Insiden memilukan di Itaewon, Seoul, Korea Selatan, mengingatkan kita bahwa orang yang sedang berada di mana pun sangat rentan didera malapetaka.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Pada awal Oktober 2022, masyarakat Indonesia dan internasional terenyak dengan Tragedi Kanjuruhan yang menelan korban jiwa ratusan orang. Selain kesulitan bernapas akibat gas air mata, ratusan anak muda Malang juga meninggal gara-gara terinjak-injak saat mencari jalan keluar dari Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Sejumlah tersangka sudah ditetapkan. Tuntutan agar organisasi sepak bola bertanggung jawab disuarakan di mana-mana. Belum lagi desakan agar polisi memperbaiki kemampuan penanganan massa.
Tragedi Kanjuruhan memunculkan isu penting yang kerap kali diabaikan banyak orang, yakni keselamatan publik. Siapa yang bertanggung jawab atas keselamatan publik?
Secara umum, keselamatan publik diartikan sebagai upaya melindungi warga dari kekerasan dan kesakitan yang disebabkan oleh berbagai hal, termasuk bencana. Tugas menjaga keselamatan publik berada di pundak pemerintah, yang secara konkret dijalankan polisi dan petugas lainnya. Dalam acara yang digagas swasta, tanggung jawab otoritas diwujudkan dengan pengawasan dan izin kegiatan. Otoritas bersama polisi harus memastikan acara itu aman bagi publik.
Insiden di Itaewon memunculkan isu keselamatan publik yang lebih pelik. Tragedi itu tidak terjadi dalam kegiatan tertentu dengan penyelenggara dan penanggung jawabnya tertulis hitam di atas putih. Ratusan anak muda meninggal saat berdesak-desakan di gang sempit di area hiburan penuh toko dan kafe. Siapa yang bertanggung jawab? Pemerintah kota? Polisi setempat?
Ada lagi insiden menyedihkan di India. Jembatan gantung putus sehingga ratusan orang meninggal. Jangan lupa, kasus gangguan ginjal akut di Gambia serta Indonesia, yang menelan korban jiwa ratusan anak, dapat pula dikategorikan sebagai bentuk pengabaian keselamatan publik.
Kita pun sekarang hanya bisa berandai-andai. Seandainya otoritas waspada dan menutup sementara waktu kawasan Itaewon guna mengurangi kepadatan, tragedi mungkin tak terjadi. Jika tak ada gas air mata yang ditembakkan dan pintu Stadion Kanjuruhan terbuka lebar, mungkin tak ada ratusan suporter yang meninggal.
Kalau saja jembatan gantung di India itu kuat dan tak ada ratusan orang secara berbarengan berada di atasnya, rasanya jembatan ini sampai sekarang masih utuh. Seandainya obat yang dikonsumsi anak-anak itu bebas dari kandungan berbahaya, orangtua mereka tidak perlu bersedih seperti sekarang.
Itulah alasan mengapa otoritas harus selalu waspada serta tegas dalam urusan keselamatan publik. Tidak boleh ada toleransi sedikit pun terhadap segala sesuatu yang mengancam keselamatan publik. Sedikit saja lengah, nyawa ratusan orang terancam.