeng RS setempat sebagai wahana pendidikan.
Pemerintah perlu mengatur penyebaran tempat praktik lulusan untuk menjamin distribusi dokter spesialis.
Model ini membuka peluang untuk memperluas jejaring pendidikan antara FK dan RS serta mendukung penambahan jumlah pusat pendidikan dokter spesialis di Indonesia, yang berarti juga meningkatkan kuota mahasiswa, pemantauan proses pendidikan optimal, pemenuhan kecukupan dokter, serta menciptakan rasa memiliki untuk berkontribusi menyelesaikan masalah kesehatan daerah.
Pemerintah perlu mengatur penyebaran tempat praktik lulusan untuk menjamin distribusi dokter spesialis. Penetapan wajib kerja kepada lulusan wajar dilakukan mengingat subsidi pemerintah cukup signifikan dibandingkan biaya pendidikan yang dibayarkan. Kompensasi bagi mahasiswa pendidikan dokter spesialis sesuai amanah UU Pendidikan Kedokteran 2013 sangat ideal diwujudkan mengingat mereka juga telah berprofesi sebagai dokter dan melakukan tugas pelayanan selama pendidikan.
Peningkatan program pendidikan dokter spesialis perlu kerja sama sinergis dengan sejumlah pihak. Pendidikan ini an sich tak hanya memperhatikan aspek kecepatan dan kuantitas, tetapi juga harus mempertimbangkan kualitas pendidikan dan jaminan mutu lulusan yang memiliki ketajaman pengetahuan akademis, kompetensi klinis, dan inovasi pelayanan kesehatan masa depan.
Ova Emilia,Guru Besar Pendidikan Kedokteran Pertama di Indonesia, Rektor Universitas Gadjah Mada