Selain imunisasi, peningkatan kewaspadaan polio ditingkatkan di seluruh layanan kesehatan di Indonesia. Tenaga kesehatan juga diminta proaktif melapor jika didapati pasien anak dengan ciri polio.
Oleh
ZULIAN FATHA NURIZAL
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penetapan status kejadian luar biasa polio di Kabupaten Pidie, Aceh, menjadi peringatan terkait ancaman penyebaran penyakit infeksi tersebut di sejumlah daerah seiring menurunnya cakupan imunisasi pada anak-anak beberapa tahun terakhir ini. Kementerian kesehatan mencatat pada November 2022 sebanyak 30 provinsi di Indonesia berisiko tinggi terjangkit polio.
Hal itu berarti hanya ada empat provinsi yang dinyatakan aman dari risiko polio. Tiga provinsi masuk dalam zona kuning atau kategori risiko sedang, yaitu Banten, Bali, dan Jambi, sedangkan Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk zona hijau atau kriteria risiko rendah.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi, saat dihubungi, Senin (21/11/2022), menuturkan, pemetaan risiko polio itu diperoleh dari analisis yang mengacu pada ketentuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Saat ini Kemenkes melakukan langkah cepat untuk mencegah polio semakin meluas di beberapa daerah.
”Salah satunya, langkah pencegahan, yakni dengan mengadakan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN). Dengan BIAN, kita dapat mengejar imunisasi anak yang belum lengkap akibat pandemi Covid-19,” jelas Nadia.
Data Kemenkes per 14 Juli 2022 menunjukkan, cakupan imunisasi dasar lengkap (IDL) baru mencapai 33,4 persen. Angka ini masih jauh di bawah target nasional IDL dalam enam bulan sekitar 50 persen. Lebih jauh, Rencana Strategis Kemenkes 2022-2024 menargetkan capaian 100 persen mulai tahun 2023 (Kompas.id 21/11/2022).
Proaktif
Selain imunisasi, peningkatan kewaspadaan polio ditingkatkan di seluruh layanan kesehatan di Indonesia. Tenaga kesehatan juga diminta proaktif melapor jika didapati pasien anak dengan ciri polio. ”Surat edaran sudah kami sebarkan saat penetapan kajadian luar biasa di Pidie, Aceh, ditetapkan,” tambah Nadia.
Cakupan imunisasi dasar lengkap yang minim dapat memicu penyakit, seperti polio, campak, difteri, dan tetanus. Penyakit-penyakit ini memiliki bahaya yang menyebabkan kecacatan hingga mengancam nyawa.
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat, satu kasus polio bisa merefleksikan 200 anak yang sudah terinfeksi. Dari prediksi 200 anak yang terinfeksi, 1 pasien lumpuh layuh, 8 sudah terkena radang selaput otak, dan 191 orang di antaranya tidak bergejala tetapi sangat menular dan bisa menularkan pada anak lainnya.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso menuturkan, cakupan imunisasi dasar lengkap yang minim dapat memicu penyakit, seperti polio, campak, difteri, dan tetanus. Penyakit-penyakit ini memiliki bahaya yang menyebabkan kecacatan hingga mengancam nyawa.
Pembahasan mengenai polio yang muncul kembali sempat ramai diperbincangkan warganet di media sosial Twitter pada Sabtu (19/11/2022). Banyak warganet khawatir dengan kejadian luar biasa ini. Dokter spesialis anak, Shela Putri Sundawa, mengutarakan, orangtua diharapkan dapat memastikan kembali imunisasi lengkap pada anak. Sesuai dengan standar Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), imunisasi polio diberikan pertama kali setelah lahir.
”Jika terlambat, masih bisa mengejar imunisasi. Ikuti anjuran pemerintah dan IDAI untuk imunisasi pada anak,” ujar Shela yang cuitannya viral dengan pemberitahuan dan edukasi seputar polio. Dengan viralnya cuitannya, hal itu diharapkan memberikan kesadaran lebih terhadap pada masyarakat terkait pentingnya imunisasi polio ini.