Ekonomi Indonesia 2022 dan Prospek 2023
Semangat positif dari pertemuan di Bali membalikkan pandangan akan sebuah tahun yang dipenuhi oleh berbagai kekecewaan ekonomi. Pada awal 2022 IMF dan lembaga lain memprakirakan ekonomi global tumbuh kuat tahun ini.

ilustrasi
Presidensi Indonesia di G20 telah berakhir dengan sukses dan presidensi India untuk 2023 baru saja dimulai. Kini saat tepat untuk kilas balik ke sepanjang 2022 dan apa yang dapat terjadi pada tahun depan untuk Indonesia.
Pertama, tentang G20. Presidensi Indonesia di G20 dimulai dalam kondisi yang tidak biasa.
Perubahan periode presidensi Indonesia dari 2023 ke 2022 membuat Indonesia hanya memiliki waktu yang terbatas untuk mempersiapkan diri, sementara sebagian besar negara lain sebelumnya punya waktu lebih panjang.
Namun, Indonesia memilih tema kepemimpinannya dengan tepat: Recover Together, Recover Stronger.
Ekonomi global pasca-G20 Bali
Ekonomi global pada awal 2022 tengah menghadapi masalah berat: pemulihan global dari pandemi Covid-19 mulai terlihat, permasalahan rantai pasokan mulai muncul di berbagai perekonomian utama dunia, dan pemerintah di sejumlah negara yang secara hampir bersamaan sedang mencari cara untuk mengembalikan aktivitas ekonomi ke kondisi yang lebih normal.
Invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022 secara drastis meningkatkan ketegangan geopolitik. Di tengah berbagai laporan media tentang boikot atau walk out dalam acara G20, situasi berkembang menjadi tidak kondusif dalam memunculkan kerja sama di antara ekonomi utama dunia. Perang di Ukraina semakin mendorong kenaikan harga komoditas, terutama pangan, pupuk, dan bahan bakar; meningkatkan inflasi global sekaligus menambah ketidakpastian.
Baca juga : Momentum Presidensi G20
Di banyak negara berpenghasilan rendah yang sudah menghadapi tingkat utang yang tinggi dan guncangan lain, kenaikan harga pangan yang tiba-tiba meningkatkan kemiskinan dan membuat Tujuan Pembangunan Berkelanjutan semakin sulit dicapai. Pada saat itu, konsensus di antara ekonomi terbesar dunia tampaknya mustahil tercapai.
Namun, pada akhirnya, itulah yang berhasil dicapai oleh presidensi Indonesia. Indonesia tetap mempertahankan sikap tenang dan forward looking terhadap G20, mempertimbangkan bahwa keadaan dapat berubah. Indonesia juga terus berusaha memastikan bahwa pandangan semua negara terwakili.
Pendekatan berkepala dingin ini membuahkan hasil: semua anggota G20 menerima undangan Presiden Joko Widodo ke Bali meski pada akhirnya Presiden Rusia Vladimir Putin tidak hadir.

Ilustrasi
Pada pertemuan puncak (KTT) G20, 15-16 November, komunitas global mencapai kesepakatan mengenai sejumlah permasalahan. Mulai dari keringanan utang untuk negara-negara berpenghasilan rendah hingga pembiayaan tambahan dari negara ekonomi maju bagi negara berkembang dalam mendukung transisi ke energi terbarukan.
Semangat positif dari pertemuan di Bali membalikkan pandangan akan sebuah tahun yang dipenuhi oleh berbagai kekecewaan ekonomi. Pada awal 2022, IMF dan lembaga lain memprakirakan ekonomi global tumbuh kuat tahun ini karena pandemi mereda dan ekonomi bergerak menuju pemulihan.
Ada kekhawatiran tentang inflasi, yang pada saat itu tampaknya sebagian besar disebabkan oleh masalah rantai pasok. Dengan diselesaikannya masalah ini, inflasi diperkirakan akan mereda.
IMF dan lembaga lain memperhitungkan risiko penting dalam prediksinya tersebut: penanganan Covid-19 di China mungkin akan lebih sulit karena virus menjadi lebih menular, inflasi di AS dan di tempat lain bisa lebih persisten dari yang diperkirakan, dan kebijakan moneter yang lebih ketat di AS dapat menyebabkan ketidakstabilan keuangan di seluruh dunia.
Di sepanjang tahun, banyak hal yang diperkirakan menjadi kenyataan. Inflasi di AS terbukti sangat persisten dan Federal Reserve telah menaikkan suku bunga untuk mencoba menekan laju inflasi. Invasi Rusia ke Ukraina telah menye- babkan guncangan energi yang menaikkan harga secara global, terutama di Ero- pa. Ekonomi China juga telah melambat akibat efek ganda dari tantangan sektor properti dan kebijakan nol Covid.
Sepanjang tahun, Indonesia memiliki pertumbuhan yang stabil dan seimbang, bahkan ketika tantangan telah meningkat di seluruh dunia.
Namun, di Indonesia, kondisi tahun ini tak seburuk itu. Perekonomian Indonesia memang pulih lebih lambat daripada perekonomian besar lain, tetapi mulai tumbuh pada awal 2022.
Sepanjang tahun, Indonesia memiliki pertumbuhan yang stabil dan seimbang, bahkan ketika tantangan telah meningkat di seluruh dunia. Konsumen membeli sepeda motor dan mobil baru, perusahaan mulai berinvestasi. Meskipun pertumbuhan di beberapa mitra dagang utama, seperti China dan AS, melambat, ekspor Indonesia tetap kuat.
Namun, Indonesia tak kebal terhadap perubahan lain pada ekonomi global. Tingkat harga global yang lebih tinggi, khususnya pada minyak kelapa sawit, produk makanan, dan bahan bakar, telah menjadi tantangan besar. Karena harga barang naik di seluruh dunia, impor Indonesia akan menjadi lebih mahal, terlepas dari apa yang terjadi di dalam negeri. Selain itu, tingginya inflasi di AS dan Eropa menyebabkan bank-bank sentral tersebut menaikkan suku bunga.

