Kementerian Kesehatan pun menetapkan Kejadian Luar Biasa Polio, terhitung sejak 19 November 2022. Apa yang perlu dilakukan untuk menangani wabah polio? Bagaimana peran penting vaksinasi polio untuk pengendalian?
Oleh
ABDUL GOFIR
·4 menit baca
Dengan munculnya kembali kasus polio di Pidie, Aceh, Kementerian Kesehatan pun menetapkan Kejadian Luar Biasa Polio, terhitung sejak 19 November 2022.
Berdasarkan data Kemenkes tahun 2020, dalam tiga tahun terakhir 90 persen populasi Indonesia telah memperoleh empat dosis vaksin polio tetes oral polio vaccine/OPV), sementara cakupan vaksin polio suntik (inactivated polio vaccine/IPV) baru mencapai 80 persen.
Kegagalan memberantas polio dari benteng terakhir yang tersisa ini dapat mengakibatkan kemunculan kembali polio secara global.
Bagaimana penyebaran penyakit polio? Apa tanda dan gejala penyakit polio? Bagaimana peran penting vaksinasi polio untuk pengendalian wabah polio? Sejarah penyakit polio telah ada sejak zaman kuno, termasuk ditemukannya prasasti penguburan yang menggambarkan seorang pria dengan kaki lumpuh layu bersandar pada tongkat.
Michael Underwood pertama kali menggambarkan kelemahan ekstremitas bawah pada anak-anak yang dikenal sebagai poliomielitis di Inggris pada tahun 1789, tetapi bukan merupakan epidemi hingga akhir abad ke-19. Selama paruh pertama abad ke-20, negara-negara maju di belahan bumi utara mengalami epidemi setiap musim panas dan musim gugur yang menjadi makin parah.
Polio (poliomielitis) terutama menyerang anak-anak di bawah usia lima tahun.
Satu dari 200 infeksi yang menyebabkan kelumpuhan anggota gerak permanen, dan 5-10 persen dari penderita kelumpuhan, meninggal karena gagal napas. Kasus akibat virus polio liar telah menurun lebih dari 99 persen sejak 1988, dari perkiraan 350.000 kasus, menjadi enam kasus yang dilaporkan pada 2021 (WHO, 2021).
Virus polio masuk melalui mulut dan berkembang biak di orofaring dan saluran pencernaan. Virus menetap dalam sekret hidung dan tenggorok selama satu sampai dua minggu dan dapat dikeluarkan melalui tinja selama beberapa minggu setelah infeksi, bahkan pada individu dengan gejala ringan atau tanpa penyakit.
Selama replikasi dalam usus, virus menyerang jaringan limfoid lokal dan dapat memasuki aliran darah, dan kemudian menginfeksi sel sistem saraf pusat. Kerusakan saraf motorik yang diinduksi virus polio pada sumsum tulang belakang dan batang otak menyebabkan kelumpuhan yang khas berupa lumpuh layu.
Tanda dan gejala polio
Menurut Estivaris dkk (2021), sekitar 90-95 gejala polio bersifat asimptomatik (tanpa gejala) dengan masa inkubasi 4-10 hari. Terdapat 10 persen yang mengalami demam, nyeri tenggorokan, sakit kepala, mual muntah, dan lemas.
Tanda lainnya adalah lumpuh layu (acute flaccid myelitis), yaitu lumpuh layu pada lengan atau tungkai yang asimetris. Kelemahan lebih sering mengenai tungkai dibandingkan lengan yang memburuk hingga satu minggu.
Terkadang bisa mengenai saraf wajah seperti sulit menelan dan bicara pelo. Pada kasus yang berat dapat terjadi infeksi otak.
Eradikasi polio
Vaksinasi adalah cara yang paling efektif untuk pencegahan polio. Terdapat dua jenis vaksin polio: vaksin polio oral (OPV) yang diberikan melalui mulut dan vaksin oolio inaktif (IPV) yang diberikan melalui suntikan. Di antara tiga jenis virus polio, tipe 2 dinyatakan diberantas pada tahun 2015.
Untuk mencegah risiko infeksi VDPV tipe 2 (cVDPV2) yang beredar, pada 2016 semua negara pengguna OPV secara bersamaan beralih dari vaksin OPV trivalen (tOPV) ke OPV bivalen (bOPV) yang hanya mengandung virus polio tipe 1 dan 3. Hal ini sesuai dengan arahan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Vaksin IPV diberikan sebanyak satu atau beberapa dosis di semua negara, baik secara eksklusif maupun dalam jadwal gabungan dengan bOPV. Dua produk single-antigen inactivated poliovirus (IPV) saat ini mendapat lisensi untuk digunakan di Amerika Serikat (AS), tetapi hanya satu vaksin, IPOL, yang saat ini didistribusikan.
Saat ini terdapat lima vaksin kombinasi yang mengandung vaksin IPV, yakni DTaP-HepB-IPV (Pediarix), DTaP-IPV/Hib (Pentacel), DTaP-IPV (Kinrix), DTaP-IPV (Quadracel), dan DTaP-IPV- Hib-HepB (Vaxelis) dilisensikan dan tersedia di AS.
Kebijakan untuk meningkatkan imunisasi DPT harus disosialisasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan.
Pencegahan polio
Untuk menangani masalah polio, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis sampai di tingkat layanan primer.
Pertama, menggalakkan surveilans lumpuh layu (acute flaccid paralysis/AFP) dari puskesmas sampai rumah sakit di seluruh Indonesia. Peran tenaga kesehatan di sini penting dalam deteksi dini awal gejala polio.
Kedua, dipastikan cakupan imunisasi harus menjangkau semua bayi dan balita, usia prasekolah. Kebijakan untuk meningkatkan imunisasi DPT harus disosialisasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan.
Ketiga, tersedianya sarana dan prasarana, tenaga kesehatan, perawat, dokter serta dokter spesialis agar menjangkau layanan kesehatan anak dan imunisasinya.
Keempat, untuk memastikan semua anak sudah terjangkau imunisasi, melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, setiap anak yang hendak masuk SD diwajibkan membawa bukti buku imunisasi yang menyatakan anak tersebut telah mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap.
Ini perlu dilakukan, terutama di daerah-daerah yang sudah terjangkau imunisasi.
Abdul Gofir Dosen dan Anggota CEBU FK-KMK UGM, Konsultan Neurologi di RSUP Dr Sardjito