Obituari Paus Emeritus Benediktus XVI: "Saya Hanyalah Seorang Peziarah"
Paus Fransiskus menggambarkan Paus Benediktus XVI sebagai "seorang nabi." Ia meramalkan, di masa depan Gereja Katolik akan menjadi lembaga yang lebih kecil tetapi lebih setia.
Ketika pada Sabtu (31/12/2022) sore mendengar berita Paus Emeritus Benediktus XVI wafat, saya segera ingat film "The Two Popes", yang disutradarai Fernando Meirelles dan diputar di Netflix.
Dalam film ini, penulis skenario Anthony McCarten (juga menulis skenario Darkest Hour, Bohemian Rhapsody), ingin menyajikan adanya perbedaan antara kedua-nya, sekaligus memaksa penonton memercayainya: Bergoglio yang progresif dan Benediktus yang tradisionalis, mengenai arah masa depan gereja.
Kata John Cornwell (vanityfair.com, 23/12/2019), meski diawali dengan credit line "inspire by true events", film itu menyodorkan banyak hal yang tak pernah terjadi di dunia nyata.
Kendati demikian, ada yang berpendapat, wafatnya Paus Benediktus XVI, mengakhiri periode yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah, di mana dua Paus hidup berdampingan. Paus Benediktus XVI sejak mengundurkan diri 28 Februari 2013 hingga wafat 31 Desember 2022, tinggal di Mater Ecclesiae Monastery (sebelumnya selama dua bulan tinggal di Castel Gondolfo).
Sementara, Paus Fransiskus tinggal di Domus Sanctae Marthae. Keduanya ada di kompleks Vatikan.
Situasi seperti itu sering ditafsirkan menyebabkan ketegangan di kubu-kubu yang bersaing di Vatikan. Mereka yang kurang cocok dengan Paus Fransiskus (yang dianggap relatif progresif) lari ke Paus Benediktus (yang dianggap pembela nilai-nilai konservatif).
Tetapi, sejak mengundurkan diri tahun 2013, Paus Benediktus XVI yang menyebut dirinya, "Emeritus", lebih memilih menjauhi dunia ramai, berdoa untuk gereja dan dunia. Ia menjadi pendoa.
Baca juga : Paus Benediktus XVI Dimakamkan Kamis
Bukan hanya itu. Dalam pidato pengunduran dirinya, 28 Februari 2013, di hadapan College of Cardinals, Dewan Kardinal, bahkan saat Paus baru penggantinya belum terpilih, ia secara tegas mengatakan: "Di tengah-tengah Anda, ada Paus berikutnya. Saya berjanji untuk taat kepadanya."
Lewat sikap itu, menurut Harian Corriere della Sera (2021), Paus Benediktus XVI ingin menegaskan, hanya ada satu Paus yakni Fransiskus. Ini jelas, sebuah sikap kerendahan hati, benar-benar melepaskan dan meninggalkan masa lalunya.
Menulis sejarah
Pada 19 April 2005, Joseph Ratzinger dipilih menjadi Paus, pemimpin Gereja Katolik Roma. Ia Paus ke-265. Ia Paus kedelapan dari Jerman sepanjang sejarah gereja. Saat itu, usianya 78 tahun. Ini menjadikannya sebagai Paus terpilih tertua sejak 1730.
Tanggal 12 Juli 1730, Kardinal Lorenzo Corsini terpilih sebagai Paus dan kemudian bergelar Paus Clement XII, saat berusia 78 tahun.
Dia melambangkan masa lalu gereja di Eropa, bukan masa depan negara berkembangnya.
Maka mereka yang sinis mengatakan, Paus Benediktus XVI tidak akan seperti pendahulunya, Yohanes Paulus II yang kharismatik, populer, "media darling", sebab ia terlalu tua. Dia melambangkan masa lalu gereja di Eropa, bukan masa depan negara berkembangnya.
Tetapi, apa pun, ini sejarah bagi Jerman. Paus terakhir dari Jerman adalah Paus Stephanus IX (3 Agustus 1057-29 Maret 1058). Paus Benediktus XVI adalah Paus pertama dari Jerman pada abad ini, bahkan pertama sejak 1058. Artinya, Paus dari Jerman pertama dalam hampir 1.000 tahun.
Deutsche Welle menulis, seorang Paus dari Jerman adalah "big deal," sesuatu yang luar biasa. Sebab, Ratzinger terpilih sebagai Paus hanya berselang 60 tahun setelah berakhirnya Perang Dunia II dan genosida terhadap sekitar enam juta orang Yahudi di Eropa.
Jerman negeri asal Paus Benediktus XVI adalah negeri asal Martin Luther (1483-1546), imam dan teolog yang melancarkan gerakan reformasi. Gerakan ini memicu perpecahan Kekristenan Barat, antara Katolikisme Roma dan tradisi-tradisi Protestan baru, terutama Lutheranisme, Calvinisme, Anglikanisme Anabaptis, dan anti-Trinitarian.
Tetapi, Paus Benediktus XVI hanya menduduki Tahta Suci selama delapan tahun. Ia mengikuti jejak Paus Gregorius XII, yang mengundurkan diri pada 1415. Paus Gregorius yang nama aslinya Angelo Correr, dipilih menjadi Paus pada tahun 1406.
Paus Gregorius XII, mengundurkan diri untuk menyelesaikan perselisihan tentang siapa yang harus memimpin Gereja Katolik pada masa Skisma Barat Besar (perpecahan Gereja Katolik). Saat itu, tiga orang mengklaim dirinya sebagai Paus, yang berkedudukan di Roma, Avignon, dan Pisa.