Karena inflasi Indonesia jauh lebih rendah daripada negara-negara tersebut, BI tak menaikkan suku bunga terlalu tinggi. Artinya, spread antara obligasi Indonesia dan AS atau Eropa semakin turun sehingga kurang menarik bagi investor global. Akibatnya, investor global menjual sebagian kepemilikan mere- ka pada obligasi Indonesia. Bahkan. dengan ekspor yang kuat, kondisi ini telah menyebabkan tekanan pada rupiah. Pelemahan rupiah, sayangnya, membuat barang-barang impor lebih mahal dan semakin menambah inflasi domestik.
Tantangan 2023
Agar Indonesia memiliki pertumbuhan yang kuat pada 2023, Indonesia perlu mengelola tantangan eksternal dengan baik. Kebijakan yang hati-hati adalah kunci. Defisit anggaran 2023 yang ditargetkan kurang dari 3 persen dari produk domestik bruto (PDB) menjadikan Indonesia salah satu ekonomi besar pertama yang mengembalikan defisit anggarannya ke tingkat sebelum krisis.
Hal ini bagus karena sejumlah alasan: defisit anggaran yang lebih kecil akan membantu menjaga inflasi tetap rendah dan posisi utang yang lebih baik. Ini memberikan lebih banyak ruang bagi pemerintah untuk merespons jika kondisi memburuk serta membangun kredibilitas Indonesia di pasar keuangan internasional. Kondisi ini pada akhirnya akan membantu menurunkan suku bunga dan mendorong lebih banyak investasi.
Agar Indonesia memiliki pertumbuhan yang kuat pada 2023, Indonesia perlu mengelola tantangan eksternal dengan baik.
Tantangan lainnya adalah inflasi. BI telah bereaksi terlebih dahulu terhadap perkembangan inflasi dengan menaikkan suku bunga sebesar 175 basis poin.
Suku bunga yang lebih tinggi dalam jangka pendek mendorong investor untuk menyimpan modal di dalam negeri, memperkuat nilai tukar, dan mengurangi inflasi yang berasal dari luar (imported inflation). BI dapat bertindak lebih awal, antara lain, karena proses pengambilan keputusannya independen dari pemerintah dan bebas dari intervensi.
Kemandirian ini memungkinkan BI fokus pada stabilitas ekonomi dan inflasi yang rendah dengan tetap berkoordinasi dengan pemerintah. Ke depan, sebagaimana defisit anggaran yang wajar akan membangun kredibilitas fiskal, independensi BI yang terjaga juga akan membangun kredibilitas kebijakan moneter.
Baca juga : IMF: Utang Indonesia Aman, Tetapi Jangan Berpuas Diri
Mendukung pertumbuhan lebih cepat dan berkesinambungan
Tahun depan Indonesia akan memasuki permulaan masa-masa pemilu. Pemerintahan baru pada 2024 akan memiliki catatan dari berbagai pengalaman penyusunan kebijakan ekonomi yang kuat untuk dapat dilanjutkan.
Meneruskan catatan tersebut adalah cara terbaik untuk memastikan pertumbuhan jangka panjang. Namun, ada potensi-potensi pengembangan jangka panjang lain untuk pemerintahan saat ini dan selanjutnya, yang dapat dilakukan tidak hanya untuk membantu mempercepat pertumbuhan dan juga menjadikannya lebih berkelanjutan.

