Momentum Presidensi G20
Presidensi Indonesia tahun ini mengawali presidensi negara-negara berkembang di forum G-20, setidaknya untuk tiga tahun kedepan. Indonesia akan menyambut para delegasi negara anggota G-20 untuk membahas isu-isu global.

-
Tahun 2022 ini, Indonesia memimpin forum G-20 yang beranggotakan perekonomian-perekonomian utama dunia.
Indonesia akan menyambut para delegasi negara anggota G-20 untuk membahas isu-isu utama global yang memerlukan koordinasi bersama. Presidensi G-20 dilakukan secara bergilir antar negara anggota. Arab Saudi memegang kursi presidensi di tahun 2020, sementara Italia pada 2021.
Presidensi Indonesia tahun ini mengawali presidensi negara-negara berkembang di forum G-20, setidaknya untuk tiga tahun kedepan. Setelah Indonesia; India dan Brasil akan melanjutkan kursi presidensi G-20 pada 2023 dan 2024.
Presidensi G-20 tahun 2022 memberikan kesempatan berharga bagi Indonesia untuk berada di ujung tombak penyelesaian agenda-agenda global.
Dalam kesempatan ini, Indonesia dapat memastikan suara dan kepentingan rakyat Indonesia didengar oleh seluruh dunia. Dengan memegang kursi presidensi G-20, Indonesia berkesempatan mengajukan topik dan memimpin dialog global tentang isu-isu prioritas agar sejalan dengan kebutuhan Indonesia. Presidensi ini juga memberikan kesempatan untuk menunjukkan keberhasilan-keberhasilan Indonesia kepada para anggota G20.
Dengan memegang kursi presidensi G-20, Indonesia berkesempatan mengajukan topik dan memimpin dialog global tentang isu-isu prioritas agar sejalan dengan kebutuhan Indonesia.
Pemulihan dari pandemi
Indonesia telah memilih enam topik: (1) koordinasi exit strategy untuk pemulihan global; (2) penguatan sistem pembayaran di era digital; (3) pengembangan pembiayaan berkelanjutan (sustainable financing); (4) upaya penanganan dampak pandemi (scarring effect); (5) peningkatan sistem keuangan yang inklusif; (6) agenda perpajakan internasional.
Artikel ini akan membahas tiga isu prioritas pertama. Isu pertama, pemulihan dari pandemi. Dengan transmisi Covid- 19 yang turun 99 persen sejak Juli 2021, Indonesia relatif berhasil mengendalikan pandemi.
Melewati berbagai tantangan, termasuk hilangnya banyak lapangan kerja, Indonesia cukup mampu memoderasi efek negatif pandemi. Dari sisi makro ekonomi, Indonesia berhasil menjaga Inflasi tetap terkendali, pergerakan rupiah yang stabil, dan tingkat utang yang aman.
Meskipun munculnya varian baru tetap menjadi risiko, Indonesia telah meletakkan dasar untuk pemulihan yang cukup kuat. Kebijakan extraordinary Bank Indonesia dalam mendukung sistem keuangan nasional pun telah mendukung pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas. Di sisi lain, pemerintah tetap berkomitmen mengurangi defisit anggaran agar dapat kembali ke target 3 persen pada tahun 2023.
Baca juga : Pertemuan Fokus untuk Gapai Konsensus Terkait Upaya Pemulihan Global
Negara maju dan negara berkembang memiliki pengalaman berbeda selama pandemi. Di saat banyak negara mulai membahas tatanan ekonomi baru setelah pandemi, Indonesia perlu berbagi pengalaman kesuksesan dalam mengelola pandemi, khususnya dalam mendukung pemulihan ekonomi.
Indonesia, seperti banyak negara berkembang lain, menghadapi tantangan dalam mencapai target vaksinasi dibandingkan negara maju. Dalam hal ini, forum G-20 merupakan ajang tepat untuk mendorong diskusi tentang bagaimana seluruh negara dapat mencapai target vaksinasi lebih cepat dan menurunkan risiko varian baru.
