G20 Tanpa Kehadiran Putin
Sesungguhnya perhatian publik nasional dan internasional terkait ketidakhadiran Putin, semata-mata dikarenakan oleh invasi Rusia ke Ukraina. Apakah ketidakhadiran Putin itu membuat KTT G20 di Bali menjadi kurang berarti?
Pertemuan puncak G20 berlangsung di Bali pada tanggal 15-16 November 2022 ini. Agenda apa yang nanti dibicarakan tampaknya terpinggirkan oleh ketidakhadiran Presiden Rusia Vladimir Putin. Lalu, banyak orang yang berkesimpulan bahwa pertemuan G20 kali ini tidak berarti apa-apa karena Putin tidak hadir.
Begitu pentingkah kehadiran Vladimir Putin di pertemuan puncak G20 tersebut?
Saya pribadi tidak melihat bahwa ketidakhadiran Putin akan membuat pertemuan tersebut jadi berarti atau tidak.
Masalahnya, KTT G20 hanya akan menghasilkan komitmen-komitmen yang berstatus tak mengikat (non-legally binding). Dan toh Rusia tetap hadir di Bali dengan delegasi yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov. Putin sendiri kemungkinan juga akan bergabung secara virtual.
Pemimpin dunia lainnya, semisal Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, seteru Putin, tetap hadir.
Baca juga : Absennya Putin dan Implikasinya pada KTT G20 di Bali
Kutukan dunia
Perhatian publik nasional dan internasional mengenai ketidakhadiran Putin semata-mata dikarenakan oleh invasi Rusia ke Ukraina. Invasi yang dimulai pada tanggal 24 Februari tahun 2022 tersebut membuat perhatian dunia terhadap Putin selalu mengemuka.
Perhatian dalam konteks kutukan (condemnation). Apalagi, Putin acap kali mengancam akan memberi sanksi kepada negara-negara yang berseberangan dengan Rusia soal invasi tersebut. Putin bahkan mengancam akan menggunakan nuklir untuk menggertak negara-negara yang berseberangan dengan dirinya.
Akibat invasi Putin itu, negara-negara Eropa dan Amerika menjatuhkan sanksi ekonomi ke Rusia. Ternyata, sanksi tersebut justru membuat negara-negara Eropa mengalami krisis ekonomi lantaran terhentinya pasokan energi dan bahan pangan, yang menimbulkan lonjakan harga dan krisis biaya hidup. Lalu, publik dunia pun kian mengutuk Putin karena dirinya dianggap biang dari krisis ekonomi tersebut.
Setelah sekian lama menyerang Ukraina secara membabi buta dengan peragaan aneka teknologi persenjataan mutakhir, ternyata hingga kini Rusia belum mampu menaklukkan Ukraina.
Ilustrasi
Ketidakmampuan Rusia menaklukkan Ukraina tersebut membuat sorotan publik dunia kian tertuju kepada Putin karena ia dianggap hanya menggertak belaka. Tidak memiliki kemampuan militer sebagaimana yang dipersepsikan publik selama ini.
Dengan itu semua, publik internasional menanti kehadiran Presiden Putin di Bali. Publik ingin mengetahui bagaimana reaksi para pemimpin dunia kelak, terutama negara-negara yang mengutuk invasi Rusia ke Ukraina.
Lebih khusus lagi, publik dunia ingin menyaksikan interaksi langsung antara Presiden Joe Biden dan Presiden Putin pada saat mereka bertemu di Bali. Maklum, selama ini, perang urat saraf di antara keduanya sangat menyita perhatian dunia.
Publik ingin menyaksikan apakah ada jabatan tangan antara Putin dan para pemimpin dunia lainnya tersebut atau tidak. Apakah ada foto bersama, berdiri berdekatan, seolah-olah tidak ada masalah di antara mereka.
Babakan lain yang sungguh-sungguh dinanti dunia adalah bahasa tubuh Putin pada saat bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, yang juga akan hadir sebagai tamu undangan.
Baca juga : Hindari Konfrontasi dengan AS dan Sekutunya, Putin Tidak Hadir ke KTT G20
Faktor-faktor itulah yang membuat publik beranggapan pertemuan puncak G20 sangat tak berarti tanpa kehadiran Putin. Sebuah kalkulasi yang semata-mata hanya digelitik faktor sorotan dan ulasan media tentang sosok Putin.
Tidak ada kaitannya dengan substansi yang dibicarakan di Bali, yang bakal membelah dunia, antara Rusia dengan negara-negara Eropa dan Amerika, sebagaimana laiknya Perang Dingin di masa silam. Maka, tidak perlu diributkan apakah Putin hadir atau tidak dalam pertemuan puncak G20 di Bali itu.
Posisi Indonesia
Akan halnya Indonesia sebagai tuan rumah pertemuan, yang sekaligus berarti presidensi G20 sekarang, jauh lebih berarti memfokuskan diri menyiapkan konsep dasar yang hendak dibicarakan kelak dalam pertemuan tersebut.
Bobot substansi yang hendak ditawarkan kelak menentukan apakah Indonesia sukses atau tidak dalam penyelenggaraan pertemuan puncak tersebut. Bukan menghadirkan atau menolak Putin datang ke Bali.
Transisi energi berkelanjutan, dari energi fosil ke energi baru dan terbarukan, hanya salah satu isu prioritas yang bakal dibahas di KTT para kepala negara G20 di Bali, selain isu tentang arsitektur kesehatan global serta isu transformasi digital dan ekonomi.
ilustrasi
Dalam kaitan dengan transisi energi, misalnya, Indonesia sungguh-sungguh perlu menyiapkan konsep yang komprehensif untuk meyakinkan para pemimpin dunia tentang keseriusan Indonesia mengenai ini. Maklum, Indonesia merupakan negara produsen batubara besar di dunia.
Yang saya bayangkan, Indonesia menguraikan peta jalan yang jelas dan konkret serta sudah terbukti mengenai komitmen dan keseriusan Indonesia tentang hal ini. Masalahnya, pesimisme orang tentang keseriusan Indonesia untuk beralih dari energi fosil ke energi terbarukan masih sangat menguat.
Kita ambil contoh, Presiden Joko Widodo sudah dua tahun terakhir ini menjanjikan, pada 2025, bauran energi kita sudah mencapai 23 persen. Hingga kini, kita baru 12,7 persen, malah menurun karena pemerintah baru saja mengizinkan pembangunan pembangkit listrik batubara lagi sebesar 4.000 megawatt.
Yang saya bayangkan, Indonesia menguraikan peta jalan yang jelas dan konkret serta sudah terbukti mengenai komitmen dan keseriusan Indonesia tentang hal ini.
Soal agenda energi terbarukan ini, semua tahu betapa peliknya berinvestasi di negeri kita di bidang energi terbarukan. Pangkal soalnya ada pada organ negara sendiri yang ditugasi secara khusus menangani bidang energi ini.
Investor asing, dan juga investor dalam negeri, telah mengalami ambiguitas antara undangan pemerintah kepada swasta untuk melakukan investasi di bidang energi terbarukan di satu sisi serta ribet dan kusutnya benang birokrasi negara di sisi lain.
Kita harus menyiapkan jawaban atas kenyataan-kenyataan tersebut.
Hamid Awaludin Duta Besar RI untuk Rusia dan Belarus, 2008-2011