Skisma Barat diakhiri oleh Konsili Constance (1414-1418), dengan terpilihnya Martin V sebagai Paus di tahun 1417.
Sebelumnya, tahun 1294, Paus Celestinus V, seorang biarawan Benediktin, mengundurkan diri. Ia hanya menduduki Tahta Petrus selama lima bulan. Setelah mundur, ia meninggalkan Roma dan kembali ke pertapaannya di perbukitan Italia tengah dan Apulia.
Keputusan seorang Paus melepaskan jabatannya, legal di bawah Hukum Kanon karena "Siapa pun yang bertanggung jawab atas diri sendiri (sui compos) dapat mengundurkan diri dari jabatan gerejawi karena alasan yang tepat."
Pada 11 Februari 2013, Paus Benediktus XVI mengumumkan bahwa ia akan mengundurkan diri daripada meninggal saat masih menjabat seperti pendahulunya, Paus Yohanes Paulus II. Rencana itu dilaksanakan 28 Februari 2013.
Pengunduran dirinya merupakan pesan kuat tentang ketidakterikatan dan kesederhanaan, kepada dunia yang begitu haus akan kekuasaan, uang, dan prestise.
Kata Paus Benediktus XVI pada para kardinal, “Setelah berulang kali memeriksa hati nurani saya di hadapan Tuhan, saya sampai pada kepastian bahwa kekuatan saya karena usia lanjut tidak lagi sesuai” dengan tuntutan menjadi Paus.
Pengunduran dirinya merupakan pesan kuat tentang ketidakterikatan dan kesederhanaan, kepada dunia yang begitu haus akan kekuasaan, uang, dan prestise.
Paus ekumene
Sebagai Paus baru, ia memilih nama Benediktus XVI. Selain untuk mengingat dan menghidupkan kembali perjuangan Benediktus XV, juga melihat dunia dalam pergolakan dan perlu diupayakan perdamaian. Ia juga memandang perlunya rekonsiliasi gereja.
Maka, katanya, ekumenisme adalah bagian dari “prioritas tertinggi dan fundamental Gereja dan Penerus Petrus saat ini.” Sejalan dengan orientasi umum ini, Paus Benediktus XVI mendorong kelanjutan kontak dan dialog ekumenis yang dimulai para pendahulunya dengan gereja-gereja Kristen yang lain dan membangun dialog dengan agama-agama lain.
Kepada para kardinal, Paus mengatakan, memperkokoh persatuan umat Kristiani jadi tujuan utama pelayanannya.
Paus cendekiawan
Koran The New York Times (31/11/2022) menulis, Benediktus XVI adalah tokoh cendekiawan paling berpengaruh di gereja dalam satu generasi. Kata sejarawan Princeton Anthony Grafton (The New York Review of Books, 2010), Benediktus XVI mungkin cendekiawan terhebat yang memerintah gereja sejak Paus Innosensius III, ahli hukum brilian yang menjabat dari tahun 1198 hingga 1216.
Ratzinger lahir 16 April 1927, di keluarga yang sangat religius, di kota Marktl am Inn, Bavaria, Jerman, dekat perbatasan dengan Austria. Di kota itu, ayahnya, seorang polisi, bertugas. Pada 1944, Ratzinger yang berusia 17 tahun mengikuti wajib militer ke Wehrmacht.
Setelah Perang Dunia II berakhir, ia mulai belajar teologi, seperti kakak laki-lakinya yang berusia tiga tahun lebih tua, Georg. Keduanya ditahbiskan jadi imam pada 1951. Ia meraih gelar doktor teologi pada 1953. Akhir 1950-an, Ratzinger telah menjadi profesor teologi yang dihormati secara luas.
Maka selama hampir delapan tahun sebagai Paus, dia selalu menekankan perlunya nalar dan spiritualitas, serta pentingnya Gereja Katolik yang tercerahkan dalam dunia modern.
Ia meramalkan, di masa depan Gereja Katolik akan menjadi lembaga yang lebih kecil tetapi lebih setia.
Pada 1962 — saat Ratzinger (35) mengajar di Universitas Bonn— ia dipilih menjadi penasihat teologis Kardinal Joseph Frings dari Cologne, seorang pengritik keras Narzisme, selama Konsili Vatikan II. Konsili ini dilakukan gereja yang sudah berusia hampir 2.000 tahun untuk mencari jawaban terhadap tantangan dan tuntutan dunia modern.
Ketika itu, Pastor Ratzinger termasuk kelompok reformis, meski berhati-hati. Dia ingin memodernisasi gereja sambil menghormati tradisinya. Selama Vatikan II, dia memberikan pengaruh dengan mengadakan seminar dan menulis pidato dan komentar. Dalam konsili, ia menyatakan perlunya teologi Katolik mengembangkan "bahasa baru" untuk berbicara pada dunia yang tengah berubah.
Paus Fransiskus menggambarkan Paus Benediktus XVI sebagai "seorang nabi." Ia meramalkan, di masa depan Gereja Katolik akan menjadi lembaga yang lebih kecil tetapi lebih setia. "Sang Nabi" itu, kini telah pulang; pulang ke rumah keabadian. Kata Paus Benediktus XVI, suatu ketika di Castel Gondolfo, "Saya hanyalah seorang peziarah yang memulai langkah terakhir ziarahnya di bumi ini." Selamat jalan, Sang Peziarah.
Trias KuncahyonoWartawan Senior