Kata Ganti ”Kita”
Kata ganti orang pertama jamak adalah ”kami”. Sebab ”kita” berarti yang diajak bicara terlibat dalam kegiatan gelar perkara. Tentu wartawan tidak ikut gelar perkara. ”Kami” tidak melibatkan orang yang diajak bicara.
Salah kaprah penggunaan kata ganti orang pertama jamak ”kita” semakin memprihatinkan karena juga terjadi pada acara-acara formal dan digunakan oleh para pejabat negara.
Misalnya, saat memberi keterangan kepada wartawan, pejabat Polri selalu mengatakan begini, ”Kita akan melakukan gelar perkara kasus ini. Dari hasil gelar perkara, kita akan menentukan kelanjutan proses hukumnya.”
Padahal, kata ganti orang pertama jamak yang benar adalah ”kami”. Sebab ”kita” berarti yang diajak bicara terlibat dalam kegiatan gelar perkara. Tentu wartawan tidak ikut gelar perkara. ”Kami” berarti orang yang diajak bicara tidak terlibat. Kata ”kami” sangat jarang digunakan, padahal yang dimaksud ”kami”, bukan ”kita”.
Saya juga belum paham kaidah bahasa Indonesia apa yang digunakan media di Indonesia, termasuk Kompas, dalam penulisan dan pembacaan nama depan dan nama belakang nama orang. Pada orang tertentu ditulis nama depannya, yang lain nama belakangnya.
Pada pemberitaan kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir Yosua). Penyebutan nama Ferdy Sambo selanjutnya adalah ”Sambo”. Tetapi, pada Putri Candrawathi yang ditulis nama depannya, ”Putri”. Brigadir Yosua, dengan huruf depan Y, disingkat menjadi ”Brigadir J”. Bukankah seharuskan ”Brigadir Y”?
Apakah pedomannya hanya enak diucapkan? Adakah kaidah baku dalam bahasa Indonesia untuk itu?
Daniel HTJl Satelit Indah, Surabaya 60187
Catatan Redaksi:
Penyebutan Brigadir J merupakan inisial resmi dari pihak berwajib, berasal dari nama Josua. Pada umumnya Kompas menyebut nama marga pada mereka yang berasal dari beberapa suku di Indonesia yang memiliki nama marga dan nama depan jika tidak ada nama marga.
Bahasa
Infografik Riset Bahasa Daerah Bahasa Daerah yang Terancam Punah 2018
Saat saya kecil di Padangsidimpuan, masyarakat menggunakan bahasa Batak dialek Angkola. Kala itu bahasa Melayu atau bahasa Indonesia dianggap sebagai bahasa polisi, tentara, dan pegawai negeri.
Lambat laun, bahasa Indonesia dianggap sebagai bahasa orang kaya dan terpelajar, bahasa daerah ditinggalkan. Kini amat sedikit masyarakat yang menggunakan bahasa daerah, termasuk komunikasi sehari-hari, misalnya di pasar.
Saya amat senang ketika media massa seperti Kompas memperhatikan hal ini. Dalam terbitan memperingati Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2022, harian Kompas menjadikannya pokok bahasan. Bahkan, rubrik Opini halaman 6 menyajikan artikel berbahasa Batak dialek Angkola, ”Partaonan ni Bahasa Indonesia”.
Artikel ditulis E Aminudin Aziz dan diterjemahkan kedalam bahasa Batak dialek Angkola oleh Nurhayati Harahap. Ada beberapa catatan. Misalnya di alinea kedua tertulis Bai de luai. Mestinya Bia de luai. Juga kata misalnya, yang sebaiknya menjadi kata umpamana atau misalna.
Lepas dari catatan kecil itu, secara keseluruhan pemuatan artikel berbahasa Batak dialek Angkola itu pantas diacungi jempol. Semoga menyemangati masyarakat untuk menggunakan dan mengembangkan bahasa daerah.
