Akhir "Zero-Covid" China dan Peluang bagi Indonesia
Ekonomi China berpeluang tumbuh meningkat pada 2023 seiring dengan pengakhiran kebijakan Zero-Covid dan penambahan stimulus ekonomi. Membaiknya aktivitas ekonomi China dapat memberikan peluang bagi Indonesia.
Oleh
FIRMAN HIDAYAT
·4 menit baca
China akhirnya mengikuti langkah negara lain untuk hidup berdampingan dengan Covid-19. Meskipun belum terdapat pernyataan resmi dari pemerintah, kebijakan Zero-Covid bisa dikatakan telah berakhir.
Hal ini mengingat kebijakan lockdown dan berbagai persyaratan yang ketat yang diterapkan pemerintah telah dihapuskan. Misalnya, masyarakat tak perlu lagi melakukan tes PCR secara rutin dan kewajiban karantina bagi pendatang dari luar negeri dihapus mulai 8 Januari 2023.
Mengapa China akhirnya memutuskan hidup berdampingan dengan Covid-19? Ekonomi China saat ini menghadapi tiga tantangan utama. Pertama, penurunan permintaan ekspor akibat melemahnya ekonomi dunia. Ekspor mengalami kontraksi 8,7 persen dan 0,3 persen (yoy) pada November dan Oktober 2022.
Kedua, kinerja sektor properti sedang menurun. Investasi di sektor properti juga tumbuh negatif pada November dan Oktober 2022, yaitu minus 19,9 persen (yoy) dan minus 16 persen (yoy).
Ketiga, kebijakan Zero-Covid telah menurunkan aktivitas ekonomi China. Sebagai contoh, ekonomi China di triwulan II-2022 hanya tumbuh 0,4 persen (yoy), turun cukup tajam dibandingkan triwulan I-2022 yang 4,8 persen (yoy).
Tantangan masa transisi
Tantangan itu menjadi dilema bagi China. Berbagai stimulus untuk mendorong perekonomian sering tak efektif karena terkendala kebijakan Zero-Covid yang ketat.
Di sisi lain, China tak bisa berbuat banyak untuk mendorong ekspor karena pertumbuhan ekonomi dunia terus melambat. Oleh karena itu, mengakhiri kebijakan Zero- Covid jadi pilihan yang paling rasional. Pengakhiran kebijakan Zero-Covid akan mendorong aktivitas ekonomi domes -tik sehingga bisa menutupi pelemahan kinerja ekspor.
Pilihan China untuk hidup berdampingan dengan Covid- 19 menimbulkan sejumlah implikasi. Pada periode awal ada lonjakan pasien di rumah sakit dan aksi borong obat-obatan.
Ilustrasi
Aktivitas ekonomi masyarakat juga menurun pada tahap awal pelonggaran kebijakan karena sebagian besar warga terpapar Covid-19. Implikasi lainnya, distribusi logistik sempat mengalami gangguan karena banyaknya pekerja yang terpapar Covid-19.
Tantangan menyebarnya virus Covid-19 juga diprediksi akan terjadi pada periode libur panjang tahun baru Imlek 21-27 Januari 2023. Pada periode ini masyarakat China akan melakukan perjalanan ke kampung halaman untuk berkumpul dengan keluarga.
Sejumlah langkah perlu ditempuh China agar bisa melewati masa transisi dengan lancar. China perlu menambah fasilitas kesehatan, pasokan obat-obatan, dan mempercepat vaksinasi penguat bagi lansia. Langkah ini diharapkan dapat meminimalkan jumlah pasien yang meninggal.
Sejumlah langkah perlu ditempuh China agar bisa melewati masa transisi dengan lancar.
China juga perlu meningkatkan stimulus untuk mendorong konsumsi dan sektor properti. Stimulus konsumsi secara targeted dapat diberikan dalam bentuk pemberian voucher dan memberikan subsidi untuk mendorong penjualan kendaraan listrik.
Sementara itu, di sektor properti, China perlu terus melonggarkan sejumlah ketentuan untuk terus mendorong permintaan properti yang sedang lesu. Selain itu, China juga perlu mendorong perdagangan dengan negara mitra di Asia-Pasifik untuk menutupi penurunan permintaan ekspor dari negara maju, seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Ekonomi China berpeluang tumbuh meningkat pada 2023 seiring dengan pengakhiran kebijakan Zero-Covid dan penambahan stimulus ekonomi.
Peluang bagi Indonesia
Sejumlah ekonom mulai melihat peluang ekonomi China di 2023 dapat tumbuh di kisaran 5,0-5,5 persen. Potensi membaiknya aktivitas ekonomi China ini dapat memberikan peluang bagi Indonesia.
Potensi membaiknya ekonomi China berpotensi meningkatkan kebutuhan China akan sejumlah komoditas, antara lain batubara dan besi baja. Menurut Zhongtai Securities, kebutuhan batubara China pada 2023 diperkirakan meningkat sekitar 150 juta ton atau tumbuh 3 persen dibandingkan tahun 2022.
Sementara itu, kebutuhan China terhadap besi baja diprediksi meningkat seiring membaiknya sektor properti yang diperkirakan terjadi pada semester II-2023.
Meningkatnya kebutuhan China akan batubara dan besi baja dapat berdampak positif bagi Indonesia. Hal ini mengingat pangsa ekspor batubara dan besi baja Indonesia ke China terhadap total ekspor Indonesia ke China cukup signifikan, yaitu sekitar 16,9 persen dan 22,6 persen.
Meningkatnya kebutuhan China akan batubara dan besi baja dapat berdampak positif bagi Indonesia.
Indonesia juga harus memanfaatkan peluang mengalirnya kembali arus wisatawan China yang akan kembali melakukan perjalanan ke luar negeri pada 2023. Jumlah wisatawan China yang melakukan perjalanan ke luar negeri diperkirakan meningkat pada triwulan II-2023.
Apabila peluang ini dapat dimanfaatkan dengan baik, Indonesia dapat menambah pemasukan devisa di 2023 karena wisatawan China yang berkunjung ke Indonesia berjumlah sekitar 2 juta wisatawan pada 2019, atau menempati urutan kedua di bawah wisatawan Malaysia.
Firman HidayatAnalis Eksekutif, Kantor Perwakilan BI di Beijing