Masalah keuangan sebaiknya sudah dibicarakan ketika kedua pihak sepakat menapaki jenjang pernikahan. Misalnya, soal pendapatan, aset, juga utang.
Oleh
ANASTASIA JOICE TAURIS SANTI
·2 menit baca
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Cincin pernikahan lembang penyatuan dua insan.
Persiapan pernikahan bukan sekadar mempersiapkan kondisi lahir batin, tetapi juga ”kantong”. Bukan sebatas pembagian biaya pesta pernikahan antara dua keluarga, tetapi juga persiapan keuangan setelah resmi menikah.
Masalah keuangan sebaiknya dibicarakan ketika pasangan sepakat hendak menapaki jenjang pernikahan. Misalnya, soal pendapatan, aset, juga utang. Di beberapa kelompok masyarakat, membahas soal keuangan dengan pacar masih dianggap hal yang tabu. Tetapi, demi keuangan yang sehat, pembahasan soal ini tidak bisa dihindari.
Dengan demikian, pasangan baru akan mampu memetakan kondisi keuangannya dengan cepat setelah berkeluarga. Misalnya, mengetahui besar penghasilan gabungan. Atau, berapa besar pendapatan dari satu sumber saja jika kedua pihak sepakat istri tidak lagi bekerja setelah menikah.
Pemetaan kondisi keuangan seperti ini akan memudahkan perencanaan keuangan selanjutnya. Misalnya, untuk membeli rumah. Dengan penghasilan sendiri atau berdua akan diketahui perkiraan kemampuan keluarga dalam membeli rumah.
Rencana lain adalah gaya hidup. Penghasilan setelah menikah juga menentukan gaya hidup yang akan dijalani pasca-pernikahan. Tentunya ada perbedaan dan penyesuaian dibandingkan gaya hidup sebelum menikah.
Kepemilikan aset juga sebaiknya dibicarakan. Jika ada salah satu pihak yang sudah memiliki aset, seperti bisnis atau properti warisan sebelum menikah, secara hukum aset itu merupakan bawaan.
Pedagang perlengkapan suvenir pernikahan menunggu pembeli di Pasar Jatinegara, Jakarta, Senin (20/7/2020).
Harta bawaan ini tidak serta merta menjadi harta bersama, kecuali ada perjanjian antara suami dan istri. Harta bawaan ini akan termasuk ke dalam harta waris. Sementara harta yang diperoleh setelah terjadi perkawinan akan menjadi harta bersama.
Ada baiknya seseorang yang memiliki harta yang diperoleh sebelum menikah membuat daftar harta tersebut. Misal, satu rumah warisan, satu toko hadiah dari orangtua, satu mobil hadiah dari orangtua.
Perlindungan tentang harta bawaan ini sudah dituangkan dalam UU Perkawinan yang mengatur, harta bawaan tetap berada di bawah penguasaan masing-masing pihak. Perjanjian nikah dapat dibuat untuk menghindari penyimpangan dari ketentuan mengenai harta bawaan ini.
Jangan lupa juga bicarakan juga soal utang jika ada. Misalnya, cicilan kepemilikan sepeda motor yang diambil sebelum menikah. Cicilan ini perlu masuk dalam pengeluaran keluarga nantinya. Demikian juga asuransi jiwa.
Menikah berarti memiliki tanggungan. Karenanya, siapkanlah asuransi sesuai kebutuhan. Hitung berapa kebutuhan untuk satu tanggungan. Asuransi ini dapat dikaji kembali setiap terjadi perubahan dalam keluarga, seperti kelahiran anak. Semakin banyak tanggungan, kebutuhan asuransi semakin besar.
Dengan demikian, ada baiknya pasangan mulai berinvestasi. Semakin dini berinvestasi tentu semakin baik. Mewujudkan rencana keuangan keluarga dengan berinvestasi akan membawa banyak manfaat.
Keuangan pernikahan ternyata bukan sekadar mempersiapkan kebutuhan dana pesta. Masih banyak lagi PR-nya….