Isu kedua adalah meningkatnya penggunaan pembayaran digital. Pembayaran digital menawarkan biaya yang lebih murah dan akses yang lebih mudah bagi masyarakat. Sistem pembayaran digital dapat memberikan solusi untuk permasalahan-permasalahan klasik pembayaran. Solusi ini antara lain sistem penjualan eceran yang lebih aman dan efisien hingga metode pembayaran yang lebih murah dan aman bagi sektor informal.
Dengan peluncuran QRIS, BI Fast, dan SNAP (Standar Nasional Open API Pembayaran), Indonesia menjadi laboratorium yang menarik bagi pengembangan sistem pembayaran digital maupun tekfin secara luas.

Didie SW
Seiring berkembangnya industri pembayaran digital, dan munculnya inovasi-inovasi baru seperti aset kripto dan decentralized finance, peran forum G-20 menjadi semakin penting dalam membangun landasan bersama untuk pengawasan produk pembayaran digital.
Hal ini agar masyarakat luas bisa memperoleh manfaat, meminimalkan risiko terhadap konsumen dan menjaga stabili -tas pasar keuangan. Pengalaman Indonesia akan sangat membantu memandu dialog yang mewakili, tak hanya kepentingan konsumen di Indonesia, tetapi juga negara berkembang lain di mana industri fintech merepresentasikan upaya lompatan teknologi menuju masa depan.
Perkembangan fintech tak terlepas dari upaya-upaya global yang telah dilakukan. Ini termasuk peluncuran Bali Fintech Agenda pada 2018 di mana Indonesia bersama IMF dan Bank Dunia menyusun 12 agenda kebijakan untuk membantu negara-negara memanfaatkan manfaat, peluang dan risiko fintech.
Transisi menuju energi terbarukan akan menjadi proses yang kompleks dan mahal.
Perubahan iklim
Isu ketiga dan paling menantang adalah terkait perubahan iklim di mana kebijakan perlu disusun dalam prinsip adil, terjangkau dan mengutamakan kepentingan masyarakat luas.
Transisi menuju energi terbarukan akan menjadi proses yang kompleks dan mahal. Hal ini membutuhkan komitmen yang kuat terhadap pengurangan emisi disertai kebijakan dengan target terukur sesuai kondisi masing-masing negara. IMF akan terus bekerja sama dengan negara-negara dalam menentukan tingkat harga karbon global yang dapat menciptakan potensi aliran investasi ke proyek energi terbarukan di Indonesia.
Kebijakan pajak karbon dan sistem cap-and-trade Indonesia merupakan langkah penting dan berada di jalur yang tepat.
Namun, jalan masih panjang. Investasi pada energi terbarukan, pembangunan sistem transmisi energi, dan pembangunan sistem transportasi yang berbasis listrik membutuhkan dukungan pembiayaan besar.
Baca juga : Kerja Sama Kunci Memperkuat Arsitektur Kesehatan Dunia
peru
Penggunaan sumber daya harus dialokasikan dengan baik sehingga berdampak optimal secara ekonomi maupun lingkungan. Kita juga perlu memastikan transisi itu adil. Masyarakat berpenghasilan rendah, termasuk di daerah dataran rendah yang rentan terhadap banjir, perlu memperoleh manfaat dari transisi menuju energi terbarukan. Di sisi lain, negara ekonomi maju juga harus membantu negara berkembang.
Melalui presidensi G-20, Indonesia dapat memainkan peran sangat penting dalam memastikan bahwa upaya transisi menuju energi terbarukan dan mengatasi dampak perubahan iklim dilakukan dengan cara yang paling adil dan efisien.
Ketiga isu itu akan jadi agenda utama G-20 tak hanya tahun ini, tetapi juga di masa mendatang. Indonesia memiliki perspektif unik, sehingga perlu memanfaatkan presidensi tahun ini untuk memberi bukti kontribusi Indonesia secara nyata dalam penyusunan kebijakan mengatasi tantangan global.
James P Walsh Kepala Perwakilan Dana Moneter Internasional (IMF) di Indonesia