Sektor keuangan yang lebih dalam dan lebih efisien akan membantu memobilisasi lebih banyak sumber daya untuk pembangunan. Kerangka kerja yang lebih baik untuk dana pensiun dan asuransi akan membantu masyarakat menabung lebih banyak bagi hari tua serta menghadapi guncangan (shock) dan kecelakaan. Di Indonesia, sektor-sektor ini relatif kecil dibandingkan dengan negara lain dan kerangka kerja yang baru serta lebih fleksibel akan membantu menambah pilihan bagi masyarakat.
Selain itu, dengan maraknya peralihan ke mata uang elektronik, pinjaman P2P, dan inovasi keuangan lainnya, regulator harus mengikuti perkembangan. Hal ini, selain untuk memastikan konsumen terlindungi, juga untuk memastikan stabilitas sistem keuangan tak terancam oleh teknologi baru. Kedua bidang reformasi ini akan menciptakan peluang bagi lebih banyak orang untuk masuk ke dalam sistem keuangan, sekaligus menyalurkan lebih banyak sumber daya untuk pertumbuhan.
Cara lain untuk mendukung pertumbuhan yang lebih inklusif adalah mengarahkan lebih banyak sumber daya publik ke bidang-bidang seperti perawatan kesehatan, infrastruktur, dan dukungan bagi masyarakat rentan. Indonesia memiliki dua cara untuk melakukan hal ini tanpa mengalami defisit anggaran yang lebih besar. Pertama, dengan mengumpulkan lebih banyak uang lewat pajak.
UU Harmonisasi Pajak tahun lalu merupakan langkah penting dalam memperkuat basis pajak Indonesia.
Tak ada yang merasa senang membayar pajak terlalu banyak, tetapi pendapatan pajak Indonesia lebih sedikit daripada kebanyakan negara lain, termasuk sebagian besar negara tetangga di ASEAN dan negara berkembang besar lainnya. UU Harmonisasi Pajak tahun lalu merupakan langkah penting dalam memperkuat basis pajak Indonesia.
Administrasi pajak yang lebih baik juga dapat membantu, seperti berbagi data secara internasional untuk mengurangi penggelapan pajak. Indonesia juga dapat membelanjakan uang dengan lebih baik. Saat ini belanja untuk subsidi bensin, solar, dan bahan bakar fosil lainnya sebanyak yang disalurkan untuk perawatan kesehatan dan dukungan bagi masyarakat miskin. Mengurangi subsidi ini, misalnya dengan membatasi hanya untuk rumah tangga berpendapatan rendah, akan meningkatkan sumber daya yang cukup besar untuk prioritas pembangunan tanpa menaikkan pajak.
Terakhir, subsidi BBM memunculkan isu perubahan iklim. Pada KTT COP27 di Mesir, beberapa minggu lalu, beberapa komitmen baru dan penting dibuat untuk mengurangi emisi karbon dan memperlambat laju pemanasan global.
Secara khusus, kesepakatan oleh AS dan Jepang untuk mendukung transisi Indonesia dari batubara merupakan tanda bahwa negara maju semakin siap membantu negara berkembang dalam transisi mereka ke energi terbarukan.

Namun, jalan masih panjang. Subsidi untuk solar, bensin, dan terutama batu- bara di Indonesia tak menguntungkan bagi pengembangan energi terbarukan seperti tenaga surya, bayu, dan panas bumi. Akibatnya, hal ini akan memper- sulit upaya pengurangan emisi. Mengurangi subsidi ini dan mengalihkan inves- tasi ke energi terbarukan bukanlah proses yang mudah, tetapi akan membantu pertumbuhan Indonesia menjadi lebih berkelanjutan dalam jangka panjang.
Secara keseluruhan itu adalah agenda yang cukup untuk 2023. Indonesia telah berhasil menghadapi tantangan 2022, baik dari ekonomi global maupun dalam hal kepemimpinan di dalam kelompok negara G20. Sekalipun lingkungan tahun depan lebih sulit dari tahun ini, IMF yakin Indonesia bisa terus sejahtera.
James P WalshKepala Perwakilan Dana Moneter Internasional (IMF) di Indonesia
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F06%2F08%2Feae122b7-0aae-49f6-9a1e-bbb3bcf6b8e1_jpg.jpg)
James P Walsh, Senior Resident Representative IMF untuk Indonesia KOMPAS/RADITYA HELABUMI 08-06-2022