Baharuddin AritonangBendungan Hilir, Jakarta
Ketua
Para pemuda Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur, Lampung, berlatih silat, Sabtu (8/4). Tokoh pemuda dan tokoh adat di kecamatan itu membentuk organisasi "Ikam Jabung Sai" sebagai wadah bagi pemuda. Mereka menggagas berbagai kegiatan positif untuk mengembalikan nama baik Jabung. Banyaknya pelaku pencurian kendaraan bermotor asal Jabung yang ditangkap polisi membuat daerah itu dicap sebagai wilayah penghasil pelaku kriminal. Kompas/Vina Oktavia (VIO) 08-04-2017
”Perintah ketua. Arahan Ketua.” Lazim disebut di lingkungan organisasi kepemudaan atau pergaulan kawula muda di Kota Medan. Sebutan ketua bisa diasosiasikan dengan posisi sebagai pemimpin organisasi resmi, posisi finansial, relasi koneksi, dan pengaruh sosial di masyarakat.
Memang tak ada yang salah. Yang disayangkan adalah orang-orang yang dianggap ketua juga menjadi tukang olah, makelar, dan menjurus pada praktik-praktik culas.
Untunglah ada ketua panutan masyarakat. Melakukan hal-hal yang dianggap bermanfaat dengan laku yang diawali dari dirinya.
Ironi watak ketua justru gila hormat. Mental bos. Menganggap dirinya punya pengaruh besar, yang pada gilirannya selalu ingin disanjung: siap salah ketua.
Saya tak tahu pasti kapan sebutan ketua populer kepada seorang yang lebih senior atau kepada orang-orang yang memiliki relasi pada kuasa.
Ketua di sekolah dipilih teman sekelas. Bukan berarti ia mendapat privilese dari guru ataupun sekolah. Ia tetap seorang siswa yang harus belajar, ulangan, dan ujian.
Orang-orang yang disebut ketua tak seharusnya berharap diistimewakan dan berlagak bos. Ini berlaku bagi para ketua lembaga negara.
Hendri DalimuntheDusun XVI Tembung, Percut Sei Tuan, Deli Serdang
Meramu?
aroma ikan segar menguar ketika dipanggang di atas bara api dari arang kasuari Kompas/Mohammad Hilmi Faiq (MHF) 13-01-2017
Wartawati Kompas, Sarie Febriane, memadankan ”after taste” dengan ”kenang rasa”. Tim Penyelaras Bahasa Kompas menyebut Sarie sebagai ”peramu kata” (Gaya Selingkung dan Siasat Berbahasa, Kompas, 28/10/2022).
Verba ”meramu” membuat saya membayangkan orang meracik bahan herbal dalam proporsi dan urutan pencampuran yang benar sehingga menjadi jamu. Dilakukan menurut resep yang baku.
Proses pemikiran Sarie Febriane hingga menemukan ”kenang rasa” saya kira lebih kreatif daripada sekadar mengikuti petunjuk preskripsi.
Saya sudah lama memakai verba ”mereka-cipta” sebagai padanan ”to coin”.
L WilardjoKlaseman, Salatiga
Salah Pengajaran
Ilustrasi yang menggambarkan bentuk orbit Bumi dan Mars mengelilingi Matahari. Orbit keduanya berbentuk elips dna miring sehingga jarak terdekat Bumi-Mars senantiasa berubah. Selain itu, orbit keduanya mudah terpengaruh oleh gravitasi planet lain, khususnya Mars yang mudah terpengaruh gravitasi Jupiter.
Seorang guru asing (ekspatriat) di SD Binus Serpong berkeras bahwa ”The Sun moves from East to West” sebagai pernyataan yang benar dalam soal sains untuk kelas 5 SD.
Sebagai orangtua murid, saya membantah pernyataan itu dengan menyertakan buku sains kelas 2. Disebutkan di situ, ”The Sun does NOT move across the sky. It appears to move during the day because the Earth is spinning”.
Jadi, Matahari tidak bergerak mengitari Bumi, tetapi sebaliknya Bumi yang bergerak mengitari Matahari sambil berotasi pada porosnya.
Seandainya terjadi kesalahan dalam membuat soal, seharusnya guru dapat segera memperbaiki nilai. Namun, guru itu berkeras bahwa pernyataan tersebut benar.
Kesalahan seperti ini bukan yang pertama. Agustus 2019, guru yang sama mengajarkan sains yang salah pada anak didik di kelas 6. ”Tertiary consumers has no predator and called apex predator”.
Hal itu tidak selalu benar, bisa saja producer (tanaman) à (dimakan) primary (fruit fly) à secondary (thrush) à tertiary consumer (wolf) à apex predator (eagle).
DwiyandaAlam Sutera, Tangsel